Perjuangan Turmuzi Menjadi Sarjana Terbaik dari Hasil Jualan Cilok

Tolak Jadi TKI, Sempat Tersiram Air Bakso Mendidih

Perjuangan Turmuzi Menjadi Sarjana Terbaik dari Hasil Jualan Cilok
WISUDA: Turmuzi begitu bahagia didampingi Ketua STAI Al-Gazali Barru, Drs H Mustafa Hamid saat wisuda dengan predikat lulusan terbaik dari biaya menjual cilok. (Turmuzi For Radar Lombok)

Menjadi orang berperestasi dan bisa membanggakan kedua orang tua telah menjadi cita-cita Turmuzi sejak kecil. Pemuda 28 tahun asal Desa Jago Kecamatan Praya ini, kemudian membuktikan cita-citanya ketika kuliah di STAI Al-Gazali Sulawesi Selatan.


M HAERUDDIN-PRAYA


TURMUZI merupakan anak  keempat dari lima bersaudara dari pasangan Musa dan almarhumah Kamariah. Ia dilahirkan dari anak yang bukan orang kaya. Sehari-hari orang tuanya hanya bekerja sebagai buruh tani. Pekerjaan orang tuanya itulah yang membuat dirinya harus banting tulang untuk membiayai diri untuk kuliah.

Dengan kondisi ekonomi orang tuanya tanpa penghasil tetap, tidak mungkin seorang Turmuzi bisa sekolah tinggi. Jangankan untuk kuliah, untuk biaya hidup sehari-hari saja ia sangat kesulitan. Bahkan setelah selesai menempuh pendidikan SMA, orang tuanya meminta agar dirinya merantau ke Malaysia untuk menjadi TKI. Tetapi cita-cita Turmuzi bukan menjadi seorang TKI seperti saran orang tuanya itu. Ia bertekad lahir dari keluarga yang kurang mampu bukan menjadi alasan untuk tidak melanjutkan sekolah.

BACA JUGA: Siti Sumardianti, Caleg Yang Sehari-Hari Jual Sosis Bakar

Ia meyakini, jika siapapun yang peduli dengan bangsa ini untuk masa depan yang lebih baik, maka harus menuntut ilmu yang setinggi- tingginya. Jangan pernah menyerah dengan alasan tidak ada biaya, namun jika terus berusaha maka sudah pasti Tuhan akan memberikan jalan. Turmuzi juga yakin jika usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. “Alhamdulilah meskipun sehari-hari saya bekerja menjual bakso cilok untuk membiayai kuliah saya di rantauan, ternyata saya bisa menjadi lulusan terbaik keempat. Saya yudisium pada 27 Januari kemarin dan baru wisuda pada 6 Februari kemarin juga. Saya merasa terharu bisa menyelesaikan kuliah saya,” ungkap Turmuzi kepada Radar Lombok, Selasa kemarin (19/2).

Apa yang ia raih saat ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia bahkan sempat putus kuliah karena terkendala biaya. Setelah selesai menempuh pendidikan SMA di Darul Falah Mataram, ia sempat kuliah gratis di perguruan tinggi Khalid Bin Walid Pagesangan. “Tapi saat itu saya berhenti karena faktor ekonomi sehingga memilih untuk balik ke kampung halaman di Desa Jago,” tambahnya.

Harapanya untuk bisa menempuh pendidikan tinggi saat itu hampir pupus, karena saat tiba di kampung halaman oleh orang tua meminta dirinya untuk merantau ke Malaysia. Tapi karena keinginan yang tinggi untuk kuliah membuat dirinya tidak bisa mengikuti keinginan orang tua agar dirinya ke Malaysia. “Tahun 2012 bulan April saya diajak ke Kabupaten Barru Sulawesi Selatan sama keluarga,” ceritanya.

Kedatanganya ke tanah rantau itu bukan untuk kuliah, tapi untuk menjual bakso dan gorengan. Di sanalah awal hidupnya berubah, ia mulai belajar untuk membuat bakso dan gorengan. Di sana ia bekerja selama dua tahun dan menumpang di rumah pamannya yang juga merupakan warga Desa Jago itu. “Setelah saya banyak belajar dan bisa menguasai cara membuat bakso. Maka saya berinisiatif untuk mendirikan usaha sendiri dan memilih untuk kuliah di STAI AL-Gazali Barru. Karena biayanya bisa saya jangkau, dan akredatasinya B, saya ambil yang masuk siang,” katanya.

Menjalani kuliah sambil bekerja ternyata tidak gampang, meskipun banyak rintangan yang dilalui selama kerja sambil kuliah. Mulai  dari kena demam berdarah sampai tersiram seluruh punggung dengan air bakso yang  mendidih. Namun hal itu bisa dilalui dengan sabar. “Lokasi saya jualan di pasar-pasar dan di sekolah setiap paginya jualan dan kadang ke kampus pergi kuliah sambil jualan,” tambahnya.

BACA JUGA: Perjalanan Zigi, Karateka Kebanggaan Indonesia Asal NTB

Trumuzi juga tidak sedikitpun merasa malu dengan pekerjaan yang dilakukan. Terlebih respons dosen sangat mengapresiasi apa yang dilakukanya itu, terutama Ustad Syamsuriadi  yang merupakan Puket 1. Bahkan setelah semester tiga, ia diikutsertakan menjadi tenaga honorer di MA/MTs di sebuah yayasan di Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru dan dipercayakan mengajarkan Bahasa Arab. “Alahmdulilah seiring berjalanannya waktu sampai selssai juga kemarin yudisium tanggal 27 Januari 2018 dan acara wisudanya 6 Februari 2019,” ungkapnya.

Saat ini, Turmuzi mempersiapkandiri untuk melanjutkan S2. Ia juga berinisatif untuk menyewa tempat di dekat kampus untuk berjualan supaya ada tambahan mengumpulkan dana biaya S2 yang ada pendaftarannya terbuka bulan Juli nanti. “Yang jelas kalau kita mau berusaha maka Tuhan akan mempermudah kita,” tandas Turmuzi. (**)