Polisi dan BPOM Turun Pastikan SE Kemenkes Dipatuhi

MONITOR: Polisi dan BPOM Mataram memonitor sejumlah apotek dan distributor obat di Kota Mataram, dan menemukan obat sirop yang sudah dikarantina dan akan dikembalikan ke distributor, Selasa (25/10).(ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Sat Reskrim Polresta Mataram dan BPOM Mataram, menemukan ribuan botol obat sirop mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), yang sudah di karantina oleh salah satu distributor obat di Kota Mataram, ketika turun melakukan monitoring ke sejumlah apotek dan distributor, Selasa (25/10) kemarin.

Salah satu distributor obat yang dimonitoring adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF) bertempat di Jalan Saleh Sungkar No. 31 Ampenan. Di tempat ini terdapat produk Unibebi Cough Syrup (obat flu dan batuk) dengan jumlah 1.026 botol sudah dalam posisi dikarantina, guna mencegah peredarannya, dan akan dikembalikan ke pabrik. “Obat yang kami temukan itu sudah dikarantina, tinggal menunggu dikembalikan ke pabrik saja,” kata Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa, Selasa (25/10).

Diyakini, obat yang ditemukan tersebut merupakan obat-obat yang sudah dikatakan dilarang diedarkan. Hanya saja, distributor masih menunggu kapan akan dikembalikan ke pabrik saja. “Tinggal menunggu kapan akan dikembalikan. Obat-obatan yang dikarantina itu tidak diedarkan,” sebutnya.

Sementara di apotek, obat-obatan yang dilarang beredar tidak ada yang ditemukan. Apotek yang dimonitor, yaitu apotek Kimia Farma, Apotek Mataram yang berada di Jalan Catur Warga, Kota Mataram, dan apotek Cendana di Jalan Saleh Sungkar No 41 Ampenan. “Di apotek ini, tidak ada obat yang dilarang diedarkan yang kami temukan,” imbuhnya.

“Kami mengimbau kepada pelaku usaha obat-obatan supaya obat yang sudah dikategorikan untuk dilarang diedarkan, agar tidak diedarkan,” sambung Kadek.

Tak hanya di Kota Mataram, pihak Dinas Kesehatan (Dikes) Lobar, bersama Polres Lobar dan BPOM Mataram, juga melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah apotek dan toko kelontong penjual obat yang ada di Kabupaten Lobar.

Sidak yang dipimpin langsung Kepala Dikes Lobar, Arief Suryawirawan itu menyisir beberapa apotek dan toko kelontong penjual obat di wilayah Gerung, untuk memastikan apotek, toko kelontong, dan juga gerai modern di Lobar menjalankan intruksi Kemenkes.

Dari sidak tersebut, memang ditemukan obat dalam bentuk sirop yang tak boleh beredar. Namun sudah disisihkan, dan tidak dijual lagi  oleh pihak pengelola. “Lima produk itu sudah kita data, dan akan ditindaklanjuti dengan pengembalian ke distributor,” imbuhnya.

Pihaknya tidak melakukan penarikan, tapi pihak pengelola akan dikembalikan ke pihak distributor sesuai aturan yang berlaku. Pengembalian itu akan dilakukan dalam kurun waktu 80 hari dari sekarang, untuk ke lima produk obat tersebut.

Dikonfirmasi terkait adanya masyarakat yang sudah terlanjut membeli obat-obatan yang dilarang tersebut. Pihak Dikes Lobar mengimbau kepada warga untuk menghentikan sementara penggunaan obat-obatan dimaksud. “Kami imbau untuk tidak mengkonsumsinya, atau perlu juga melakukan konsultasi ke tenaga Kesehatan yang ada di wilayah masing-masing,” imbaunya.

Sementara itu, Pengelola Apotek Kartini di wilayah Gerung, Candra Eka Puspita Sari mengakui bahwa obat-obatan yang dilarang edar tersebut, ada yang sudah ditarik oleh pihak distributor. Sedangkan sisanya masih menunggu. “Penarikannya sesuai dengan yang kita order. Tapi ada juga yang sudah terlanjur terjual,” ungkapnya.

Candra mengakui, bahwa obat-obatan yang ditarik itu adalah obat yang sering dibeli masyarakat. “Untuk resep dokter, apotek kami tidak terlalu banyak menerima resep dokter. Namun yang jelas, kami sudah tidak menjual sirop sama sekali, dan masyarakat kita imbau beralih ke tablet,” ujarnya.

Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, menyampaikan pihak kepolisian akan mendampingi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang melakukan patroli ke apotek-apotek, sebagai bentuk pengawasan yang dilakukan dengan stakeholder terkait.

Terkait dengan sirop yang sudah dan tidak boleh diedarkan, pihaknya akan terus melakukan update. Juga akan selalu mengawasi apotek-apotek agar tidak mengedarkan obat-obatan yang masuk dalam kategori dilarang diedarkan. “Pengawasan ini lebih ke apotek-apotek dulu, kalau fasilitas kesehatan (Faskes) sudah ada dinas yang mendampingi,” katanya.

Apabila ada ditemukan obat sirop atau cair yang diduga menjadi penyebab GGAPA pada anak, maka pihaknya akan meminta kepada pihak apotek dan pedagang obat untuk tidak menjual kepada konsumen, sebelum adanya keputusan dari pusat yang menyatakan produk itu aman untuk dijual kembali. “Kami minta untuk disimpan dan jangan dijual dahulu,” ujarnya.

Dijelaskan, Kementerian Kesehatan RI melalui surat edaran (SE) Nomor: HK.02.02/III/3515/2022, tanggal 24 Oktober 2022, mengeluarkan petunjuk penggunaan obat sirop maupun cair pada anak dalam rangka pencegahan peningkatan kasus GGAPA atau Atypical Progressive Acute Kidney Injury.

Dalam surat yang ditandatangani Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan drg. Murti Utami, menyampaikan penjelasan dari BPOM RI tentang daftar obat sirop yang tidak mengandung zat kimia yang diduga menjadi penyebab kasus GGAPA pada anak, yakni Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan atau Gliserin/Gliserol, serta yang aman digunakan sesuai aturan pakai.

Kemenkes RI melalui surat tersebut juga menyampaikan perihal jumlah kasus GGAPA pada anak per tanggal 23 Oktober 2022. Tercatat ada sebanyak 245 kasus pada anak dengan persentase pasien sembuh 16 persen, dalam perawatan 27 persen, dan meninggal dunia 57 persen.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi NTB, dr. HL. Hamzi Fikri mengatakan, jika mengacu pada data laporan di Event Base Surveilans (EBS) atau SKDR per tanggal 22 Oktober 2022. Maka angka kasus gagal ginjal akut pada anak di NTB masih nihil, atau belum ditemukan kasus. Hal tersebut juga mengacu pada Surat Edaran (SE) Nomor : 01 .05/III / 3461/ 2022 Perihal Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan kasus gangguan ginjal akut Atipical.

Pihaknya juga telah mengeluarkan imbauan kepada masayarakat, yakni tidak mengonsumsi obat-obatan dalam bentuk sirop secara bebas. Kemudian, perawatan anak sakit lebih mengedepankan tatalaksana non farmakologis atau tanpa obat.

Sejumlah pedagang di Pusat Obat dan Alat Kesehatan Kota Mataram mengeluhkan omzet penjualannya menurun, usai Kemenkes mengeluarkan surat edaran terkait penghentian penjualan obat sirop, demi mengendalikan kasus gangguan ginjal akut pada anak.

“Setelah adanya larangan menjual obat sirop untuk anak. Pastilah omset kita menurun. Mungkin dibawah 50 persen,” ungkap salah satu apoteker di Apotek Ampenan, Eva Salsabila, Selasa (25/10).

Eva menyebut 5 merek obat sirop yang ditarik dari peredaran, karena mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas aman. Diantaranya Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml. Serta ada Termorex Sirop (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

“Obat-obatan sirop itu ada di apotik. Tapi berdasarkan surat edaran itu, kita kembalikan ke tempat biasa ambil (distributor),” sambungnya.

Menurut Eva beredarnya informasi yang menyebut gagal ginjal akut yang dialami anak-anak diduga karena obat sirop, sangat berdampak terhadap penjualan obat di beberapa apotik lainnya di Kota Mataram. Banyak masyarakat mulai resah untuk membeli obat. Karena rasa khawatir terhadap kandungan obat yang dijual di apotek.

“Kondisi cuaca yang tidak menentu biasanya banyak demam, batuk dan pilek. masyarakat butuh obat demi pemulihan. Sayangnya, karena ada isu gagal ginjal akut menjadi kekhawatiran mereka membeli obat, terutama obat sirop bagi anak-anak,” terangnya.

Meski begitu, kata Eva, tidak sedikit dari masyarakat yang belum mengetahui bahwa beberapa obat sirop telah ditarik dari peredarannya.

Eva menyarankan bagi masyarakat yang ingin membeli obat sirop di apotek. Lebih baik berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak dokter. Sementara obat untuk anak-anak diusia 2 tahun bisa menggunakan obat oles seperti balsem. “Karena tidak semua masyarakat mengetahui informasi ini. Nah kita kasih tau infonya, terus disosialisasikan ke masyarakat dan ada pemberitahuan juga dari kami,” ucapnya.

Kekhawatiran juga disampaikan salah satu warga asal Pagesangan, Nurhandayani. Dirinya mengaku mulai berhati-hati membeli obat-obatan untuk anaknya. Terlebih informasi yang beredar. Ada gagal ginjal akut pada anak, akibat mengonsumsi obat sirop yang dijual di apotek. “Ini menjadi perhatian kita para orang tua untuk lebih berhati-hati. Kalau khawatir pastilah. Kita berharap pemerintah memberikan penanganan dengan cepat untuk kasus ini,” ujarnya. (cr-sid/cr-rat/ami)

Komentar Anda