Banyak cara dilakukan untuk mencetak generasi penghafal Alqur'an, mulai mendirikan pondok pesantren hingga sekolah terbuka. Seperti yang dilakukan salah satu anggota DPRD Lombok Barat dari Fraksi PKS Hj. Nurul Adha bersama suaminya mendirikan Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan Mulia di Desa Kediri Selatan Kecamatan Kediri Lombok Barat.
HERY MAHARDIKA– GIRI MENANG
Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan Mulia berlokasi di Kota Santri-Kediri yang berada di belakang Pondok Pesantren Nurul Hakim. Sekolah ini berada di komplek perumahan anggota DPRD Lombok Barat dari Fraksi PKS Hj Nurul Adha dan didirikan di atas lahan kurang lebih 20 are.
SDIT sendiri berdiri berawal dari Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT) yang membina muridnya menjadi penghafal Alqur'an cilik. Di samping juga, ada niat Nurul Adha bersama suami pada awal pernikahannya yang menginginkan ada sekolah yang mengajar nilai-nilai keislaman lebih ditekankan pada hizful Quran. Suaminya sendiri seorang penghafal Alqur'an 30 Juz lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Atas dasar itu, peserta didik di TKIT yang didirikan Nurul Adha bersama suaminya ini telah mampu menghafal ayat-ayat pendek.
Anak-anak mampu menghafal dengan fasih dan cepat, sehingga berdampak pada perilaku anak dalam berinteraksi.
Para orangtua murid pun mendorong pengelola untuk mendirikan SDIT, agar anak-anak mereka bisa meneruskan sekolahnya di tempat yang sama sehingga ilmu yang diperoleh tidak terputus. “ Dari itulah kami mendirikan SDIT ini pada bulan Agustus tahun 2013, dengan jumlah murid pertama sebanyak 24 orang. Itu yang kami bina dengan niatan yang tulus dengan penuh ketekunan,” terang Nurul Adha Ketua Yayasan SDIT Insan Mulia kepada Radar Lombok, Selasa kemarin (28/6).
Meski usianya yang masih belia, sekolah ini telah mampu mencetak tahfidz cilik-cilik mulai dari 1 juz hingga 6 juz, bahkan telah melaksanakan tiga kali wisuda termasuk tahun ini. Ditargetkan murid selepas sekolah disini telah mampu menghafal Alqur'an sebanyak 30 juz. Atas kemampuannya ini, sekolah sering mengutus muridnya ikut lomba MTQ. Tahun lalu, murid SDIT berhasil meraih juara tingkat kabupaten yang diselenggarkan Kementerian Agama Lombok Barat.
Dalam usia tiga tahun ini, masyarakat memercayakan anak-anak mereka sekolah ke SDIT. Jumlah murid berkembang pesat. Kini telah mencapai 160 orang, sedangkan yang baru masuk pendaftaran 84 orang terdiri dari anak-anak pejabat Lombok Barat memasukan anak-anaknya bersekolah di tempat ini. “ Alhamdulillah tidak hanya masyarakat umum menyekolahkan anak-anaknya, banyak juga pejabat lebih memilih menyekolah anaknya ke sini seperti Kepala Dishubkominfo Lombok Barat, Kepala Dikbud, dan lainnya,” jelasnya.
Lembaga ini jelasnya, mendidik dengan hati dan mencetak generasi robani, sehingga para guru yang mengajar pun harus bisa menghafal Alqur'an. Kalaupun guru belum menghafal akan mengikuti adaptasi dengan ikut menghafal. Agar memberikan pendidikan yang berkualitas, pihak SDIT telah menyiapkan para guru yang berkompeten pada bidang keagamaan sebanyak 24 orang. Para guru inipun kerap kali diberikan pelatihan pendidikan terutama pada bidang tahfidz ke luar daerah seperti Yogyakarta. Sehingga mereka pun mampu mendekati anak-anak dengan pendekatan hati, sehingga kelebutan hati dan mengajar Alquran lebih cepat membentuk karakter anak menjadi insan yang mulia sesuai landasan nilai-nilai terkandung dalam Alqur'an. “ Guru kita semuanya menghafal, ada lulusan Kapek (Ponpes Azziyah, Kapek Gunung Sari), Ponpes Nurul Hakim dan ponpes lainnya ikut nimbrung mengajar,” tandasnya.
Pembinaan tahfidz di SDIT berbeda dengan ponpes lain. Kalau di ponpes bisa melakukan pengawasan langsung, sementara di SDIT sendiri para murid pulang pergi, artinya tidak tinggal di asrama. Namun, murid mampu menghafal ayat-ayat Alqur'an dengan cepat dan gamblang.
Adapun metode yang digunakan SDIT, yakni murid pertama kali masuk akan mengikuti seleksi tulis dan membaca Alqur'an. Hal ini dilakukan guna melihat kemampun murid supaya pemberian pembinaan disesuaikan dengan kemampuannya. Setelah itu baru digunakan metode talaki, yakni guru terlebih dahulu mempraktekkan bacaan baru diikuti para murid. Ayat yang hendak dihafal diulang-ulang sebanyak 10 kali. Karena, murid diajarkan ini harus mendengarkan dulu sebab tidak semua bisa membaca Alqur'an. Agar hasilnya bisa maksimal, murid dalam satu kelas dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri 10 orang. Dalam kelompok ini sendiri disesuaikan dengan kemampuan anak. Misalnya satu anak mampu menghafal selembar dalam sehari tentu harus disesuaikan dengan temannya yang lain. Begitu juga, bagi murid yang kemampuan menghafal tiga ayat. Sementara lagu yang digunakan yakni wafa. “ Disini tidak ditargetkan berapa harus dihafal, tetapi tahap pertama kita terus menggenjot tiga ayat per hari,” terangnya.
Jadwal menghafal sendiri dimulai sejak pukul 08.00-09.00 Wita.
Kadang-kadang waktunya pun dirolling dari pukul 09.00-10.00 Wita mulai hari Senin hingga Kamis. Baru hari Jumat menyetor hafalannya. Sedangkan, Sabtu dan Minggu libur.
Agar murid mampu menghafal Alqur'an dengan baik, maka dukungan orangtua sangat diperlukan. Orang tua berperan memberikan pelatihan hafalan ketika murid berada di rumahnya. Agar wali murid ikut terlibat pihaknya telah membentuk semacam forum yang rutin melakukan pertemuan. “ Dari murid kita saat ini sudah ada yang mampu menghafal 6 juz yang duduk kelas III, begitu kelas II sudah mampu menghafal 3-4 juz,” jelasnya.
Selain diajarkan tahfidz, murid pun tidak melupakan pelajaran umum. Bahkan di SDIT sendiri dua murid telah mampu meraih juara 1 pada olimpiade bahasa Inggris dan sains tingkat nasional di Bandung, Jawa Barat. Untuk mensukseskan program pihak sekolah terus menyatukan visi-misi antara yayasan, guru, dan wali murid. Termasuk dukungan para Tuan Guru di Kota Santri Kediri untuk terus mendapatkan motivasi. “ Sekolah ini adalah mimpi kami sudah lama dan kami pun terus memberikan prestasi yang baik,” pungkasnya.(*)