TKI Bermasalah di Malaysia Terbanyak Asal NTB

BERKOMITMEN : Para kepala daerah menandatangani komitmen bersama perbaikan tata kelola layanan TKI di Ruang Rapat Utama (RRU) Kantor Gubernur NTB, Selasa kemarin (8/11). Nampak Bupati Bima, Indah Damayanti Putri sedang menandatangani komitmen ini (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Hermono mengungkapkan, TKI bermasalah terbanyak di Malaysia berasal dari Provinsi NTB.

Hal itu disampaikan dalam acara penandatanganan komitmen bersama perbaikan tata kelola layanan TKI, yang diselenggarakan BNP2TKI bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Ruang Rapat Utama (RRU) Kantor Gubernur, Selasa kemarin (8/11).

Menurut Hermono, pada tahun 2015 lalu jumlah TKI asal NTB yang resmi sekitar 30 ribu orang. Namun dipastikan, jumlah yang illegal jauh lebih besar dan tidak terhitung. “TKI bermasalah terbanyak di NTB, ini karena mereka illegal,” ucapnya di hadapan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi dan para kepala daerah  yang akan dibentuk Layanan Terpadu Satu Atap (LTSP).

Salah satu penyebab utama banyaknya TKI bermasalah asal NTB yaitu percaloan yang signifikan. Masyarakat masih mudah diiming-imingi oleh calo sehingga rela menjadi TKI melalui jalur tikus. “Ada juga yang datangnya resmi, tapi tidak pulang sesuai kontrak kerja sehingga jadi illegal,” katanya.

Untuk menuntaskan semua persoalan tersebut, maka calo atau tekong harus diputus rantainya. Peran semua pihak sangat penting, mulai dari tingkat desa sampai pemerintah pusat. Caranya mulai dengan meningkatkan kualitas pelayanan TKI formal, sehingga masyarakat menjadi nyaman dalam mengurus segala sesuatunya.

Baca Juga :  11 TKI Lotim Dilaporkan Selamat

Keberadaan TKI ini telah dirasakan manfaatnya.

Angka remitansi atau  jumlah kiriman uang dari tenaga kerja di luar negeri bisa mencapai Rp 2,5 triliun setiap tahunnya. Kontribusi yang besar ini berhasil membawa tingkat pertumbuhan ekonomi NTB menduduki peringkat tertinggi secara Nasional pada tahun 2015 lalu.

Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi menilai, para TKI berperan cukup besar dalam menggerakkan roda perekonomian di NTB. “Besarnya peran TKI sebagai pahlawan devisa mewajibkan kita, seluruh perangkat pemangku amanah yang hadir dalam kesempatan ini, untuk terus berupaya memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik bagi saudara kita yang bekerja di luar negeri,” kata gubernur.

Masalah TKI sesungguhnya merupakan permasalahan yang dimulai dari hulu hingga ke hilir. Dari proses pengeluaran dokumen yang akan digunakan TKI, hingga biaya relatif besar yang harus dikeluarkan, tak jarang menjadi penyebab TKI memilih jalur lain. “Daerah harus membenahi semuanya, sehingga membuat TKI bisa nyaman dan merasa dilayani dengan baik,” ucapnya.

Dalam rapat kali ini, masing-masing perwakilan dari  pemkab, kabupaten/kota serta kementerian/lembaga terkait menandatangani komitmen bersama untuk mendukung terwujudnya tata kelola layanan TKI yang bersih dan bebas dari KKN.

Beberapa point dalam kesepakatan bersama itu diantaranya komitmen bersama untuk menjaga integritas dan sinergi kelembagaan dan individu penyelenggara negara/pegawai negeri serta menghindari praktik suap, pemerasan, gratifikasi dalam bentuk apapun pada pengelolan layanan TKI, membenahi kebijakan dan tata kelola layanan TKI, perbaikan kualitas perlindungan TKI, hingga memastikan TKI mendapat layanan yang transparan, cepat dan pasti.

Baca Juga :  Disnaker tak Punya Data Eks TKI

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan yang hadir pada kesempatan itu, mengungkap besarnya praktek penyuapan, gratifikasi, perdagangan orang hingga pemerasan yang dilakukan terhadap TKI. Dimulai dari proses rekruitmen, keberangkatan, proses bekerja hingga proses kembali ke daerah asal. Pada setiap tahap tersebut, ada saja pelaku yang mengambil keuntungan terhadap TKI. “Makanya KPK melirik persoalan ini dan mengambil peran,” ujarnya.

Ia berharap peran KPK ini dapat menurunkan Indeks Prestasi Korupsi (IPK).  Seluruh stakeholder harus punya kesepahaman bersama. ”Jadi, harus dicari solusi bagaimana menindak oknum yang membuat masalah,” tegasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinator Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian PMK, Sujatmiko mengungkap tingginya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya untuk memulangkan TKI/TKW bermasalah. “Biayanya bisa mencapai Rp 100 miliar  setiap tahun. Alangkah baiknya jika dana sebesar itu dapat kita alihkan untuk meningkatkan fungsi pendidikan. Jadi lebih menitikberatkan kepada aspek pemberdayaan, bagaimana agar TKI kita punya modal keterampilan yang bisa diandalkan,” terangnya. (zwr)

Komentar Anda