Harga Tembakau Anjlok, Petani Terancam Bangkrut

H Bukhori Muslim
H Bukhori Muslim.( AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK )

MATARAM – Musim panen tembakau yang ditunggu-tunggu para petani, seharusnya menjadi momentum kebahagiaan. Namun kondisi tersebut berbalik, saat ini ribuan petani sedang menderita. 

Anggota DPRD Provinsi NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Lombok Timur bagian selatan, H Bukhori Muslim mengaku sangat miris dengan kondisi petani saat ini. “Kondisi sekarang, harga tembakau anjlok dan petani menderita. Perusahaan jangan mau enaknya saja di sini,” ujarnya di gedung wakil rakyat, Rabu (11/9).

Menurut politisi Nasdem ini, tidak banyak yang diinginkan petani. Diberikan jaminan harga tembakau yang pantas, sudah cukup bagi para petani. Masalah klasik yang dihadapi selama ini, biaya produksi sangat tinggi. Biaya tersebut seringkali menyisakan utang. Namun ketika panen, bukannya bisa membayar utang, justru semakin memperparah keadaan. “Bila hari petani bakar tembakau di Lotim, itu sebagai bentuk protes. Kita hanya minta pemerintah stabilkan harga tembakau. Jangan sampai masyarakat banyak jadi TKI, bangkrut, dan bunuh diri. Sementara pemerintah hanya sebagai penonton,” ketusnya.

Tahun lalu, tutur Bukhori, petani bisa menjual tembakau virginia dengan harga Rp 4,5 juta hingga Rp 5 juta per kuintal. Namun saat ini sangat memilukan, tembakau hanya dihargakan sekitar Rp 500 ribu saja per kuintal. “Ini masalah klasik yang gak pernah dituntaskan. Ketika hasil panen bagus, harganya murah,” kata Bukhori. 

Apabila kondisi saat ini dibiarkan, maka banyak kerugian yang akan ditimbulkan. Bukan hanya kesejahteraan dan masa depan keluarga petani, namun alam juga terdampak. “Biaya produksi tinggi, untuk mengurangi biaya terpaksa petani tebang pohon di mana-mana untuk oven tembakau. Kan bawa masalah lain lagi,” ucapnya. 

Hal yang sangat disesalkan Bukhori, pemerintah daerah selama ini tidak pernah serius menyelesaikan masalah petani. Seharusnya para pengusaha juga dipanggil, kemudian duduk bersama dengan semua elemen terkait untuk mencari solusi terbaik. Solusi dari semua masalah yang ada saat ini, yaitu stabilisasi harga tembakau. Untuk bisa melakukan itu, tentu saja dibutuhkan keinginan dan komitmen bersama. “Masalahnya kan banyak pengusaha tidak mau beli tembakau, kasihan petani diginiin terus. Saya belum bisa pastikan ada atau tidaknya sindikat tertentu yang bermain. Kita akan cek. Yang penting kita harus berikan efek jera kepada siapapun yang merugikan rakyat,” ujarnya. 

Langkah konkret yang bisa dilakukan Bukhori, melakukan revisi terhadap Peraturan daerah (Perda) Provinsi NTB Nomor 4 Tahun 2016 tentang Usaha Budidaya dan Kemitraan Perkebunan Tembakau Virginia. “Perda juga tidak dijalankan dengan baik, intervensi pemprov lemah untuk mensejahterakan petani. Nanti kita akan revisi perda, harus ada pasal yang mengatur untuk bisa stabilitaskan harga. Saya dan dewan lain dari Dapil Lombok selatan akan kumpul menyelesaikan masalah ini,” tegas Bukhori. 

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB, H Husnul Fauzi memastikan, harga pembelian tembakau sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara perusahaan dan petani. Sehingga tidak ada alasan untuk menganggap harga tembakau murah. Berbeda halnya dengan petani yang tidak masuk binaan. Tidak ada keharusan untuk membeli harga sesuai dengan petani binaan. “Mengenai harga, kalau bermitra itu dibeli sesuai grade. Harga sesuai kesepakatan. Kalau dianggap murah, itu grade yang mana dulu. Jangan memaksakan untuk dibeli kalau tidak sesuai grade. Kalau tembakau tidak diterima perusahaan, apa itu petani binaan. Harus jelas dulu,” terangnya. 

Meskipun begitu, Husnul mengakui jika belum semua perusahaan melaksanakannya perda dan pergub. Banyak perusahaan yang belum melaporkan akan melakukan pembelian tembakau. Dari 15 perusahaan yang ada, hanya 7 perusahaan yang sudah jelas akan membeli tembakau. Sementara 8 perusahaan lainnya belum ada laporan hingga saat ini. 

Distanbun sudah bersurat ke seluruh perusahaan. Termasuk kepada perusahaan yang belum menyampaikan laporan akan melakukan pembelian. Namun belum juga ada kejelasan. “Belum seluruh perusahaan ada kepastian membeli, kita tunggu dulu,” ujar Husnul. 

Dipaparkan, potensi produksi tembakau tahun ini mencapai 43.757 ton di luar tembakau rajangan. Sementara rencana pembelian tembakau oleh perusahaan hanya sekitar 21.597 ton. “Jadi ada selisih 22.161 ton. Tapi itu nanti akan dibeli juga kok oleh perusahaan yang belum melapor. Itu berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya,” kata Husnul. 

Kepada seluruh perusahaan, Husnul mengimbau untuk membeli tembakau petani. Mengingat, hal tersebut merupakan amanah perda dan pergub. “Tembakau yang tidak terbeli, akan dibeli perusahaan nonmitra nantinya. Jadi tidak ada tembakau yang akan tersisa. Mudah-mudahan harapan saya perda dan pergub ditaati oleh semua perusahaan,” ucapnya. (zwr) 

Komentar Anda