Kisah Inspiratif Fatmah, Pedagang Sayur yang Naik Haji

Salah satu Calon Jamaah Haji (CJH) Kota Mataram tahun ini adalah Fatmah, perempuan usia senja yang sehari-hari berjualan sayur di Pasar Pagesangan. Ia rajin menabung dari hasil jualan sayur untuk keperluan biaya menuju Baitullah.

 


SUDIRMAN-MATARAM


 

Fatmah berasal dari Lingkungan Karang Seme Kelurahan Karang Pule. Ia berdagang sayur-sayuran di Pasar Pagesangan sejak tahun 1996. Ia adalah sosok perempuan pekerja keras. Dari hasil berjualan sayur, ia sisihkan uang untuk menabung untuk keperluan berhaji.

Setiap hari istri dari H. Rafie (almarhum) ini terus bekerja keras untuk bisa menggapai impiannya berhaji.  Ia punya 8 anak yang berjuang bersamanya memenuhi kebutuhan hidup.

Ia ditinggal suami tercinta pada tahun 2000.  Ia adalah sosok perempuan tangguh yang tidak pernah mengeluh. Fatmah ikhlas menjalani hidup sebagai pedagang sayur. Setiap hari ia memulai aktivitas mulai pukul 03.00 Wita. Ia butuh mempersiapkan barang dagangan lalu sholat subuh. Sehabis itu ia akan berangkat ke pasar.

Baca Juga :  Mengenal Munakip,Mantan Kusir Cidomo yang Jadi Andalan NTB di PON

Fatmah tercatat sebagai pendaftar haji dan akan terbang ke Makkah pada tanggal 24 Agustus mendatang. Ia masuk kloter utuh Kota Mataram. Impiannya untuk berziarah ke makam Rasulullah  akhirnya akan kesampaian. “ Setiap malam saya sholat tahajjud,  selalu berdoa untuk bisa naik haji,”  ungkapnya saat ditemui di rumahnya kemarin.

Yang perlu dicatat, ia punya 30 cucu. Saat ditemui, ia tengah bersantai. Fatma menuturkan, sejak tahun 1997 sudah mulai  gemar menabung sedikit demi sedikit uang dikumpulkan. Setelah itu ia mendaftar haji.

Baca Juga :  Pantai Gading, Wisata Murah Pilihan Rakyat di Kota Mataram

Untungnya berjualan sayur tidak banyak. Dengan modal sekitar Rp 50 ribu per hari, ia bisa dapat untung sekitar Rp 30 ribu. Dari keuntungan ini, ia menyisihkan Rp 10 ribu untuk haji. Selama bertahun-tahun, ia bisa mengumpulkan belasan juta. “Setelah terkumpul anak-anak yang melunasi BPIH-nya,”ungkapnya.

Anak pertamanya, Muhammad Haitami, menambahkan, ibunya bekerja keras. “ Saya sempat merantau ke Malaysia untuk membantu melunasi BPIH ibu,” ungkapnya.

Pelunasan BPIH dilakukan lewat urunan anak-anaknya. Ada yang mengeluarkan Rp 200 ribu, ada juga yang menyerahkan Rp 10 juta. “ Impian sudah lama,  alhamdulillah bisa tercapai. Meski sudah usia renta, namun aktivitas berjualan tetap dilakukan. Dibantu sang cucu dan menantu dipasar,” ungkapnya.(*)

Komentar Anda