
TANJUNG – Sat Reskrim Polres Lombok Utara telah menghentikan penyelidikan kasus dugaan pelecehan yang dilaporkan CM (20), seorang Mahasiswi Jurusan Pariwisata Universitas Mataram terhadap manajer salah satu hotel di Senaru, Kecamatan Bayan berinisial AK.
Penghentian penyelidikan setelah dilakukan gelar perkara, yang mana kasus tersebut tidak memenuhi unsur untuk ditindaklanjuti sebagai kasus tindak pidana. “Jadi untuk sementara belum bisa ditingkatkan ke penyidikan,” kata Kasi Humas Polres Lombok Utara, Ipda I Made Wiryawan, Senin (13/5).
Menurut Wiryawan, kejadian yang dilaporkan tersebut terjadi pada 31 Maret 2023. Saat itu CM sedang PKL di hotel tempatnya AK bekerja selaku manajer. CM mengaku mendapatkan pelecehan seperti dipegang bagian tubuhnya.
Namun, setelah melalui berbagai tahapan proses hukum, tidak ditemukan adanya saksi yang mengetahui kejadian tersebut. “CCTV yang ada di lokasi juga mati,” ucapnya.
Oleh sebab itu setelah gelar perkara disimpulkan bahwa laporan tersebut tidak terpenuhi unsur pidananya sebagaimana yang dituduhkan, sehingga perkara itu dihentikan. “Kalau dipaksakan berkasnya pasti dikembalikan nanti oleh jaksa,” akunya.
Wiryawan menyebutkan bahwa kasus ini bisa saja dibuka kembali jika ditemukan alat bukti baru yang mengarah kepada perbuatan pidana yang dituduhkan kepada AK. Jika sudah ada minimal dua alat bukti maka bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan. “Jadi bisa dibilang ini dihentikan sementara,” ucapnya.
Di sisi lain, CM yang menjadi korban dugaan pelecehan seksual kini malah ditetapkan sebagai tersangka UU ITE usai dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor:LP/B/120/IX/2023/SPKT/Polda NTB, tanggal 20 September 2023 dengan tuduhan melakukan tindak pidana penghinaan/pencemaran nama baik di Facebook.
Sementara itu, CM sudah diperiksa sebagai tersangka di Subdit V Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB, Senin (13/5).
CM menjalani pemeriksaan perdana sekitar pukul 12.00 WITA ditemani kuasa hukumnya. Sekitar pukul 13.47 WITA, CM keluar meninggalkan gedung Ditreskrimsus Polda NTB.
“Iya, jadi hari ini pemeriksaan sebagai tersangka. Ini pemeriksaan pertama sebagai tersangka. Pemeriksaan pada sebelumnya pada tanggal 26 Maret 2024 itu, pemeriksaan sebagai saksi,” kata Yan Mangandar selaku kuasa hukum CM.
Dalam pemeriksaan tersebut sebanyak 25 pertanyaan yang diajukan penyidik. “Poinnya, yang pertama terkait tujuan CM yang mengunggah status di Facebook tanggal 7 Juni 2023,” sebutnya.
Di hadapan penyidik, CM menjawab tujuannya mengunggah status di media sosial tersebut ada dua. Alasan pertama karena kecewa terhadap AD (pelapor) yang merupakan manajer salah satu hotel di Senaru tidak konsisten terhadap perkataannya. “Sebelumya di hadapan kelurga CM, AD sudah mengaku dan meminta maaf telah melakukan kekerasan seksual terhadap CM. Namun ternyata di akun youtube dan tiktok, AD membantah pernah melakukan kekerasan seksual dan menuduh CM melakukan fitnah terhadap dirinya (CM). Ini kekecewaan pertama dari CM,” ungkap Yan.
Alasan kedua, CM mengaku kecewa terhadap keputusan Kepolisian yang menyatakan laporannya di Polres Lombok Utara mengenai kekerasan seksual yang didapatkan belum cukup bukti. Padahal lanjut Yan, kekerasan seksual yang dialami CM sudah sangat jelas.
“Dalam pemeriksaan, CM juga menjelaskan bahwa statusnya di Facebook itu tidak ditujukan terhadap personal siapa pun, termasuk ke AD itu. Tetapi hanya berisi kekecewaannya dia. Tidak menyebut nama dan lokasi mana pun. Jadi, klien saya tidak merasa melakukan pencemaran nama baik,” katanya.
Dikatakan, proses penyidikan terkait UU ITE tersebut akan terus berjalan. Akan tetapi, di balik proses penyidikan, pihaknya berkoordinasi dengan pihak Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda NTB. Hal mengenai sejumlah fakta terkait adanya dugaan miskomunikasi dalam proses penyidikan.
“Terutama mengenai CM ini adalah korban kekerasan seksual yang sudah melapor ke Polres Lombok Utara dan prosesnya masih berjalan. Kami tegaskan bahwa, SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) terakhir dari Polres Lombok Utara itu ialah SP2HP pengaduan, yang maksudnya itu belum cukup alat bukti dan belum dihentikan,” ujarnya.
Beredar informasi bahwa kasus ITE yang masih berjalan tersebut akan diselesaikan secara kekeluargaan, Yan Mangandar pun mengharapkan hal demikian. Polda juga diminta menghentikan kasus UU ITE yang menjerat mahasiswi tersebut dengan alasan formil.
“Ketika kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan, sudah banyak kesalahan yang sifatnya administrasi yang dilakukan Subdit V Siber,” katanya.
Yan mengungkapan salah satu kesalahan administrasi yang dilakukan penyidik, yakni tidak memberikan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) ke terlapor yang kini berstatus tersangka, sejak SPDP dikeluarkan. Seharusnya, penyidik mengirimkan SPDP paling lambat 7 hari setelah menetapkan kasus tersebut naik ke tahap penyidikan.
“Paling lama 7 hari kejaksaan, pelapor dan terlapor itu wajib diberikan SPDP. Tapi sampai hari ini klien kami belum pernah (diberikan SPDP). Padahal kasus ini ditetapkan ke tahap penyidikan pada 25 September 2023. Itu salah satunya dan masih banyak lagi yang masih kami rahasiakan, itu akan menjadi strategi kalau kasus ini tidak juga dihentikan, bukan tidak mungkin kami akan gunakan ranah praperadilan. Jadi kami masih sangat mengharapkan agar kasus (ITE) ini segera di-SP3 (surat perintah penghentian penyidikan),” tegasnya.
Sedangkan mengenai laporan dugaan kekerasan yang dilaporkan CM terlebih dahulu ke Polres Lombok Utara, ia memastikan bahwa kasus tersebut tidak akan diselesaikan secara kekeluargaan atau restoratif justice (RJ).
“Kami tegas bahwa tidak akan ada RJ antara korban dengan pelaku kekerasan seksual. Tidak akan pernah ada RJ. Jadi, seandainya ada pihak tertentu, atau ada oknum mengupayakan ada mediasi, tentu kami akan menolak,” sebutnya.
Dengan menyatakan demikian, pihaknya mendorong Polres Lombok Utara agar kasus ini diproses hingga tuntas. Kasus dugaan pelecehan seksual itu pun diyakini akan menemukan titik terang.
“Di kasus dugaan pelecehan seksual itu, ahli psikolog, bahkan ahli pidana belum dilakukan pemeriksaan. Jadi, kami sangat optimis ya kasus yang dilaporkan ke Polres Lombok Utara itu maju,” tandasnya.
Terpisah, Direktur Ditreskrimum Polda NTB Kombes Pol Nasrun Pasaribu yang dihubungi Radar Lombok tidak memberikan keterangan. Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Rio Indra Lesmana yang konfirmasi mengaku belum mendapatkan informasi terkait pemeriksaan mahasiswi yang ditetapkan sebagai tersangka UU ITE tersebut. (sid)