RUU Provinsi NTB Bukan Pemekaran

H Ahmad Sukisman Azmi (ASA) (AHMAD YANI/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Komisi II DPR RI dan pemerintah telah sepakat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang lima provinsi dilanjutkan ke tingkat paripurna untuk pengambilan keputusan. Diantara ke lima RUU provinsi itu, adalah RUU Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Hal itu disampaikan Anggota DPD RI Dapil NTB, H Ahmad Sukisman Azmi (ASA), karena DPD RI terlibat langsung bersama DPR RI dan pemerintah dalam pembahasan RUU tentang lima provinsi tersebut, termasuk RUU Provinsi NTB.

“RUU lima provinsi, termasuk diantaranya RUU Provinsi NTB tinggal pengambilan keputusan di paripurna DPR RI,” ucap mantan Ketua PWI NTB ini, kemarin.

Diungkapkan, ke lima provinsi itu termasuk NTB, belum memiliki Undang-undang (UU) provinsi sendiri. Selama ini, kata ASA, NTB masih menggunakan UU lama semasa Republik Indonesia Serikat (RIS), yakni UU Provinsi Nusa Tenggara (Nusra) bersama Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sebab itu, dengan adanya RUU Provinsi NTB itu diusulkan untuk dilakukan revisi dan penyempurnaan, agar menjadi Undang-Undang terbaru yang memperkuat landasan konstitusi UUD 1945 dan semangat otonomi daerah.

“Pembentukan Provinsi NTB masih menggunakan UUDS 1958, sehingga dengan RUU Provinsi NTB disesuaikan agar dasar hukumnya  disesuaikan UUD 1945 dan otonomi daerah,” ucap ASA.

Lebih lanjut disampaikan ASA, dalam RUU lima provinsi itu termasuk NTB, pihak DPD RI telah menyepakati empat muatan substansi RUU provinsi tersebut. Yaitu terkait penyempurnaan dasar hukum, penyesuaian cakupan wilayah, penegasan karakteristik, dan singkronisasi peraturan perundangan-undangan. “Misalnya penegasan karakteristik provinsi bercirikan kepulauan dan pariwisata halal,” terangnya.

Baca Juga :  50 Rumah di Sekarbela Siap Jadi Tambahan Penginapan MotoGP

ASA juga meluruskan bahwa RUU lima provinsi itu, termasuk RUU Provinsi NTB, bukan RUU pemekaran daerah atau provinsi. Pasalnya, untuk pemekaran provinsi yang dibahas saat ini oleh DPR dan pemerintah adalah untuk provinsi baru yang ada di Papua. Sedangkan untuk daerah lainnya masih dilakukan moratorium. “Ini perlu kita luruskan, bahwa RUU Provinsi NTB ini bukan RUU pemekaran provinsi,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota DPR RI Dapil NTB, Syamsul Lutfi mengungkapkan dengan adanya RUU Provinsi NTB, jelas akan berguna untuk menjawab permasalahan yang terjadi di daerah, sekaligus merupakan kebutuhan hukum bagi Pemprov NTB dan masyarakat.

Dengan begitu, jalannya roda pemerintahan ke depan akan berjalan lebih baik. “Ini akan mempercepat kemajuan daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTB,” tandas Luthfi, sekaligus menegaskan RUU lima provinsi, termasuk RUU Provinsi NTB, bukan RUU pemekaran daerah.

Senada, Sekretaris Daerah Provinsi NTB, Drs H Lalu Gita Ariadi, M.Si, juga menepis informasi tentang isu penyusunan RUU Pemekaran Daerah di Provinsi NTB. “Hari-hari terakhir ini beredar berita di media sosial tentang rencana DPR RI membahas dan akan mengesahkan 5 RUU Pemekaran Daerah. Termasuk Provinsi NTB, akan menjadi 2, dengan terbentuknya Propinsi Pulau Sumbawa. Rasanya berita tersebut prematur dan menjurus hoax,” ucap Sekda.

Diakui Gita, memang beberapa waktu lalu, Anggota DPR RI Komisi II Kunker antara lain ke NTB, tujuannya adalah sosialisasi hak inisiatif dewan untuk membentuk 13 RUU, termasuk menyerap aspirasi tentang pembuatan RUU Provinsi NTB.

Baca Juga :  Mataram Gagal dapat Jatah CPNS

Namun substansinya bukan pemekaran, tetapi penyesuaian dasar pembentukan Provinsi NTB, dan penyesuaian kondisi aktual yang dipandang perlu. “Apalagi selama ini NTB bersama Bali dan NTT dibentuk dengan Undang-undang 64/1958,” jelas Sekda.

Disampaikan Sekda, bahwa pada tanggal 5 Juli 1959, keluar Dekrit Presiden untuk kembali ke Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sedangkan UU 64/1958, yang lahir sebelum Dekrit Presiden, mengacu pada Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) saat Republik Indonesia Serikat (RIS). “Hal tersebut dinilai bernuansa federalistik yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Karenanya dipandang perlu untuk disesuaikan,” tambah Gita.

Selain kawasan Sunda Kecil, kawasan Sulawesi dan Kalimantan juga dibentuk dalam suasana kebatinan yang sama. Sehingga DPR RI menginisiasi 13 RUU dasar pembentukan masing-masing provinsi, dan disesuaikan dengan kondisi terkini. “Jadi bukan RUU Pemekaran. Karena Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) masih moratorium,” tegas Gita.

Kalaupun saat ini provinsi di Papua dimekarkan, dari 2 provinsi menjadi 5 provinsi, maka bukan berarti moratorium DOB telah dicabut. Pemekaran Papua ini antara lain adalah amanat UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. “Ini harus diluruskan, agar tidak menimbulkan disinformasi ditengah masyarakat,” tutup Sekda. (yan)

Komentar Anda