Feri: Psikologi Birokrasi Terganggu, Pelayanan Tetap Normal

Feri Sofiyan (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Wakil Wali Kota Bima, Feri Sofiyan mengungkapkan secara psikologi birokrasi di lingkungan Kota Bima terganggu setelah pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di Kantor Wali Kota Bima, Selasa (29/8) lalu. Hanya saja, pihaknya memastikan roda pemerintahan di Kota Bima tetap berjalan normal.

“Pemerintahan tetap berjalan. Kan banyak daerah yang mengalami hal yang sama. Kalau secara psikis pastilah birokrasi kita terganggu. Tetapi pemerintahan tidak boleh berhenti. Pelayanan kepada masyarakat harus tetap berjalan. Jadi seperti biasa, tidak ada masalah,” ujar Feri, kepada Wartawan di Mataram, Rabu (30/8).

Menurut Feri, penggeledahan yang dilakukan KPK di Kantor Wali Kota Bima, merupakan bagian dari proses penegakan hukum. Sehingga hal-hal yang menjadi bagian dari penegakan hukum haruslah ke penegak hukum, dalam ini KPK.

“Kita tidak boleh menilai seperti apa endingnya. Kita serahkan ke KPK seperti apa. Karena itu merupakan bagian dari proses penegakan hukum. Percaya pada langkah-langkah yang harus diambil oleh APH dalam rangka proses penegakan hukum di daerah,” ujarnya.

Feri sendiri mengaku terkejut saat KPK melakukan penggeledahan di Kantor Wali Kota Bima. Pasalnya, saat penggeledahan sampai saat ini Wali Kota Bima, Muhammad Lutfi sedang berada di Jakarta dalam rangka menjalankan tugas.

Baca Juga :  Vonis Terdakwa Korupsi BPR Loteng Lebih Ringan, Jaksa Ajukan Banding

“Pelayanan masih biasa-biasa saja, normal saja. Walaupun mungkin manusiawi lah terganggu psikisnya. Namanya juga digeledah KPK, siapa yang tidak terganggu. Bohong kalau saya tidak terganggu. Kaget lah, namanya orang tidak terbiasa dengan pemeriksaan,” tuturnya.

Adapun terkait status Wali Kota Bima Muhammad Lutfi yang diduga sudah menjadi tersangka, karena kasus dugaan suap dan gratifikasi. Feri menyebut Muhammad Lutfi masih tetap menjabat sebagai Wali Kota Bima. “Kita tidak boleh melampaui aturan yang ada. Kecuali setelah dia tidak bisa menjalankan tugas secara optimal dan secara yuridis dia tidak bisa menjalankan tugas, masih ada kita wakilnya lah,” katanya.

Termasuk soal informasi mengenai adanya penggeledahan lanjutan yang dilakukan KPK di kantor PUPR Kota Bima. Menurut Feri itu merupakan rangkaian dalam rangka penegakan hukum. “Esensi masalahnya itu dari KPK sendiri. Kita hanya menilai dari luar kan. Makanya kita semua sebagai pimpinan daerah harus ekstra hati-hati,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah Kantor Wali Kota Bima, Selasa (29/8). Penggeledahan itu terkait dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, serta gratifikasi di Pemerintah Kota Bima.

Juru bicara KPK, Ali Fikri mengatakan penggeledahan tersebut untuk pengumpulan alat bukti dalam proses penegakan hukum. “Sedang melakukan kegiatan pengumpulan bukti sebagai bagian proses penegakan hukum,” ujarnya.

Baca Juga :  Sidang Tuntutan Jaksa “Nakal” Ditunda Tiga Kali

Ali Fikri tidak menjelaskan penggeledahan tersebut terkait kasus apa. “Pada saatnya kami pastikan di sampaikan perkembangannya,” katanya.

Penggeledahan yang dilakukan KPK, setelah beredarnya surat pemanggilan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bima, Muhammad Amin. Surat pemanggilan itu dengan Nomor : Spgl/5680/DIK 01.00/23/08/2023.

Dalam surat itu, meminta Muhammad Amin menghadap ke penyidik KPK Achmad Taufik H dan tim di kantor KPK yang beralamatkan di Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Jumat 25 Agustus 2023.

Kepada Dinas PUPR Kota Bima itu dipanggil untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka Muhammad Lutfi, selaku Wali Kota Bima.

“Terkait pengadaan barang dan jasa dilingkungan Pemerintah Kota Bima dan penerimaan gratifikasi, sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” dikutip dari isi surat yang beredar tersebut. Surat yang beredar itu ditandatangani Anwar Munajah, selaku penyidik, dengan stempel basah KPK. (rat)

Komentar Anda