MATARAM–Komoditas ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih mengandalkan barang tambang/galian non migas yang rentan tak stabil, dan bisa membuat anjlok nilai ekspor disaat izin ekspor konsentrat belum keluar atau harga turun. Semestinya, Pemprov NTB mulai menggenjot peluang ekspor untuk produk kerajinan dan hasil non tambang lainnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Endang Tri Wahyuningsih mengatakan, nilai ekspor NTB pada bulan Juni sebesar US$ 59.925.062 mengalami peningkatan 36,70 persen jika dibandingkan ekspor Mei 2017 yang bernilai US$ 43.837.836. Hanya nilai ekspor NTB dibulan Juni ini masih tetap didominasi dari barang tambang/galian non migas.
“Ekspor NTB masih di dominasi barang tambang mencapai 95,69 persen dari total nilai ekspor NTB,” kata Endang, Senin kemarin (17/7).
Menurut Endang, semestinya Pemprov NTB menggenjot produk non tambang untuk menjadi produk ekspor. Padahal, di NTB memiliki banyak produk unggulan yang bisa bernilai ekspor, seperti mutiara, kerajinan anyaman dan berbagai produk hasil pertanian dan kelautan perikanan. Hanya, saja, berbagai potensi itu belum digarap secara optimal, sehingga ekspor di NTB masih hanya mengandalkan barang tambang.
Berdasarkan data BPS NTB, barang ekspor NTB yang berada di peringkat kedua terbesar di bulan Juni adalah perhiasan/permata dengan nilai US$ 2.098.030, kemudian ikan dan udang senilai US$ 273.096 dan garam, belerang dan kapur senilai US$ 92.208. “Untuk ekspor produk kerajinan dan anyaman justru minim,” kata Endang.
Sementara itu, Kepala Seksi Ekspor, Bidang Perdagangan Luar Negeri (PLN) Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Rachmat Wira Putra mengakui ekspor untuk barang kerajinan masih kurang. Bahkan, untuk ekspor mutiara justru sebagian besar bukan dalam bentuk kerajinan, melainkan masih dalam bentuk gelondongan mutiara yang dilakukan oleh pengusaha budidaya mutiara air laut. “Untuk ekspor mutiara itu bukan dalam bentuk barang kerajinan, tapi masih gelondongan,” kata Wira. (luk)