Dari Event Senggigi Sunset Jazz 2017

Antara Jazz, Optimisme Senggigi dan Ironi Kemiskinan

Dalam perjalanannya pariwisata nasionala terus menggeliat, termasuk NTB lewat wisata halalnya. Menu-menu pariwisata baru di semua kabupaten/kota di daerah ini dikemas dengan semakin baik untuk menggaet sebanyak-banyaknya turis. Senggigi lalu tidak lagi menjadi yang “paling utama” sebagaimana posisinya di tahun 90-an. Di selatan ada Sekotong yang tengah berkembang lewat gili dan pantainya yang indah. Di utara Senggigi KLU juga sedang kencang-kencangnya melaju lewat jualan utama tiga gili (Trawangan, Meno dan Air).

Keunggulan apa yang dimiliki Senggigi diantara yang lainnya itu?  Menurut penulis Senggigi menang di brand. Ia sudah dikenal luas. Meski begitu, brand ini tidak akan terlalu bernilai jika pengelolaan Senggigi tidak menangkap semangat pariwisata modern. Pariwisata modern tidak menjadikan pemandangan alam sebagi satu-satunya jualan utama, tetapi melengkapinya dengan unsur-unsur kreasi agar tetap dinamis. Harus ada suguhan-suguhan kreasi baru yang ditampilkan. Pada posisi ini event Senggigi Sunset Jazz menemukan tempatnya. Harus ada gebrakan-gebrakan baru selain jazz dan marathon sebagaimana disampaikan bupati di atas. Lombok Barat punya Festival Senggigi. Tapi parahnya, festival ini tidak dikemas dengan serius. Dari dulu sampai sekarang model festival begitu-begitu saja. Pariwisata berbasis kreasi akan membuat mesin pariwisata tetap dinamis. Harus diingat, dari sisi akses geografis saja, Senggigi kian jauh jaraknya dari bandara. Sementara ada banyak destinasi keren yang secara geografis lebih dekat dari bandara dan menjadi tujuan wisatawan. Tumpuan Senggigi agar terus dirindukan adalah kreasi. Pariwisata berbasis kreasi.

Baca Juga :  Bripda Dian, Satu di Antara Dua Polwan yang Dikirim ke Papua

BACA JUGA :  Musisi Jazz Lokal dan Internasional Tampil di Senggigi

Sejak booming tahun 80-an silam, Senggigi meroket menjadi destinasi wisata dunia dengan keindahan alamnya. Hotel dan pusat hiburan menjamur. Arus wisatawan yang datang membuat pemerintah daerah meraup uang banyak setiap tahun. Di banyak tempat wisata, kemajuan wisata sering tidak linier dengan kesejahteraan masyarakatnya.

Baca Juga :  ‘Kopi Berkah’ Masuk Toko Modern, Topang Ekonomi Ponpes

Ironi misalnya terlihat saat anak-anak Rahmat (45 tahun), tidak boleh lagi sembarangan bermain di pantai yang tidak jauh dari rumahnya di dusun Mangsit, Desa Senggigi, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat. Dulu semasa dia masih kecil, pantai itulah tempatnya bermain bersama teman-teman sebaya setelah selesai membantu orang tua menangkap ikan di laut. “ Sekarang mendekat wilayah pantai itu saja akan diusir sama Satpam,” ungkapnya belum lama ini.

Komentar Anda
1
2
3
4