Dua Terdakwa Kasus KUR Petani Divonis 14 Tahun dan 8 Tahun

SIDANG: Terdakwa Lalu Irham (baju putih berdiri) setelah selesai mengikuti sidang putusan di PN Tipikor Mataram. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Terdakwa kasus korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani di Lotim dan Loteng tahun 2020-2021 dijatuhi vonis berbeda. Untuk terdakwa Lalu Irham Rafiudin Anum, yang juga Bendahara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB, dijatuhi pidana selama 14 tahun penjara.

“Mengadili, menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, I Ketut Somanasa, saat membacakan putusan, Kamis (6/7).
Majelis Hakim juga turut menjatuhi terdakwa pidana denda Rp 650 juta, subsider 4 bulan kurungan. Terdakwa turut dihukum membayar uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp 29,1 miliar.

“Apabila terdakwa tidak bisa mengganti uang kerugian negara sesudah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang jaksa. Apabila tidak menutupi uang pengganti kerugian negara, maka diganti kurungan penjara 5 tahun penjara,” sebutnya.

Ketut juga membebankan terdakwa Lalu Irham untuk membayar uang kerugian negara sebesar Rp 29,1 miliar, dari total kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 29,6 miliar, dengan mempertimbangkan bahwa asuransi yang telah dicairkan oleh PT Askrindo sebesar Rp 1,4 miliar tidak perlu digunakan sebagai pengurangan.
“Uang tersebut adalah uang negara yang seharusnya tidak perlu keluar dari KUR jagung yang diklaim sebagai asuransi pada PT Askrindo.

Yang nyatanya kredit tersebut bermasalah, dan tidak perlu dibayarkan asuransinya,” bebernya.
Kalau dibayarkan dan dikurangi dari nilai kerugian negara, katanya, akan menambah keuntungan bagi terdakwa Lalu Irham. “Sehingga uang sejumlah Rp 1,4 miliar itu adalah urusan PT Askrindo dengan PT BNI Cabang Mataram,” ujarnya.

Baca Juga :  Proyek Shrimp Estate Rp 2,25 Triliun tak Kunjung Terealisasi

Dengan menyatakan hal demikian, uang pengganti yang harus dibayarkan oleh terdakwa sebesar Rp 29,6 miliar. Angka itu berkurang setelah dikurangi sebesar Rp 476 miliar dari 14 debitur, dikurangi Rp 7,7 juta dan dana yang masih ada pada rekening debitur petani. “Sehingga uang pengganti yang harus dibayar terdakwa sebesar Rp 29,1 miliar,” ucapnya.

Sementara untuk terdakwa Amirudin, majelis hakim menjatuhinya vonis penjara selama 8 tahun. Dan pidana denda pengganti sebesar Rp 500 juta, subsider 4 bulan kurungan. Majelis hakim tidak membebankan terdakwa mengganti kerugian negara. Karena dalam fakta persidangan, terdakwa tidak terbukti menikmati uang KUR tersebut. “Majelis hakim tidak menemukan fakta bahwa uang korupsi tersebut dinikmati oleh terdakwa,” katanya.

Majelis hakim menjatuhi putusan demikian dengan menguraikan bahwa kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi,” ungkap dia.
Atas putusan itu, kedua terdakwa akan pikir-pikir. Begitu juga dengan jaksa penuntut. “Akan pikir-pikir yang mulia,” jawabnya.

Sebelumnya, jaksa penuntut menjatuhi Amirudin dan Lalu Irham tuntutan pidana penjara selama 14 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan uang pengganti kerugian negara, Amirudin dibebankan sebesar Rp 7,9 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara Lalu Irham, dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 27,7 miliar subsider 7 tahun kurungan badan.

Baca Juga :  Sumber Anggaran MXGP Samota Disoal

Mereka dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai Pasal Pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, kedua terdakwa memiliki peran berbeda. Untuk terdakwa Amirudin merupakan mantan kepala cabang Bank BNI Mataram.

Sedangkan Lalu Irham, seorang bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang berperan sebagai pemilik CV ABB.
Dalam kasus ini pun telah muncul kerugian negara Rp29,6 miliar. Angka tersebut merupakan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Proyek penyaluran ini pun kali pertama muncul dari adanya kerja sama antara PT BNI Cabang Mataram dengan PT SMA dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok.

Perjanjian kerja sama kedua pihak tertuang dalam surat Nomor: Mta/01/PKS/001/2020. Dalam surat tersebut PT SMA dengan PT BNI sepakat untuk menyalurkan dana KUR ke kalangan petani di Lombok Timur dan Lombok Tengah. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang.
Dari adanya kesepakatan tersebut, PT SMA pada September 2020, menunjuk CV ABB milik terdakwa Lalu Irham untuk menyalurkan dana KUR kepada petani. Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran, sesuai yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.

Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi. (cr-sid)

Komentar Anda