Pemprov Pastikan tak Ada Ponpes Terpapar Paham Radikalisme

Ruslan Abdul Gani (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB memastikan tidak ada Pondok Pesantren (Ponpes) di NTB, yang terindikasi masuk dalam jaringan teroris, dan menyebarkan paham radikalisme. Hal ini menyusul ditangkapnya sejumlah oknum terduga teroris oleh Tim Densus 88 Mabes Polri di beberapa daerah NTB, belum lama ini.

“Sampai hari ini tidak ada kita temukan pondok (Ponpes) yang terindikasi menyebarkan paham radikalisme. (Jadi) tidak ada kelompok (Ponpes, red), (tapi) ini hanya segelintir orang,” ungkap Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) NTB, Ruslan Abdul Gani, saat ditemui di Kantornya, Rabu (25/10).

Wakil Ketua Organisasi Muhammadiyah ini juga menegaskan, bahwa para terduga teroris yang ditangkap oleh Tim Densus 88 tidak pernah membuat sekolah ataupun Ponpes yang digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan paham radikalisme, sebagaimana informasi yang tersebar di media online.

Sehingga ditegaskan Ruslan, para oknum yang ditangkap Tim Densus 88 di beberapa daerah di NTB tersebut, tidak menjadi representatif Ponpes menyebarkan paham radikalisme. Demikian berdasarkan hasil rapat yang telah dilakukan Pemprov NTB bersama BNPT, tidak ada satupun ditemukan Ponpes di NTB yang berafiliasi dengan jaringan teroris.

Baca Juga :  Izin Proyek Global Hub KLU Berakhir

“Sejak awal saya katakan, tidak ada pondok (Ponpes), tapi hanya segelintir orang. Masak kita (dikatakan) menyudutkan satu kelompok. Apalagi berbicara masyarakat, tidak bisa kita katakan bahwa itu suatu organisasi atau pondok, karena (terduga) hanya beberapa orang saja,” tegas Ruslan.

Terhadap salah satu terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88 di Lombok Timur, Ruslan menyebut yang bersangkutan adalah orang luar, alias pendatang. Kebetulan dia hanya mengontrak di Lombok Timur, dan usianya pun relatif sudah tua, sekitar 65 tahun.

Untuk menangani kasus penyebaran paham radikalisme dan tindakan terorisme ini, tentu tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi dibutuhkan keterlibatan semua pihak untuk mengantisipasi dan mencegah penyebaran paham radikal tersebut.

Selain melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Pemerintah juga sudah membentuk Tim Satgas sendiri yang berkolaborasi dengan stake holder lainnya seperti BNPT dan APH untuk pencegahan penyebaran paham radikalisme.

“Itu yang kita lakukan lewat FKUB, karena pencegahan itu sangat optimal melalui pendekatan masyarakat. Karena kalau cari semuanya, tidak mungkin bisa, susah. Paling bagus dan pas melalui kelompok-kelompok organisasi masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga :  Hakim Tolak Praperadilan Mantan Kadis ESDM NTB Tersangka Kasus Pasir Besi

Pada kesempatan yang sama, Ketua FKUB NTB, TGH. Muhammad Subki Sasaki menangapi terkait beredarnya informasi mengenai banyak Ponpes yang diduga terindikasi paham radikalisme. Pihaknya meyakini bahwa pemerintah tahu betul bagaimana peran santri di Ponpes.

Hany saja perlu disadari, bahwa banyak informasi global dari gerakan-gerakan internasional yang kemudian diserap oleh siapapun, baik itu individu maupun kelompok tanpa disaring terlebih dahulu. Korbannya bisa saja insan Ponpes, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat luas.

“Beliau (Kepala Bakesbangpoldagri, red) tidak pernah menyebut satu nama pondok, tidak ada. Saya kira narasi Pak Kaban itu muncul dari rasa tanggung jawab beliau yang diamanahi oleh Bapak Gubernur untuk melakukan filter di tahun politik ini,” tegasnya.

Sebenarnya masyarakat tidak perlu khawatir dengan sistem pendidikan di Ponpes. Karena sebagian besar kurikulum di Ponpes juga mengacu pada Islam rahmatul lilalamin, yakni Islam yang berkebangsaan, berkebudayaan dan lainnya. “Setiap ruang harus kita waspadai, supaya tidak terkena paham-paham yang kontra dengan konsep berbangsa kita,” pungkasnya. (rat)

Komentar Anda