2016, Pukesmas Aikmel Tangani 6 Kasus Gizi Buruk

Satar MKm. M. Kes (GAZALIE/RADAR LOMBOK)

SELONG—Selama kurun 2016 ini, Puskesmas Aikmel telah menangani sebanyak 6 kasus gizi buruk.  Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dimana para penderita gizi buruk yang ditangani Puskemas, sebagian sudah bisa di sembuhkan, dan masih dalam proses pemulihan gizi.

Kepala Puskemas Aikmel, Satar SKm. M. Kes mengatakan, penanganan kasus gizi buruk akan cepat tertangani jika tidak ada komplikasi atau penyakit penyerta lainnya yang diderita pasien tersebut. Sehingga penangannya cukup dilakukan di Puskesmas saja, tanpa harus di rujuk ke rumah sakit. “Kalau penderita gizi buruk terdapat penyakit penyerta, maka penyembuhannya lama. Sehingga terpaksa harus kita rujuk ke rumah sakit,” ungkap dia.

Dijelaskan, proses pemulihan penderita gizi buruk dibutuhkan waktu selama tiga bulan untuk penanganannya. Melalui program yang ada, para penderita tidak dibebankan biaya sepeser pun, karena biayanya sudah ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).   Selain itu, di setiap kecamatan sudah dibentuk tim yang khusus menangani penderita gizi buruk ini. “Mereka harus tertangani selama 3 bulan sampai pemulihan,” lanjutnya.

Baca Juga :  Kasta Sorot Kualitas Jalan Buruk

Selain penderita gizi buruk, pihak Puskesmas  juga cukup banyak menangani kasus gizi kurang, dengan jumlah sekitar 32 penderita. Penderita gizi kurang ini lanjutnya, tidak masuk kategori gizi buruk. Melainkan ini merupakan gejala-gejala gizi buruk. Dari 32 penderita gizi kurang , salah satunya bernama Nazwa Asila, umur  1,2 bulan, asal Kembang Kerang Lauk, Aikmel.

“Didata kita, anak ini tidak masuk dalam gizi buruk, karena belum terkena. Penderita gizi buruk itu ada standarnya,” sebutnya.

Yang bersangkutan katanya, tidak hanya mengalami gizi kurang , melainkan dalam dirinya ada penyakit penyerta yang lain yang ditularkan dari sang ibu. Sementara ibunya sendiri telah meninggal dunia karena menderita penyakit TBC.

Inilah yang menjadi penyebab proses penyembuhan pasien Nazwa ini membutuhkan waktu yang cukup lama. “Kita sudah rujuk ke rumah sakit untuk penanganannya. Kalau ada penyakit penyerta memang sulit untuk disembuhkan,” tutup Satar.

Menanggapi ini, Bupati Lotim, Ali BD tak menampik kalau penderita gizi buruk di Lotim sejauh ini masih tinggi. Kasus ini lanjutnya, ditenggarai karena berbagai persoalan. Diantaranya kurangnya pola asuh orang tua, hingga menyangkut kesenjangan ekonomi.

Baca Juga :  Lobar Menuju Gizi Buruk Nol

Dikatakan, data gizi buruk yang ada di Puskesmas, hanya sebagian dari sekian kasus yang sama namun tidak terdata. Untuk menekan kasus serupa, tentu pihak lainya harus terlibat. Tidak hanya mengandalkan dinas kesehatan, melainkan peran dari aparat pemerintah desa dianggapnya sangat perlu. “Kepala-kepala desa itu juga harus terlibat. Karena yang gizi buruk dan orang miskin ini kan ada di desa mereka,” ujar Ali BD.

Menurutnya, anggaran miliaran yang diterima desa dari pusat, seharusnya juga bisa dimanfaatkan untuk bisa merubah kehidupan masyarak sekitar, khususnya mereka yang tidak mampu. Jika itu tidak bisa dimanfaatkan, sebaiknya dana desa itu dikembalikan ke pusat saja.

Namun selama ini tak sedikit dari kepala desa yang masih kebingungan bagaimana menggunakan dana desa itu. “Jangan sampai kemudian kebingungan itu berlanjut, sehingga dana tersebut tidak bisa dimanfaatkan dengan baik,” pungkas Ali BD. (lie)

Komentar Anda