Aset Perbankan di NTB 2023 Tumbuh 15,89 Persen

Kepala OJK NTB Rico Rinaldy

MATARAM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB mencatat kinerja perbankan di Provinsi NTB, baik itu bank umum maupun BPR konvensional dan syariah pada 2023 tumbuh positif, bahkan di atas rata-rata nasional.

Pada periode Januari – 31 Desember 2023, sejumlah indikator kinerja perbankan tumbuh positif. Mulai dari aset perbankan di NTB per 31 Desember tembus di angka Rp75,471 triliun atau tumbuh sebesar 15,89 persen, jauh di atas pertumbuhan asset perbankan umum secara nasional yang berada di angka 7,76 persen.

“Kinerja industri perbankan di NTB pada 2023 tumbuh positif, bahkan jauh rata-rata angka nasional,” kata Kepala OJK Provinsi NTB Rico Rinaldy, kemarin.

OJK NTB mencatat, bahwa kinerja bank umum, baik itu bank konvensional, bank syariah dan juga BPR konvensional dan syariah di NTB pada 2023, sejumlah indicator tumbuh positif. Mulai dari aset per 31 Desember tembus di angka Rp75,471 triliun atau tumbuh sebesar 15,89 persen. Begitu juga dengan penyaluran kredit atau pembiayaan selama 2023, dengan jumlah rekening mencapai 614.997 rekening dengan jumlah penyaluran kredit mencapai Rp65,357 triliun atau tumbuh sebesar 15,56 persen.

Selanjutnya, untuk penghimpunan dana pihak ketiga (DKP) dalam kurun waktu 2023, tercatat jumlah rekening sebanyak 9.490.671 rekening dengan jumlah DPK sebesar Rp44,635 triliun atau tumbuh sebesar 2,19 persen. Tak kalah membanggakan lagi kinerja perbankan di NTB per 31 Desember 2023 adalah besaran rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan atau Non Performing Financing (NPL/NPF) hanya 1,49 persen atau turun dibandingkan dengan per 31 Desember 2022, sebesar -0,49 persen year on year (yoy). Sementara itu, loan deposit rasio (LDR) atau uang dari luar NTB yang disalurkan untuk penyaluran kredit di NTB mencapai 146,43 persen atau 16,93 persen yoy. Ini menunjukkan bahwa penyaluran kredit oleh perbankan di NTB lebih tinggi dibandingkan dengan penghimpunan DPK selama kurun waktu 2023.

Baca Juga :  OJK, Bank Mandiri dan Bank NTB Syariah Siap Pulihkan Ekonomi NTB

“Kredit bermasalah atau NPL perbankan di NTB semakin membaik, dari tahun –tahun sebelumnya,” kata Rico.  

Lebih lanjut Rico memaparkan, bahwa untuk perkembangan perbankan secara nasional per 31 Desember 2023, di mana aset perbankan sebesar Rp218.161 triliun atau tumbuh sebesar 7,76 persen dengan total kredit Rp157,816 triliun atau tumbuh sebesar 9,79 persen. Sementara itu, NPL untuk perbankan secara nasional adalah di angka 9,50 persen, atau naik sebesar 1,81 persen yoy.

Sementara itu, kata Rico, untuk kredit di Provinsi NTB pada 2023 berdasarkan jenis penggunaan, yang terbesar pertama adalah kredit modal kerja sebesar 27,250 triliun dengan NPL 2,16 persen; kedua Investasi sebesar Rp8,994 triliun dengan NPL sebesar 0,89 persen; kredit konsumsi dengan besaran Rp29.114 triliun dengan NPL sebesar 0,89 persen.

Baca Juga :  OJK Terbitkan Aturan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan

Kemudian untuk 5 kredit sektor ekonomi tertinggi yang disalurkan oleh perbankan di NTB per 31 Desember 2023; Pertama, penerima kredit bukan lapangan usaha dengan nominal Rp29,114 triliun dengan share 44,55 persen dan NPL 0,89 persen; kedua, Perdangan besar dan eceran dengan besaran kredit Rp12,620 triliun, share kredit 19,31 persen dengan NPL 3,03 persen; ketiga, pertambagan dan penggalian dengan nominal kredit Rp11.465 triliun, dengan share 17,54 persen dan NPL 0,01 persen.

Selanjutnya, keempat adalah pertanian, perburuan dan khutanan dengan nominal kredit Rp5,590 triliun dengan share 8,55 persen dan NPL 2,40 persen. Kelima adalah Konstruksi dengan nominal kredit Rp1,458 triliun, share 2,23 persen dan NPL 3,95 persen.

Adapun 5 kabupaten/kota dengan penyaluran kredit tertinggi di NTB per 31 Desember 2023, adalah; pertama Kota Mataram kredit Rp39.227 triliun; kedua Kabupaten Sumbawa penyaluran kredit Rp6.268 triliun; ketiga Kota Bima Rp5.502 triliun; keempat Lombok Timur dengan besaran penyaluran kredit Rp4.162 triliun dan kelima Lombok Tengah besaran penyaluran kredit Rp3.749 triliun. (luk)

Komentar Anda