Jelang Pujawali dan Perang Topat, Krama Pura Lingsar Tuntut Hak Kepanitiaan

BERI KETERANGAN: Krama Pura Lingsar bersama lima Banjar Pengamong Pura memberikan keterangan usai  mendatangi Bupati Lobar Hj. Sumiatun di ruang kerjanya, Senin (20/11/2023). (RADAR LOMBOK)

GIRI MENANG–Lima hari menjelang Pujawali dan Perang Topat di Pura Lingsar, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) aksi saling klaim kepanitian terjadi.

Bahkan, persoalan tersebut diadukan ke  Kantor Bupati Lobar, di mana pihak Krama Pura Lingsar bersama lima Banjar Pengamong Pura mendatangi Bupati Lobar Sumiatun di ruang kerjanya, Senin (20/11/2023).

Ketua Krama Pura Lingsar I Gede Suarta didampingi pengurus lima Banjar Pengamong Pura Lingsar menuntut agar diberikan ruang menjadi panitia Pujawali dan Perang Topat.

Mereka menyampaikan bahwa lima Banjar yang menjadi Pengamong Pura Lingsar bukan baru-baru ini, melainkan sudah sejak 49 tahun silam yakni sekitar tahun 1974.

“Secara institusi kami memiliki hak, karena sejak tahun 1974 selalu melaksanakan piodalan atau Pujawali dan Perang Topat sampai tahun 2016, namun nyatanya, pihak pemda justru mengabaikan hak-hak kami dan malah berkoordinasi dengan pihak lain,” ungkapnya.

Dan memasuki tahun 2017, Pura Lingsar dan segala kegiatan yang ada seperti Pujawali dan Perang Topat mulai dikuasai secara paksa.

Bahkan, setiap agenda rapat yang digelar Krama Pura selalu dibubarkan. Sayangnya, sampai sejauh ini belum ada penanganan yang serius dari Pemda Lobar. “Malah terkesan kami diadu domba,” katanya usai bertemu Bupati.

Jika berbicara keabsahan, lanjutnya, keberadaan Pengurus Krama Pura Lingsar sejak awal sudah jelas, yakni dipilih oleh lima Banjar Pengamong, unsur Kepala Dusun se-Desa Lingsar, unsur Desa Lingsar, unsur Kecamatan Lingsar, bahkan dipilih juga oleh pihak PHDI Kecamatan Lingsar dan PHDI Lobar.

Kemudian Surat Keputusan (SK) Pengurus diberikan oleh PHDI Provinsi NTB yang sah saat ini.

Secara khusus mengenai kepanitian Pujawali dan Perang Topat yang sudah ada saat ini, I Gede Suarta yang saat itu didampingi pihak Kuasa Hukum dari PHDI NTB mengaku keberatan dengan keberadaan panitia Pujawali saat ini.

Baca Juga :  Pencurian HP di Peteluan Indah Terungkap, Pelakunya Melibatkan 2 Anak Kecil

Menurutnya, pihak Krama Pura Lingsar sebenarnya sudah terlebih dahulu membentuk panitia, menggelar berbagai rapat, bahkan sudah pula berkoordinasi dengan pihak Puri Pamotan di Cakranegara dan diiyakan.

“Begitu mau finalisasi, kami dicegat oleh oknum. Bahkan dibentuk panitia tandingan, dan sekarang seolah berjalan dengan pihak Pemda Lobar. Ironisnya, unsur kepanitian tersebut justru melibatkan orang dari luar Lingsar yang natabene tidak paham dengan kearifan lokal di sana (Lingsar),” jelasnya.

Apakah tidak ada celah untuk duduk bersama antara kedua belah pihak ? Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak keberatan jika harus duduk bersama.

Hanya saja, pihak yang hadir nantinya adalah pihak yang bisa dan berani mengambil keputusan, bukan perwakilan.

“Pujawali dan Perang Topat tidak akan terganggu jika kami yang melaksanakan, kami justru khawatir jika pihak lain yang melaksanakan karena tidak paham tentang budaya dan kearifan lokal di Pura Lingsar tersebut. Kami tunggu (Pemda) dua hari untuk memberi keputusan, kalau tidak, kami akan menempuh jalur hukum,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Lingsar, Sahyan yang dikonfirmasi usai menghadiri pertemuan antara Krama Pura Lingsar dengan Bupati Lobar menyampaikan bahwa pihaknya akan menyelesaikan persoalan itu usai Pujawali dan Perang Topat.

Hal itu disebabkan tahapan acara sudah mulai. “Terlepas siapa panitianya, dijalankan saja dulu. Karena itu yang kita bicarakan, masalah ritualnya akan terganggu. Jangan sampai memengerahui event nasional ini,” ujarnya.

Dia pun meminta pihak yang ada untuk cooling down dan mengikuti kegiatan yang sudah berjalan.

Baca Juga :  Tak Ada Uang Tebus Sepeda Motor, Alif Curi Sepeda Polygon

“Acara lagi lima hari dan kami janji selesaikan usai Perang Topat. Ibu Bupati pun sudah menerima panitia yang dibentuk. Kami harapkan semua pihak mengesampingkan ego. Yang jelas dari kami Pemdes Lingsar berharap acara berjalan aman dan lancar,” tutupnya.

Pelaksana Harian Sekda Lobar, M. Hendrayadi menyampaikan bahwa kedatangan pihak Krama Pura Lingsar menghadap Bupati Lobar adalah dampak dari kondisi yang terjadi tahun 2022.

“Kalau kita tarik ke belakang, tahun 2020 tidak ada kegiatan karena terjadi pergeseran kepanitiaan, dan tahun 2022 lalu kami tidak tahu persis,” katanya.

Ia menambahkan, bahwa seharusnya persoalan itu bisa diselesaikan secara internal terlebih dahulu. Namun, karena kedua belah pihak meminta keputusan Pemda Lobar, maka Selasa (21/11/2023) pemda akan meminta ahli hukum, baik dari hukum agama maupun hukum formal untuk memberi masukan.

“Nanti dari ahli hukum agama kita minta dari Kementrian Agama terkait tata laksana siapa yang berhak dari sisi agama yang melaksanakan pujawali itu. Bahkan jika masuk ke ranah perdata, pihak Krama Pura meminta diri untuk dituntut secara hukum kalau dianggap bermasalah. Itu yang akan kami selesaikan, apapun keputusan nanti tentu tidak bisa memuaskan semua pihak,” jelasnya.

Usai meminta tanggapan dari ahli hukum, Hendra menyatakan akan ada keputusan Bupati Lobar dalam bentuk surat.

“Dan untuk kepanitiaan, kita harus punya landasan formal dulu. Begitu ada keputusan, kita panggil mereka (kedua belah pihak), karena Pujawali dan Perang Topat ini harus berjalan,” tegasnya. (ami)

Komentar Anda