Setelah Langka, Kini Harga Pupuk Naik

MUSIM TANAM : Beberapa buruh tani tengah menanam padi di lahan persawahan di Lombok Tengah. (DEVI HANDAYANI /RADAR LOMBOK )

MATARAM – Setelah sempat langka keberadaan pupuk di NTB beberapa pekan belakangan ini, kini harga pupuk subsidi justru mengalami kenaikan cukup tinggi.  Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri Pertanian (Mentan) RI Nomor 49 Tahun 2020 tertanggal 30 Desember 2020 memberlakukan harga pupuk subsidi mengalami kenaikan cukup tinggi.

Anggota Komisi IV DPR RI Dapil NTB 1, H Johan Rosihan menilai, kebijakan Permentan No 49 tahun 2020 yang menetapkan kebijakan keniakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beberapa jenis pupuk bersubsidi sektor pertanian sebagai langkah yang keliru dan menjadi kado pahit bagi petani saat memasuki tahun baru 2021 ini. Pasalnya, pemerintah tidak sensitif terhadap penderitaan dan beban petani pada masa pandemi ini, karena berakibat memberatkan petani di tengah masa sulit dan susah.

“Semestinya pemerintah fokus membantu petani agar semakin produktif melakukan kegiatan usaha tani dengan cara menjaga ketersediaan pupuk bersubsidi di lapangan, agar tidak langka dan mudah didapat,” ujar H Johan Rosihan, Selasa (5/1).

Tak hanya itu saja, untuk mengantisipasi berbagai permainan pupuk yang telah merugikan petani dan memperbaiki pola manajemen distribusi pupuk serta pengawasan di lapangan, pemerintah harus cepat mengatasi persoalan pupuk ini. Karena, hal tersebut terus terjadi setiap tahun yang justru menambah beban petani dengan menaikkan HET pupuk bersubsidi.

“Harusnya pemerintah segera bertindak mengatasi fenomena hilangnya pupuk bersubsidi di lapangan, apalagi ketika waktu musim tanam tiba serta mengantisipasi berbagai kesulitan yang dihadapi petani,” tuturnya.

Permentan 49/2020 disebutkan HET Urea yang semula Rp 1.800 per kilogram (kg) telah dinaikan sebesar Rp 450, sehingga jadi Rp 2.250 per kg. Pupuk SP-36, yang semula HET Rp 2000 per kg, kini naik Rp 400, sehingga menjadi Rp 2.400 per kg.  Pupuk ZA yang asal nya Rp 1.400, naik menjadi Rp 300, sehingga menjadi Rp 1.700 per kg. Organik granul naik sebesar Rp 300 per kg, yang semula Rp 500 menjadi Rp 800. Sedangkan NPK tidak mengalami kenaikan HET dan tetap Rp 2.300 per kg.

Menurutnya, pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan menaikkan HET beberapa jenis pupuk bersubsidi, seperti HET Urea yang semula Rp 1.800 per kg yang telah dinaikkan Rp 450, sehingga harganya menjadi Rp 2.250 per kg dan beberapa jenis pupuk lainnya yang juga mengalami kenaikan.

“Persoalan pupuk bersubsidi ini yang bisa dilakukan pemerintah, yakni harus mampu bersinergi dengan semua stakeholders pertanian dan instansi lainnya merumuskan kebijakan tersebut,” jelasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB H Husnul Fauzi mengatakan, kebijkan kenaikan HET pupuk subsidi, agar tidak ada lagi alasan biaya transportasi dan lainnya yang menimbulkan kenaikan cukup tinggi.

“Tidak pernah ada kenaikan lagi di antar petani supaya tidak ada lagi yang bermain antar distribussi atau pengecer. Karena selama ini praktiknya di lapangan banyak yang tidak sesuai,” ujarnya.

Dalam mengatasi hal tersebut, pemda akan melakukan pengawasan lebih diperketaat sehingga tidak ada lagi kenaikan di tingkat petani. Rata-rata naiknya sekitar 5-10 persen. (dev)

Komentar Anda