Wali Kota Tegur Direktur RSUD

MATARAM – Wali Kota Mataram, H Mohan Roliskana merespons soal rencana Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram untuk mengatur pakaian tenaga kesehatan (nakes) atau karyawati muslimah.

Antara lain soal larangan menggunakan rok dan harus menggunakan celana panjang serta jilbab tidak boleh terurai di dada. Kemudian yang paling banyak disoal adalah tentang rencana larangan menggunakan jilbab syari atau jilbab besar. Orang nomor satu di Kota Mataram itu sudah menegur Direktur RSUD karena tidak setuju dengan larangan yang direncanakan. Saya rasa pemahamannya tidak seperti itu, cetus Mohan saat dikonfirmasi, Senin (30/1).

Wali Kota sudah memanggil Direktur RSUD Kota Mataram untuk meminta penjelasan tentang alasan rencana pengaturan pakaian pegawai. Direktur RSUD, kata dia, ingin berupaya meningkatkan pelayanan rumah sakit sekaligus kenyamanan nakes. Ini juga bukan inisiatif datang dari direktur tapi ada aturan lah untuk disosialisaskan. Ini kan baru ditahap mereka menyampaikan di internal saja. Tapi rupanya cepat sekali berkembang seolah ada larangan dan sebagainya. Kan tidak juga begitu, katanya.
Karena sangat rentan untuk memantik persoalan, Wali Kota meminta rumah sakit untuk tidak meneruskan rencana tersebut menjadi kebijakan.

Saya bilang untuk dievaluasi lagi. Jangan dikaitkan-kaitkan lah dengan dengan persoalan-persoalan melarang orang menggunakan jilbab syari dan tidak, ungkapnya.
Rencana yang sebelumnya dilontarkan diminta untuk tidak diteruskan. Kenyamanan berpakaian diserahkan kepada masing-masing pegawai.

Terpenting masih dalam koridor kesopanan. Nanti dengan sendirinya kalau nakes-nakes bagaimana nyamannya mereka berpakaian yang sesuai. Sepanjang itu tidak mengganggu kinerja, terus sopan dan pelayanan tetap jalan. Kemudian orang yang dilayani tetap merasa nyaman dan yang melayani bisa lebih nyaman dan tenang. Itu saja standar yang kita terapkan di situ, terangnya.

Namun dia memahami, Direktur RSUD Kota Mataram bukan bermaksud untuk melarang. Apalagi dikaitkan dengan persoalan yang memang sensitif untuk disikapi tidak hanya dari pegawai rumah sakit. Tetapi juga bisa memantik reaksi masyarakat.

Kalau saya menekankan untuk keseragaman saja. Itu kan identitas rumah sakit, itu penting. Kemudian kesopanan dan secara performa juga rapi. Kemampuan melayani juga baik. Saya pikir itu lah yang terpenting dari pada yang lain, jelas Mohan.
Tak cuma teguran, anggota DPRD Kota Mataram bahkan mendorong agar Direktur RSUD Kota Mataram diberikan sanksi atas wacana pemberlakuan jilbab syari yang bakal diterapkan pada pegawai itu.

Meski baru wacana, namun sudah menimbulkan kegaduhan dan sorotan selama ini. Pemkot Mataram harus bersikap tegas, jangan sampai ada pembiaran dan menimbulkan banyak sorotan, kata Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kota Mataram, Sinta Primasari.
Shinta juga mengingatkan agar jajaran direksi RSUD Kota Mataram tidak semena-mena menerapkan aturan seragam karyawan. Sehingga tidak ada kesan pembedaan, apalagi menyangkut jilbab yang tetunya mayoritas muslim banyak menjadi pengawai di RSUD Kota Mataram. Kita harapkan wacana tersebut dihapus, jangan ada lagi yang muncul, singkatnya.

Anggota Fraksi Gerindra DPRD Kota Mataram, Herman menambahkan, untuk wacana tersebut diharapkan tidak diberlakukan apalagi soal pengaturan jilbab sangat sensitif selama ini. Dia berharap, RSUD lebih fokus dalam pelayana kesehatan sata ini. Sehingga tidak ada keluhan bagi masyarakat, di Kota Mataram. Jangan ada kegaduhan lagi, kita harapkan jadi bahan evaluasi bersama, katanya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mataram sebelumnya juga menentang rencana Direktur RSUD Kota Mataram untuk mengatur pakaian nakes atau karyawati muslimah. MUI meminta RSUD Kota Mataram tidak membatasi penggunaan jilbab syari ataupun jilbab kecil di rumah sakit plat merah tersebut.

Saran kami lebih baik tidak ada pembatasan jilbab besar atau kecil yang penting berjilbab dan sopan, ujar Ketua MUI Kota Mataram, TGH Ahmad Muammar Nasrullah.
Dia mengatakan, RSUD Kota Mataram tidak perlu untuk mengeluarkan kebijakan tentang penggunaan jilbab syari dan jilbab kecil. Karena yang terpenting adalah kinerja pegawai tetap maksimal dan tidak terganggu dengan jilbabnya.

Artinya tidak ada yang rugi dan dirugikan. Sabda Nabi la dharar wala dhirar (tidak ada yang rugi dan dirugikan) semuanya untung dan nyaman, itu prinsip agama, katanya.
Terlebih rencana kebijakan tersebut menuai polemik karena begitu banyak aspirasi dari internal pegawai RSUD agar rencana tersebut tidak menjadi kebijakan.

Alasannya karena sejak awal tidak ada larangan tentang pakaian di RSUD Kota Mataram. Nakes atau karyawati pun sudah bertugas dengan baik. Sehingga jika menjadi kebijakan dikhawatirkan ada diskriminasi di RSUD Kota Mataram. Tentang ini, MUI Kota Mataram akan meminta penjelasan langsung dari manajemen rumah sakit. Makanya kami perlu tabayyun dulu kepada pihak RSUD apa alasannya sehingga melarang jilbab besar. Dari beberapa pendapat yang muncul karena saat bekerja dengan jilbab besar tidak maksimal pelayanan penanganan pasien, Insyaallah ini belum valid kami akan kroscek dulu, ungkapnya. (gal/dir)

Komentar Anda