Berawal dari hobi koleksi keris, membuat Lalu Heru Nuryadin terpanggil untuk melestarikan benda pusaka ini. Dia pun menggagas gerakan untuk menggugah kesadaran warga untuk melestarikan benda pusaka ini.
SUDIRMAN-MATARAM
Keris Lombok salah satu benda pusaka di Pulau Lombok yang memiliki nilai sejarah cukup panjang. Namun sayang, benda pusaka tersebut semakin jarang ditemukan bahkan banyak yang memanfaatkan sebagai ajang bisnis. Hal ini, menjadi perhatian serius Lalu Heru Nuryadin. Pria asal Rembiga, Kota Mataram ini mulai tergugah hati untuk menyelamatkan benda pusaka tersebut.
Ia pun terus menggalakan gerakan pelestarian keris melalui media sosial facebook dengan mendirikan Paguyuban Keris Lombok “Wulu Dante”.
Sejak dibentuk, sudah ada ribuan peserta yang tergabung untuk menyelamatkan benda pusaka yang kerap dijualbelikan ini.
Berbicara keris, Heru memiliki pengetahuan luas. Sejarah keris Lombok diketahui sekitar abad ke-14. Hal ini dapat ditelusiri dalam kitab yang disusun oleh Empu Prapanca dalam lontar Negara Kertagama. ‘’Keris Lombok dapat kita kenali dari Adeg atau gaya keris tersebut, sedikit kemiripan antara gaya keris Jawa dan Bali,’’ katanya, Kepada radar Lombok, Selasa kemarin (1/8).
Namun keris Lombok kata Heru memiliki gaya khas yang membedakannya dengan gaya keris di daerah lain baik itu pembawaan fisik kelahirannyaa dan penampilan yang menunjukkan ciri serta asal usul serta zaman pembuatannya. Gaya keris Lombok juga dipengaruhi asalnya namun umumnya memiliki kemiripan seperti Bayan, Sokong, Mambalan, Selaparang, Langko, Rambitan,Pejanggik, Kedaro dan Banjar Getas.
Saat ini, banyak sekali ditemukan gaya keris dengan penampilan dan gaya tertentu serta bahan yang tertentu pula dan pamor yang berbeda. Hal ini dipengaruhi pula oleh niat dan maksud dibuatnya keris tersebut.
Dahulu fungsi keris sebagai senjata, kelengkapan busana,sebagai tanda atau lambang kekuasaan,sebagai sarana upacara adat, sebagai lambang penyerahan diri serta sebagai sarana spritual. Sedangkan saat ini, disamping fungsinya sebagai benda budaya yg bernilai tinggi dan sebagai kelengkapan busana adat Sasak juga dikomersilkan. ‘’Saya merasa sedih melihat para pelaku yang mendalami keris ini sebagai ajang bisnis atau jual beli yang terkadang menjual benda-benda pusaka tersebut keluar Lombok bahkan ke luar negeri,’’ ucapnya.
Keris sebagai pusaka leluhur itu harus dijaga, dirawat agar anak cucu dapat menikmatinya. ”Atas hal itu upaya kita yaitu mengkampanyekan pelestariannya khususnya bagi generasi muda agar lebih mencintai budayanya. Kita sering diamanahkan oleh para guru-guru kita atau orang tua kita dulu yaitu inget dengan toak (ingat orang tua), jagak adat dan budaya (jaga adat dan budaya serta pelihara pusaka.
Upaya itu, terus ditekankan di dalam Paguyuban Keris Lombok “Wulu Dante” yang beranggotakan ribuan orang ini,” tuturnya.
Paguyuban Keris Lombok “Wulu Dante” dijadikan ajang diskusi seputar keris. Anggotanya dari budayawan, akademisi dan para pegiat keris Sasak. ”Paguyuban ini sarana belajar, saling mengisi, forum silaturrahmi dan tukar menukar asesoris keris,” jelasnya.
Upaya pelestarian keris ini juga dilakukan melalui forum-forum resmi dalam even budaya yang dilakukan oleh MAS (Majelis Adat Sasak), Lembaga Pembasak ( Pengemban Adat Budaya Sasak), PEPADI ( Persatuan Pedalangan Indonesia ), Lembaga-lembaga krama adat, ritual-ritual budaya/adat seperti sorong serah aji krama dan nyongkolan.(*)