MATARAM – Sebanyak 2 ribu ekor burung selundupan yang akan dibawa ke Bali berhasil diamankan di pelabuhan Lembar Kamis malam (6/7) sekitar pukul 21.15 Wita.
Hal itu diungkapkan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTB, Dr Widada saat menunjukkan barang bukti di kantornya, Jumat kemarin (7/7). Disampaikan Widada, temuan ini merupakan kedua kalinya pada tahun 2017. BKSDA bekerja sama dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Jawa Bali Nusra, Polres Lombok Barat dan Balai Karantina Hewan Mataram. “Ini memang hasil patroli gabungan yang tetap kita laksanakan dengan pihak-pihak terkait,” ucapnya.
Ribuan burung tersebut, ditemukan saat pemeriksaan terhadap sebuah truk fuso dengan Nomor polisi DK 398 KL dengan tujuan Bali. Truk tersebut kemudian diamankan bersama sopirnya karena membawa ribuan burung dengan kardus tanpa dokumen lengkap.
Selain itu, terdapat juga jenis burung yang dilindungi undang-undang (UU) seperti Kecial Kombo. Jenis burung lainnya yang ingin diselundupkan yaitu Kepodang, Punglor Macan, Samyong dan Kecial Kuning. “Kita amankan karena sopirnya tidak memiliki surat angkut, padahal itu wajib jika antar provinsi,” terang Widada.
Untuk barang bukti, kemudian dilepas kembali di Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan. Hal itu dilakukan sebagai upaya konservasi satwa liar agar populasinya tidak punah. Sementara sopir truk fuso, masih menjalani pemeriksaan intensif yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPPHLHK dan BKSDA NTB.
Diperkirakan, ribuan burung tersebut dikumpulkan oleh pengepul dari berbagai sumber. Bukan hanya burung-burung dari NTB saja, kemungkinan ada pula burung-burung dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bisnis burung cukup menggiurkan. Satu ekor burung saja harganya ada yang mencapai Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu, tergantung jenisnya. “Sopir yang sedang kita periksa, katanya hanya mengambil di Terminal Mandalika,” katanya.
Tahun lalu, lanjut Widada, pernah juga ada temuan sebanyak 9 kali. Namun jumlahnya tidak terlalu banyak hanya sekitar 3 ribu ekor sepanjang tahun. “Yang sekarang ini dah temuan kita paling banyak mencapai 2 ribu ekor,” ujarnya.
Tindaklanjut yang dilakukan atas semua temuan, ada yang dibawa ke ranah pidana apabila temuan tersebut merupakan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang dilindungi. Namun apabila membawa TSL yang tidak dilindungi, hanya dikenakan sanksi administratif saja.
Beberapa kasus juga telah ada yang divonis. Hal itu penting dilakukan agar ada efek jera terhadap masyarakat. Mengingat, TSL memang harus dilindungi dan jangan sampai punah. “Ada yang sudah divonis 6 bulan penjara juga tahun lalu,” tandasnya. (zwr)