Persekongkolan Korupsi Marching Band Dimulai Saat Susun HPS

SIDANG: Terdakwa Muhammad Irwin (kanan) dan Lalu Buntaran (kiri) duduk di kursi pesakitan saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan, dari jaksa penuntut. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Kasus korupsi pengadaan alat kesenian “marching band” Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, dengan terdakwa Muhammad Irwin dan Lalu Buntaran mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Selasa (17/10).

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu, terdakwa disebutĀ  kongkalikong dalam pengadaan alat kesenian tahun 2017 tersebut. Sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 702 juta.

“Muhammad Irwin dan Lalu Buntaran alias Ading melakukan persekongkolan sejak penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS),” sebut Sahdi selaku perwakilan jaksa penuntut membacakan dakwaan, kemarin.

Tidak hanya itu, persekongkolan itu juga terjadi saat penentuan spesifikasi peralatan Marching Band pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, yang nantinya diperuntukkan guna meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah menengah atas.

Terdakwa Muhammad Irwin dalam kasus ini berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), sedangkan Lalu Buntaran berperan penyedia barang. Untuk pengadaan alat Marching Band itu, dianggarkan dalam dalam dua paket pengadaan.

Baca Juga :  Polisi Bersiap Kembali Lakukan Tilang Manual

Paket pertama, PPK menyusun HPS senilai Rp1,69 miliar untuk 8 unit pengadaan alat Marching Band. Sementara paket kedua, HPS senilai Rp1,06 miliar untuk 5 unit pengadaan alat Marching Band.

Kedua paket itu dimenangkan CV Embun Emas dengan nilai penawaran berbeda. Paket pertama dengan nilai penawaran Rp 1,57 miliar, sedangkan paket kedua sebesar Rp 982 juta. Muhammad Irwin, selaku PPK pertama kali menentukan nilai HPS dengan meminta anak buahnya Sabarudin untuk melakukan survei pasar. Melalui internet, Sabarudin mendapatkan sebanyak 17 rekomendasi alat Marching Band. “Itu didapatkan dari Julang Marching Band yang ada di Sleman, Yogyakarta,” katanya.

Kemudian diserahkan ke terdakwa Muhammad Irwin. Selanjutnya, Muhammad Irwin menyerahkannya ke terdakwa lalu Buntaran dan saksi Sapoan. Dengan daftar yang diterima dari terdakwa Muhammad Irwin, terdakwa Lalu Buntaran menghubungi Julang Marching Band dan meminta daftar harga untuk satu unit alat Marching Band tersebut. “Usai mendapatkan daftar harga, Lalu Buntaran menyerahkannya ke Muhammad Irwin,” ujarnya.

Baca Juga :  DPO Korupsi Asrama Haji Masih Berkeliaran

Penyerahan daftar harga diserahkan di Kantor Dinas Dikbud NTB. Lalu, daftar harga itu dipergunakan untuk menyusun HPS untuk satu unit kelengkapan alat Marching Band. “Nilainya sebesar Rp 212 juta,” bebernya.

Terungkap di dalam dakwaan, CV Embun Emas yang keluar sebagai pemenang bukan miliknya terdakwa Lalu Buntaran, melainkan milik adiknya.

Dan jaksa dalam dakwaan, menyebutkan Lalu Buntaran melakukan monopoli. Hal itu dikarenakan dari belasan perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, hanya CV Embun Emas yang melampirkan harga penawaran. “Juga tidak menyalurkan barang sesuai spesifikasi perencanaan,” katanya.

Atas tindakannya, kedua terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 702 juta berdasarkan hasil audit BPKP NTB. (sid)

Komentar Anda