Elemen Warga Bersatu Bela Nuril

Elemen Warga Bersatu Bela Nuril
BELA : Pimpinan organisasi di NTB melakukan konsolidasi untuk membela Nuril Senin kemarin (8/5). (Azwar/Radar Lombok)

MATARAM – Kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjerat Baiq Nuril Maknun mendapat sorotan publik. Berbagai elemen masyarakat NTB memberikan pembelaan karena Nuril dinilai hanya korban.

Untuk menuntut keadilan hukum, beberapa organisasi yang ada di NTB seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Reform, Inspirasi, Garda Nusa, Badko HMI Nusa Tenggara , Perempuan Aman, Bakti Mampu NTB, Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Mataram (FH Unram) dan lain-lain bergabung. “Saat ini Ibu Nuril masih di LP, kami akan ajukan penangguhan penahanan,” ungkap Ketua LPA NTB Joko Jumadi usai pertemuan lintas organisasi di Mataram Senin kemarin (8/5).

Permohonan penangguhan penahanan akan dilakukan besok. Aksi simpatik juga sedang disiapkan untuk membela Nuril. LPA bersama organisasi lainnya juga meminta Gubernur NTB HM. Zainul Majdi, Wakil Gubernur H. Muhammad Amin dan para tokoh masyarakat untuk tidak tinggal diam.

Dijelaskan Joko, kasus ini bermula pada tahun 2014 saat Nuril menjadi pegawai honor Tenaga Usaha (TU) di SMAN 7 Mataram. Kepala sekolah waktu itu, H. Muslim, menelponnya dan berbicara cabul. Muslim menceritakan adegan-adegan seksnya kepada Nuril, percakapan tersebut akhirnya direkam. “Rekaman terjadi pada Agustus 2014, itu hanya jadi koleksi pribadi buat jaga-jaga,” tuturnya.

Kemudian terjadi gejolak di SMAN 7 Mataram. Banyak orang yang beranggapan bahwa Muslim tidak layak menjadi seorang pendidik dengan prilakunya tersebut. Orang-orang gerah dengan sifat Muslim namun tidak ada bukti. Ibu Nuril awalnya enggan mengeluarkan rekaman yang juga menimpa dirinya.

Baca Juga :  Dishub NTB Antisipasi Transportasi Daring

Namun karena terus didesak oleh banyak pihak, HP yang digunakan untuk merekam diberikan ke temannya. “Sampai menyebar di sekolah itu, bukan dilakukan oleh ibu Nuril. Yang memindahkan dari handphone ke media lain, ibu Nuril tidak tahu. Tidak pernah menyebarkan, yang sebarkan itu inisial I,” ungkap Joko.

Pada bulan Maret 2015, Muslim kemudian melaporkan Nuril dengan menggunakan UU ITE. Nuril akhirnya harus berurusan dengan hukum. “Banyak kejanggalan yang kita temukan, dakwaannya saja sangat kabur. Antara BAP dan apa yang disampaikan Ibu Nuril jauh berbeda. Ini karena kasusnya dipaksakan, dikriminalisasi. Yang korban pelecehan kan jelas Ibu Nuril, kenapa malah beliau yang ditahan,” kesalnya.

Oleh karena itu, selain akan memohon penangguhan penahanan, pihaknya juga dalam waktu dekat akan melaporkan balik H. Muslim yang saat ini sedang menjadi Kepala Bidang (Kabid) Dikpora Kota Mataram. “Kita sedang siapkan laporannya. Dia yang seharusnya menjadi tersangka. Dia yang harusnya ditahan, malah dia dapat promosi jabatan,” ujar Joko.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram Lalu Syaifudin yang biasa dipanggil Gayep turut hadir dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, yang harus dihukum adalah Muslim. Mengingat dia yang telah melakukan pelecehan terhadap harkat dan martabat perempuan, Nuril.

Baca Juga :  Eksekutif Tanggapi Enam Raperda Inisiatif Dewan

Gayep mengungkapkan, Nuril sering meminta agar Muslim bertaubat. “Menurut aturan yang ada, seharusnya oknum inisial M itu diberikan sanksi oleh atasannya. Kalau atasannya tidak memberikan sanksi, maka atasan itulah yang bisa terkena sanksi,” terangnya.

Hal yang perlu dipahami, lanjutnya, saat ini dengan mudahnya orang melakukan kriminalisasi. Termasuk dalam kasus Nuril.

Sementara itu Kalangan DPRD Kota Mataram prihatin dengan kasus yang menimpa Nuril. Anggota Komisi I DPRD Kota Mataram H. Ehlas menyayangkan sikap pejabat Kota Mataram yang berprilaku buruk tersebut. “ Kasus ini menjadi perhatian kami. Kita berharap Wali Kota Mataram juga segera mengambil tindakan kepada bawahannya,”’ katanya kepada Radar Lombok kemarin.

Niat Nuril  untuk membongkar  perbuatan oknum kepala sekolah tersebut malah membuatnya terdakwa dan harus berhenti menjadi pegawai honor. Bahkan ia telah menjalani sidang perdana pada tanggal 4 Mei lalu. Politisi Demokrat ini menyayangkan sikap Pemkot yang belum mengambil tindakan. “ Sudah jelas ada bukti rekaman yang disampaikan terdakwa, bahwa bawahanya jelas-jelas melanggar juga, apalagi sebagai pejabat kepala sekolah,’” ujarnya.

Pejabat yang tidak berprilaku buruk diminta jangan dibela. Kasus ini telah menjadi perhatian  publik terhadap ketimbangan hukum yang didapat seorang pegawai honor. Ia berharap Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh selaku pimpinan daerah menjatuhkan sanksi. (zwr/dir)

Komentar Anda