Mengenang Sosok Dian Wahyu Silviani Dosen Korban Pembunuhan, Keluarga Tidak Percaya Motif Pelaku

KENANGAN: Foto kenangan Wahyu Dian Silviani (34), bersama keluarganya, ayah, ibu dan saudara-saudaranya. (IST/RADAR LOMBOK)

Kasus pembunuhan Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta, Wahyu Dian Silviani (34), oleh kuli bangunan berinisial DF (23), di Perumahan Graha Sejahtera, Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, belum lama ini, sampai sekarang masih menyisakan kepedihan buat keluarganya di Kota Mataram, Provinsi NTB.

PIHAK keluarga mengaku masih tak percaya dengan meninggalnya Wahyu Dian Silviani, karena dibunuh seorang kuli bangunan berinisial DF di dalam rumahnya di Perumahan Graha Sejahtera. Pasalnya, Wahyu Dian dikenal sebagai pribadi yang baik hati, sopan santun dan tak punya masalah dengan orang lain.

Ayah korban, Prof. Moh Hasil Tamzil mengaku tahu betul bagaimana tingkah laku anaknya sehari-hari, yang adalah sosok yang mudah bergaul dengan siapa saja. “Si pelaku katanya sakit hati gegara dikatain dengan kata yang tidak wajar. Saya lebih tahu bagaimana behavior (perilaku, red) anak saya. Anak saya ini orang yang tidak banyak bicara. Anaknya sopan dan santun,” kata Prof Tamsil yang juga Guru Besar Fakultas Peternakan Unram ini, Ahad (27/8).

Karena itu lanjut Prof Tamsil, pihak keluarga masih tidak terima dengan motif pelaku DF, yang nekat membunuh Dian Wahyu Silviani, hanya lantaran sakit hati terhadap perkataan anaknya itu kepada pelaku. Dia pun meragukan keterangan dari pelaku DF, dan menduga ada sesuatu yang disembunyikan pelaku dibalik pengakuannya tersebut.

“Kalau muncul kalimat bahwa dia marah gara-gara dikatain, kayaknya tidak. Ini (pasti) ada sesuatu yang tersembunyi di balik pengakuan itu,” ujarnya meyakini.

Apalagi sebelum pembunuhan sadis yang menimpa putrinya itu, Prof Tamsil mengungkapkan bahwa korban sempat mengeluh padanya. Dia bercerita jika jam mengajarnya semakin berkurang. Sehingga itu berpengaruh terhadap penilaian pihak BKD.

“Setiap jam sembilan sampai jam sepuluh, kami selalu video call, bercanda semua. Dia (Wahyu Dian) cerita; biasanya banyak saya mengajar pak, tapi kok sekarang saya dapatnya cuma satu. Artinya untuk kepentingan BKD tidak cukup. Salah saya apa, katanya,” tutur Prof Tamsil menirukan ucapan anaknya.

Meski dia mengaku tegar dan sudah mengikhlaskan kepergian Dian. Namun Prof Tamsil tetap berharap agar pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan, dan tidak percaya sepenuhnya dengan kesaksian pelaku DF. “Saya berharap polisi harus cerdik melihat celah itu. Ada sesuatu dibalik ini, dan jangan puas dengan perkatan tersangka. Siapa tahu dia orang suruhan,” ujar Prof Tamsil.

Senada, adik korban, Fatin Nabila Fitri menyatakan bahwa kakaknya Dian adalah pribadi yang baik hati dan sangat menjaga lisannya. Selama mengunjungi kakaknya di Solo, dia mengamati kakaknya selalu berbuat baik dan berkata sopan kepada pelaku. Bahkan dia tidak segan-segan membelikan makan dan minum kepada pelaku yang saat itu bekerja memperbaiki rumah kakaknya.

“Dua minggu saya di Solo. Setelah seminggu balik dari Solo, saya ke Surabaya. Saya dapat kabar, dia (pelaku) bilang kakak saya tololin dia. Padahal kakak saya setiap ngecek ke rumah itu, cuma datang ngeliat dan berkata “nggih suwun pak” (ya terima kasih pak), sambil ngasih makanan minuman. Kakak saya sering mengajak saya siang bolong mencarikan mereka minuman dan makanan,” ucap Nabila.

Baca Juga :  MUHAMMAD AZWAR FUADI, PERWAKILAN INDONESIA DI FORUM ASEAN

Sebelum kejadian pembunuhan itu, Nabila bercerita jika dia dan korban sempat mendengar suara langkah kaki di atas genteng rumah. Nabila dan korban kemudian terbangun karena suara langkah kaki itu mirip manusia. Bahkan langkah kaki itu terus terdengar, hingga tepat di kamar tidur korban. Dia kemudian mengambil pisau untuk menjaga diri. Tapi karena pelaku mengetahui dia dan korban masih terjaga, akhirnya langkah kaki itu berhenti sampai pagi.

Nabila mengaku menyesal kenapa tidak menyuruh korban untuk tidur di rumah temannya. Malah membiarkan kakaknya tidur seorang diri, sehingga korban ditemukan meninggal dengan tidak wajar. “Setelah kejadian itu langsung aman dan tidak ada kejadian apa pun. Saya menyesal tidak menyuruh kakak saya tinggal sama teman-temannya, dan tidak tinggal disana seorang diri,” ujarnya.

Terpisah, salah satu rekan kerja korban di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, Septin Puji Astuti menyatakan masih tidak percaya terhadap kejadian naas yang menimpa Wahyu Dian.

“Saya dulu pernah tanya, gak menyesal mbak pilih kerja di sini? Katanya, nggak. Dia pernah jadi santri di Ponpes Assalaam (kemudian pindah). Makanya Solo bukan tempat asing. Yakin akan kerja di sini seterusnya? Yang dia langsung membuktikan membeli rumah disini, bareng-bareng satu kompleks bersama teman-teman seangkatannya,” terangnya.

Septin mengenal Wahyu Dian sebagai sosok yang pengertian, pekerja profesional serta mampu kerja tim. Dulu saat pertama kali bertemu dengan korban di UIN Raden Mas Said Surakarta, Septin sempat menanyakan apakah tidak menyesal kerja UIN Raden Mas Said Surakarta, dan orang tua mengizinkan atau tidak.

“Dia masih single. Bapak dan ibunya aslinya berat melepas dia. Tapi karena menjadi Dosen PNS itu impiannya, maka dia ambil aja. Kok pas, yang menerima lowongan Dosen Ilmu Lingkungan pada waktu itu hanya UIN Solo. Pelamarnya 63 orang kalau gak salah,” katanya.

Selama di UIN Solo, Wahyu Dian menunjukkan prestasi yang membanggakan kampusnya. Untuk sementara, dia ditempatkan menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Meski bukan berlatarbelakang ilmu ekonomi, pada tahun 2022 korban meraih predikat Best Paper of GAMAICEB in The 10th Gadjah Mada Internasional Conference on Economics and Business in Collaboration with The 7th Gadjah Mada Internasional Conference on Islamic Economics, Business, Accounting, and Finance.

Tahun ini, Wahyu Dian bahkan dipercaya membidani lahirnya Program Studi Ilmu Lingkungan di UIN Solo, dan telah menerima mahasiswa baru. Wahyu Dian pun membidani terbitnya Sustinere: Journal of Environment and Sustainability, jurnal berbahasa Inggris yang dipersiapkan terakreditasi Scopus.

Baca Juga :  Lalu Yulhaidir Pendiri Komunitas Parenting Lombok, Dirikan Ponpes Bertaraf Internasional, Perwakilan di 18 Provinsi dan 2 Negara

Korban juga tengah mempersiapkan diri melanjutkan studi Doktoral (S3) di Inggris, dengan beasiswa LPDP Kementerian Keuangan. Selain kegiatan akademik, jiwa Wahyu Dian yang mencintai lingkungan hidup, membuatnya tergerak menjadi pegiat Bank Sampah di Sukoharjo.

“Senin besok jadwal wawancara dia sebenarnya, dan saya yakin dia pasti lolos dan langsung berangkat. Karena IELTS-nya 7.5 dan sudah siap berangkat. S2-nya penerima Australia Award. Beberapa waktu lalu dia menjadi best presenter di international conference yang diadakan di UGM,” katanya.

“Jika saya KO, dia backup saya bersama satu teman lainnya. Kamis kemarin, siang-siang saat kami ngobrol di grup. Tangan saya mau ngetik Innalillahi wa inna ilaihi rojiun di Grup Saintek sampai gemeteran gak bisa ngetik,” sambungnya.

Meski jalan takdir kematian Wahyu Dian sudah digariskan Tuhan. Tapi Septin masih tidak percaya dengan pernyataan jika korban memaki si pelaku. Menurutnya banyak kejanggalan atas alasan membunuh korban.

“Saya bersaksi, Dian itu bicaranya halus banget. Sangat tidak mungkin dia bicara kasar, apalagi sampai ngomong tolol. Di Saintek itu, yang memungkinkan ngomong tolol itu paling aku sama Koh Ronnawan Juniatmoko. Lainnya itu alusan kabeh (halus semua),” bebernya.

Salah satu teman sekolah dasar (SD) korban, Suciati Muradi juga mengenal Wahyu Dian sebagai anak yang ramah, baik hati sopan, dan cerdas. Saat pembagian raport pun selalu menjadi bintang kelas. “Pipin, begitu kami menyapa teman kecil kami yang kami kenal sejak awal SD. Lulus S1, Pipin mendapat beasiswa S2 di bidang lingkungan di Australia. Ah bangganya kami, sahabat kecil kami, bisa merasakan pendidikan tinggi yang luar biasa. Kami pun merasakan euforianya,” kenangnya.

Prestasi yang diraih korban tidak lantas membuatnya lupa pada teman-teman kecilnya. Pipin dewasa masih tetap ramah, masih sangat sopan, dan tidak sekalipun pernah keluar kata kasar darinya. Sepekan sebelum kematiannya, korban sempat bertukar kabar dan bercanda, serta mengenang masa kecil bersama teman-temannya via grup WA. Bahkan kami berencana reuni kecil-kecilan via zoom, karena teman-teman SD sudah berpencar di berbagai daerah.

“Tapi ternyata itu adalah komunikasi terakhir kami dengannya. Kamis, 24 Agustus 2023, ba’da maghrib, hati kami hancur mendapat berita kepergiannya untuk selamanya. Terlebih saat mengetahui penyebab kepergiannya. Kami marah. Tak pernah terbayangkan Pipin harus berjuang sendiri menghadapi pria keji itu,” ujarnya.

“Umur rahasia Allah SWT, kematian adalah sebuah keniscayaan. Kita hanya perlu mempersiapkan diri untuk kedatangannya. Kami ikhlas, insyaallah husnul khotimah. Surga menantimu sahabatku,” tutup Suciati. (**)

Komentar Anda