Polda Gandeng PPATK Ungkap Kasus Marcing Band

AKBP Syarif Hidayat
AKBP Syarif Hidayat.( DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Polda NTB menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menangani kasus pengadaan Marcing Band di lingkup Dikbud  NTB.

Kasubdit III AKBP Syarif Hidayat mengungkapkan alasan pihaknya menggandeng PPATK adalah untuk mengetahui apakah ada aliran dana tertentu yang berkaitan dengan proyek ini yang menguntungkan tersangka dan orang lain. “Itu yang kita kejar,” ungkapnya, Selasa (5/11).

Syarif mengaku pihaknya telah bersurat kepada PPATK dan kini tinggal menunggu jawaban dari pihak sana. Oleh PPATK nantinya uang yang ada di rekening tersangka bakal ditelusuri darimana saja asalnya. “Misalnya ada masuk uang lima puluh atau seratus, itu darimana masuknya  akan kita cek. Termasuk waktu masuknya apakah sebelum pengerjaan proyek atau sesudahnya. Panjang prosesnya,”ungkapnya.

Selain menggandeng PPATK, penyidik juga akan  kembali mendagangkan KPK untuk duduk bersama mencari penyelesaiannya.  Sebab sampai saat ini kasus tersebut tak kunjung tuntas. Berkas tersangka yang dilimpahkan ke jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi NTB selalu saja dikembalikan dengan alas an ada petunjuk yang mesti dilengkapi. Petunjuk yang harus dilengkapi penyidik tersebut soal harga pembanding dari sejumlah item alat musik yang dibeli. Penyidik menilai harga terhadap barang terlalu mahal.

Nah, untuk membuktikan satu barang terlampau mahal, maka diperlukan pembanding. Tetapi dalam berkas penyidik kepolisian tidak mencantumkan harga pembandingnya.

Sebelumnya KPK juga pernah datang melakukan kordinasi dan supervisi (korsup) kasus ini. KPK kemudian menemukan perbedaan pendapat antara penyidik dengan jaksa peeneliti. Namun penyidik diminta memenuhi petunjuk dari jaksa peneliti terkait harga pembanding tersebut.

Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan dua tersangka yaitu Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dinas Dikbud Provinsi NTB, MI dan berkas tersangka Direktur CV EE, berinisial LB.

Diketahui bahwa tersangka MI berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), memecah proyek tersebut menjadi dua paket pengadaan. Paket pertama dianggarkan sebagai belanja modal dengan nilai HPS Rp 1,68 miliar dari pagu anggaran Rp 1,70 miliar. Paket pertama ini dibagikan kepada lima SMA/SMK negeri di NTB.

Kemudian mncul perusahaan lokal dari Kabupaten Lombok Tengah, CV Embun Emas, sebagai pemenang tender paket pertama dengan nilai penawaran proyek Rp 1,57 miliar. Begitu juga dengan paket kedua yang dianggarkan sebagai belanja hibah untuk pengadaan bagi empat sekolah swasta di NTB. Dengan nilai HPS Rp 1,062 miliar, CV Embun Emas kembali muncul sebagai pemenang tender dengan nilai penawaran Rp 982,43 juta.

Lebih lanjut, direktur perusahaan CV Embun Emas yang berinisial LB, ditetapkan sebagai tersangka kedua. Keterlibatan LB dalam kasus ini terungkap dari adanya bukti dugaan permufakatan jahat dengan PPK proyek, MI. Kedua tersangka dalam berkasnya dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Anggaran pengadaan alat marching band bersumber dari APBD NTB tahun 2017 total nilainya Rp 2,7 miliar. Proyek belanja modal senilai Rp 1,7 miliar, diperuntukkan bagi lima SMA/SMK negeri.
Sementara, belanja hibah senilai Rp 1,06 miliar bagi empat sekolah swasta. Proyek diduga dikorupsi dengan modus mark up harga barang. Kerugian negaranya sebesar Rp 702 juta sesuai hitungan BPKP Perwakilan NTB. (der)

Komentar Anda