IDI Sebut Pemindahan Dokter Komang Tidak Wajar

KETERANGAN : IDI Provinsi NTB memberikan keterangan soal polemik pemindahan dr Komang Paramita sebagai staf perpustakaan di RSUD Kota Mataram. (ALI MA’SHUM/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi NTB dan Kota Mataram menggelar pertemuan untuk membahas dugaan pelanggaran etik di lingkungan RSUD Kota Mataram. Yaitu soal pemindahan tugas dr Komang Paramita menjadi staf di perpustakaan RSUD Kota Mataram.

Sementara sebelumnya, dr Komang menjabat sebagai Kepala Sistem informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dan menduduki pangkat IV/b dengan golongan Pembina Tingkat I. Dia dipindah tugaskan per tanggal 3 Juli lalu. Pemindahan tugas seorang dokter menjadi staf perpustakaan ini menjadi polemik. Sehingga IDI selaku organisasi profesi dokter hadir untuk menengahi dan menuntaskan persoalan ini.

IDI sudah mendengar keterangan kedua belah pihak. Yaitu dr Komang Paramita selaku pelapor dan RSUD Kota Mataram. Hasilnya, IDI mengeluarkan tiga rekomendasi soal polemik pemindahan dr Komang di perpustakaan RSUD Kota Mataram. Pertama adalah kedua belah pihak sebagai anggota IDI untuk menguatkan relasi komunikasi kesejawatan. Karena sesuai dengan pasal 14 kode etik kedokteran Indonesia. Kedua, kepada terlapor (RSUD Kota Mataram) untuk meningkatkan etik dan profesionalisme. Ketiga, untuk pelapor (dr Komang) untuk meningkatkan disiplin kinerja dan etik dalam menjalankan amanah sebagai dokter di lingkup ASN. ‘’Kami sudah melakukan siding dan ada tiga rekomendasi ini yang kami keluarkan untuk kedua belah pihak,’’ ujar Ketua IDI Provinsi NTB, Dr dr Rohadi Sp.BS(K) di Sekretariat IDI Provinsi NTB, Rabu (19/7).

Namun untuk pemindahan dr Komang sebagai staf di perpustakaan, IDI menilai tidak wajar. Karena penempatan staf diharapkan harus sesuai dengan kompetensinya. ‘’Tidak wajar,’’ kata Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Wilayah NTB, AKBP dr I Komang Tresna.

Alasannya, kata dr I Komang Tresna, mengacu pada pasal 73 ayat 7 Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen PNS pasal 190 ayat 4 dan 5. Bahwa mutase dilakukan atas dasar kompetensi PNS. ‘’Karena kompetensi dokter bukanlah di bagian perpustakaan,’’ katanya.

Penempatan seorang dokter sebagai staf perpustakaan dibahas mendalam. Termasuk untuk menjawab layak tidaknya seorang dokter menempati bidang tersebut. Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Wilayah NTB, Prof Dr dr Hamsu Kadriyan mengatakan, di internal rumah sakit ada Undang-undang ASN untuk menempatkan pegawai sesuai dengan jenis pendidikan dan kompetensinya. Pejabat rumah sakit tentunya punya sejumlah pertimbangan untuk menempatkan pegawainya. ‘’Ini kelihatannya di luar konteks katakanlah etika profesi kedokteran. Penempatan ini tidak langsung berkaitan dengan etika kodekteran. Karena etika kedokteran itu jelas kewajibannya itu kepada pasien, teman sejawat dan diri sendiri,’’ ungkapnya.

Baca Juga :  Kuda Poni Jadi Daya Tarik Baru TLB

Tetapi, kata dia, tentang etika kesejawatan antara dokter mestinya terjalin komunikasi yang baik. Soal putusan bagaimana penempatan dokter di perpustakaan RSUD Kota Mataram. dr Hamsu mengatakan, hal tersebut di luar ranah IDI. ‘’Tetapi kita sudah rekomendasikan supaya ada komunikasi dan ada profesionalismenya sehingga menempatkan seseorang itu sesuai dengan kompetensinya,’’ terangnya.

Tentang surat izin praktik (SIP) dan surat tanda registrasi (STR) milik dr Komang yang sudah mati juga menjadi pembahasan utama. STR dan SIP ini salah satu alasan dr Komang belum bisa menjadi pejabat struktural di RSUD Kota Mataram. Kemudian juga belum bisa praktik lagi sebagai dokter.

Ketua IDI Kota Mataram, dr Akhada Maulana mengatakan, STR dr Komang dengan masa berlaku sampai Oktober 2022. Kemudian baru diperpanjang 23 Juni 2023. ‘’Kami sudah konformasi ke RSUD Kota Mataram bahwasanya beliau pernah ditempatkan di UGD. Tapi bukan sebagai dokter jaga. Dia sebagai pelaksana sesuai dengan tupoksi beliau. Di RUSD Kota Mataram, beliau (dr Komang) memang tidak mengurus SIP. Karena bukan sebagai dokter pemberi pelayanan kepada pasien. Dia hanya di struktural saja,’’ jelas dr Akhada.

Ketua IDI Provinsi NTB, dr Rohadi berharap RSUD bisa meningaktkan profesionalitas. Kemudian komunikasi antar kedua terjaga dengan baik. Sehingga persoalan tersebut cepat terselesaikan dengan baik. ‘’Kami tentunya menunggu rumah sakit untuk bertindak cepat. Karena sekarang hal ini menjadi perhatian pemerintah pusat juga. Itu sudah dibahas di kementerian. Kami juga sudah komunikasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi soal ini. Beberapa hari ke depan kita tunggu supaya ini terselesaikan,’’ katanya.

Baca Juga :  Banyak Oknum Pegawai Ditemukan Kecanduan Judi Slot

Sebelumnya, Pemerintah Kota Mataram juga sudah menggelar pertemuan dengan menghadirkan dr Komang dan manajemen RSUD Kota Mataram.  Putusan rapat menilai mutasi dr Komang sebagai staf di perpustakaan RSUD Kota Mataram hal yang wajar. ‘’Karena status yang bersangkutan di sana itu bukan dokter tapi staf,’’ ujar Asisten III Setda Kota Mataram, Hj Baiq Evi Ganevia, Selasa (18/7).

Kewenangan kepegawaian bersifat mutlak, baik yang tertuang di Undang-undang ASN maupun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen pegawai negeri sipil (PNS). Kewenangannya ada di Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau kepala daerah untuk mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai dengan sejumlah persyaratan. Lalu sebagian kewenangan diberikan kepada pejabat yang berwenang (PYB) atau sekretaris daerah (Sekda).

Kewenangan PYB termuat dalam Peraturan Wali Kota (Perwal), seperti mutase antar OPD dan lainnya. Kewenangan juga diberikan kepada kepala OPD untuk mengatur penempatan pegawai. Posisi Direktur RSUD selaku kepala OPD tentunya berhak untuk memutasi dan penempatan pegawai di lingkungan kerjanya.

Untuk kasus dr Komang, Evi mengatakan status awalnya pindahan dari Lombok Tengah di tahun 2018. Ketika pindah ke Kota Mataram, dr Komang diberhentikan dari jabatan fungsional sebagai dokter ahli madya oleh Lombok Tengah. Kemudian ketika pindah ke RSUD Kota Mataram, statusnya menjadi staf biasa. Jika ingin Kembali menjabat, dr Komang harus mengusulkan dan melengkapi beberapa dokumen. Kemudian ditetapkan langsung oleh Wali Kota dan diteruskan ke BKPSDM. ‘’Karena dia tidak pernah diangkat, dia jadi pelaksana. Ini tidak pernah dia urus usulan dan kelengkapan dokumen ini,’’ terangnya.

Untuk mengurus dokumen pun dr Komang disebut terganjal beberapa kendala. Antara lain mengurus SIP dan STR yang sudah mati. ‘’Mengurusnya pun sekarang ini dia tidak memenuhi syarat karena STR dan SIP-nya mati. Kalau persyaratannya tidak memenuhi syarat, terus kalau terjadi apa-apa, apalagi itu pelayanan kan kita yang dikomplain yang ngangkat. Harus hati-hati di situ,’’ jelasnya. (gal)

Komentar Anda