KPK Kawal Kerja Sama di Lahan Eks GTI

RAMAI: Pariwisata Gili Trawangan kini mulai ramai. Banyak di antara wisatawan menginap dan menghabiskan liburan di hotel dan restoran yang notabene berdiri di lahan eks GTI.(DOK/RADAR LOMBOK)



MATARAM–Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB sudah menghentikan kontrak kerja sama pengelolaan lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan, KLU dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) sejak September 2021 lalu.

Diketahui, sejak dikerjasamakan tahun 1995 dengan GTI, lahan itu tak kunjung dibangun, malah ditempati warga setempat yang bermukim dan membuka usaha jasa wisata di sana. Adapun terhadap warga yang terlanjur membuka usaha di lahan milik daerah itu, pemprov berencana melakukan kerja sama. Namun sejak tahun lalu hingga pertengahan tahun ini, teknis kerja sama dengan warga tak kunjung tuntas.

Kepala UPT Balai Pemanfaatan dan Pengamanan Aset BPKAD Provinsi NTB H. Muhammad Anwar menyampaikan, progres kerja sama masih terus berproses sesuai dengan tahapan yang sudah ditentukan Satgas Optimalisasi Aset Pemprov NTB di Gili Trawangan. “Alhamdulillah sekarang itu kita masuk di tahap keempat dan mau masuk ke tahap kelima untuk pemulihan aset,” ujarnya belum lama ini.

Diungkapkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sedang memproses untuk penghapusan hak guna bangunan (HGB) GTI, karena sebelumnya pemprov telah menggusulkan untuk dilakukan penghapusan pasca-kontrak kerja sama dengan GTI. “Sekarang ini sedang dilakukan sidang di Jakarta untuk penghapusan HGB PT GTI. Ini progres terakhir,” tambahnya.

Setelah proses persidangan selesai, maka pihaknya akan melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama pemanfaatan aset dengan warga, maupun para pengusaha yang sudah menempati lahan tersebut untuk membuka usaha. “Kalau sudah semua selesai, maka masyarakat sudah dapat bekerja sama dengan kita dan yang belum kita doakan mudah-mudahan supaya dia cepat mengajukan dokumen kerja sama pengelolaan aset di Gili Trawangan,” harapnya.

Lebih lanjut, Anwar menjelaskan, HGB sebetulnya telah berakhir sejak dilakukan pemutusan perjanjian kontrak. Namun sidang dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, karena HGB berakhir 2026. Maka dalam proses ini, sambungnya, ada beberapa dokumen yang menjadi syarat yang harus diserahkan pemprov sesuai syarat yang ditentukan Kementerian ATR/BPN untuk menghapus HGB. “Dokumen yang diambil seperti surat perjanjian kontrak kita, pemutusan perjanjian kontrak yang dikeluarkan gubernur terhadap PT GTI dan lain sebagainya,” sambung Anwar.

Bahkan pihak Kementerian ATR/BPN turun langsung ke lokasi lahan di Gili Trawangan untuk melihat kondisi yang ada. “Alhmadulillah sudah dua kali ke sini, dan sudah kita rapat koordinasi di Senggigi. Baru teman-teman dari Kementerian ATR/BPN kantor wilayah ke Jakarta untuk disidangkan penghapusan HGB PT GTI,” ungkapnya.

Sementara untuk menjaring permohonan kerja sama pemanfaatan aset lahan eks GTI, lanjut Anwar, pihaknya bersama tim terus berupaya memfasilitasi warga maupun pengusaha untuk mengajukan permohonan supaya dapat diproses sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. “Yang sudah mengajukan permohonan sekitar 400-an orang. Tapi yang sudah melakukan perjanjian dengan kami yaitu sekitar 280-an orang yang surat penjanjiannya sudah jadi. Nanti akan diserahkan secara simbolis oleh Ketua KPK,” ungkapnya.

Dengan adanya rencana kehadiran orang nomor satu di lembaga antirasuah, sambung Anwar, pihaknya saat ini juga telah mempersiapkan beberapa dokumen. Mengingat kehadiran Ketua KPK tidak hanya untuk menyerahkan secara simbolis surat perjanjian kerja sama, tetapi juga untuk mengecek progres aset tersebut pasca-diputus kontrak. Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri, rencananya akan datang pada 20 Juli mendatang. “Tapi kalau tidak datang, kami tetap akan menyerahkan perjanjian kerja sama kepada 280-an orang. Karena ini sudah terprogram sesuai dengan time line yang kami lakukan sesuai tahap-tahapan. Karena sekarang ini kami laksanakan tahap keempat untuk melakukan perjanjian kerja sama,” jelasnya.

Bagi masyarakat atau pengusaha yang ingin melakukan perjanjian kerja sama, maka dibebankan kontribusi setiap tahun. “Dan surat perjanjiannya sudah kita selesai tinggal penandatanganan. Tapi mereka bayar dulu baru tandatangani perjanjian,” katanya.

Mengenai berapa besaran yang dibayarkan bagi yang melakukan perjanjian kerja sama, tergantung luasan lahan. Namun yang jelas, akan ada kategori, misalnya untuk lahan yang sudah dijadikan tempat tinggal dan tempat usaha. “Kalau untuk pengusaha ada sampai Rp 300 juta per tahun dan paling sedikit Rp 7,5 juta. Karena Pak Gubernur mengingatkan kita supaya prioritaskan masyarakat yang sudah tinggal lama di sana. Maka untuk kontribusi yang diserahkan ke pemprov tidak besar seperti lahan yang digunakan sebagai tempat usaha. Pak Gubernur kita kan peduli sama masyarakat. Intinya mereka mau untuk berkerja sama dengan pemprov dulu sekarang ini,” bebernya.

Tetapi yang jelas, pemprov menargetkan pemasukan dari pemanfaatan lahan eks GTI itu senilai Rp 300 miliar. “Ya kalau semua yang 280-an orang itu setor kontribusi pada saat pendatanganan kerja sama, maka pemprov sudah mendapatkan pemasukan dari aset itu sekitar Rp 5 miliar lebih,” katanya.

Diketahui, ada ribuan orang yang tinggal dan berusaha di lahan eks GTI, namun yang mengajukan kerja sama, belum setengahnya. Terkait hal itu, Anwar mengakui memang ada kendala di lapangan. Ada banyak kepentingan di sana yang ingin mengamankan aset yang sudah lama ditempati secara ilegal. “Tetapi sekarang kita datang untuk melegalkan lahan yang ditempati supaya tepat usaha yang ditempati mendapatkan berkah. Ya walaupun mereka kaya dengan usaha yang dilakukan di atas lahan aset pemprov, tapi tidak berkah, maka sekarang pemerintah turun supaya usaha mereka berkah,” katanya.
Bagi mereka yang tidak mau melakukan perjanjian kerja sama dengan pemprov sesuai mekanisme yang telah ditentukan, maka akan berurusan dengan KPK. “Itu nanti akan berurusan dengan KPK kalau macam-macam,” tegasnya.

Adapun salah satu keuntungan warga atau pengusaha yang nantinya menempati aset pemprov itu, yakni akan diberikan HGB dalam waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang. Bahkan bisa sampai 80 tahun. “Kecuali kalau ada hal-hal yang dilanggar, ya tidak sampai satu hari perjanjian dapat diputus,” pungkasnya. (sal)

Komentar Anda
Baca Juga :  Tidak Lulus Tes Baca Alquran, Balon Kades Gugat Panitia