Kematian Pasien Positif Covid di NTB Lampaui Angka Nasional

PEMAKAMAN COVID: Jumlah kematian Covid-19 di Provinsi NTB cukup tinggi, 4,4 persen, atau melebihi angka nasional yang sebesar 2,7 persen. Tampak petugas sedang melakukan pemakaman dengan Prokes Covid-19. (ZULKIFLI/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kasus kematian Covid-19 di NTB masih cukup tinggi, bahkan jumlahnya melampaui angka secara nasional. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, HL Gita Ariadi, setelah melihat trend angka kasus kematian yang setiap hari terus bertambah.

“O ya itu makanya dari awal kita sudah memetakan bahwa yang rentan dan yang diwaspadai adalah yang usia lanjut usia (Lansia), komorbid dan lainnya,” kata Sekda saat ditemui di Kantor Gubernur NTB, Rabu (27/4).

Disampaikan, dari data angka jumlah kasus positif Covid-19 hingga tanggal 27 April 2021, sudah mencapai 12.082 orang, dengan perincian 10.483 orang sudah sembuh, dinyatakan meninggal sebanyak 533 orang, serta 1.066 orang masih positif.

Selanjutnya jumlah kasus Suspek sebanyak 19.086 orang, dengan perincian 226 orang atau 1,2 persen masih dalam isolasi, 47 orang atau 0,2 persen masih berstatus probable, 18.813 orang atau 98,6 persen sudah discarded.

Jumlah kontak erat yaitu orang yang kontak erat dengan pasien positif Covid-19, namun tanpa gejala sebanyak 80.428 orang, terdiri dari 3.508 orang atau 4,4 persen masih dalam karantina, dan 76.920 orang atau 95,6 persen selesai karantina.

Sedangkan pelaku perjalanan yaitu orang yang pernah melakukan perjalanan dari daerah terjangkit Covid-19 sebanyak 113.998 orang, yang masih menjalani karantina sebanyak 444 orang atau 0,4 persen, dan yang selesai menjalani masa karantina 14 hari sebanyak 113.554 orang atau 99,6 persen. “Tapi kita tetap ikhtiar untuk mengurangi angka kematian pasien positif Covid-19,” tegas Gita.

Baca Juga :  PMK Turun, THR ASN Bisa Dicairkan

Disebutkan, tingkat angka kematian pasien positif di NTB sudah melampaui angka kematian secara nasional. Bahkan sekarang tingkat kematian sudah diangkan 4,4 persen. Sedangkan secara nasional tingkat kematian baru mencapai 2,7 persen. “Sekarang tingkat kematian kita mencapai 4,4 persen. Sedangkan nasional 2,7 persen. Artinya kita masih harus bekerja keras,” sebutnya.

Ditempat yang sama, Asisten III Setda Provinsi NTB, dr Hj Nurhandini Eka Dewi menjelaskan, tingginya angka kasus kematian di NTB, masih dipengaruhi oleh pasien yang mengalami penyakit bawaan atau yang disebut dengan pasien komorbid. “Karena memang pasien komorbid Lansia risiko kematiannya cukup tinggi. Makanya langkah yang kita lakukan percepatan vaksinasi Lansia, supaya perlindungan Lansia bisa maksimal,” jelasnya.

Berdasarkan data cakupan vaksinasi Covid-19 di NTB, per 27 April 2021 sudah mencapai 124.994 orang. Rinciannya, untuk tenaga kesehatan sebanyak 27.638 orang. Petugas Publik  21.681 orang, Lansia 50.751 orang dan Guru sebanyak 24.924 orang. “Vaksinasi yang dilakukan disemua kabupaten kota memiliki inovasi sendiri, ada yang melaksanakan dengan dor to dor untuk percapatan capaian vaksinasi,” katanya.

Pelaksanaan vaksinasi pada bulan ramadan saat ini, sambungnya, kebanyakan kabupaten kota melaksanakan vaksinasi pada malam hari. “Dan sekarang mulai minggu kemarin dosis vaksin dikerim Kemenkes langsung ke kabupaten kota. Tidak lewat Provinsi lagi,” sambungnya.

Soal berapa jumlah vaksin yang dikirim, kata Eka, sesuai dengan laporan yang dikirim oleh kabupaten kota yang bersangkutan. Karena selama ini permasalahannya ada di laporan. “Misalnya saya sudah nyuntik 100 orang, laporan saya masuk 50, oleh pusat menganggap saya baru kerja 50. Sehingga yang 50 masih diangkap vaksinnya masih ada. Ini yang terjadi sekarang,” katanya.

Baca Juga :  Kunjungan Wisman Dibuka 2022, Pariwisata akan Semakin Terpuruk

Karena itu, pihaknya melakukan pendampingan untuk pelaporan secara online sehingga tidak terjadi lagi. Antara yang sudah dikerjakan vaksinnya dengan laporan itu harus sama. “Jadi kenapa ada yang teriak-teriak kehabis vaksin. Ya karena mereka sudah kerjakan penyuntikan tapi laporannya belum selesai 100 persen. Sementara disatu sisi vaksin sudah habis, karena pusat tahunya dilaporan saja,” ujarnya.

Maka dari itu, alasan sehingga pengiriman vaksin tidak lagi melalui Provinsi. Tapi langsung dikirim oleh pusat ke kabupaten/kota masing-masing sesuai dengan laporan yang dikirim. Karena selama ini ketika melalui Provinsi tidak semua kabupaten/kota rajin mengirimkan laporan.

Sehingga tentu kabupaten/kota yang lain ikut terdampak, karena ketidak rajinan dari kabupaten/kota yang lain. “Soal laporan ini kan online, sementara kabupaten yang jauh otomatis dua kali kerja. Manual dulu baru dipindahkan ke secara online. Kalau di Mataram enak langsung online di lokasi vaksinasi, karena wifi-nya lancar, dan laporan langsung ke pusat,” terangnya.

Ia juga menegaskan, pengiriman vaksin saat ini disesuaikan dengan target, dan sisa vaksin berdasarkan laporan. “Jadi tetap sesuai dengan laporan,” tegasnya. (sal)

Komentar Anda