PPHP Sebut Barang Sesuai, tetapi Tak Lihat HPS dan Invoice

SIDANG: Tiga orang PPHP dihadirkan jaksa penuntut untuk didengarkan kesaksiannya dalam sidang korupsi pengadaan marching band Dikbud NTB 2017. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Ketua Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP), Sarafudin menyebut pembelian barang alat kesenian atau marching band pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB tahun 2017, sudah sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak.

“Tidak ada temuan, semua barang dan jenis sesuai kontrak,” kata Sarafudin, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan alat kesenian atau marching band pada Dinas Dikbud NTB 2017, dengan terdakwa Muhammad Irwin; pejabat pembuat komitmen (PPK), dan Lalu Buntaran; penyedia barang dari CV Embun Emas, Kamis (30/11).

Saksi mengatakan setelah melakukan pemeriksaan jenis barang dan jumlah barang, maka barang yang terbeli sudah sesuai. Pemeriksaan dilakukan berpedoman pada kontrak dan kerangka acuan kerja (KAK). “Kami periksa barangnya satu persatu, sesuai nama yang tertera dalam kontrak. Dimana panduannya kontrak dan KAK,” ujarnya.

Namun saksi juga mengakui tidak pernah melihat harga perkiraan sendiri (HPS) maupun invoice barang yang terbeli dari pihak penyedia. “Kalau itu tidak melihat, tidak juga (invoice),” akunya.

Tidak hanya itu, Sarafudin juga mengaku tidak tahu-menahu dari mana penyedia membeli barang yang diperiksa. Pihaknya hanya menjalankan pemeriksaan berdasarkan adanya permintaan dari PPK. Pun di dalam kontrak, tidak ada mencantumkan merek barang dan harga barang. “Yang kami lihat adalah jenis dan volume barang,” sebutnya.

Setelah barang dikatakan sesuai dan tidak ada temuan, maka PPHP melaporkannya ke pimpinan. “Kalau barang tidak lengkap, kami sampaikan tidak lengkap. Kalau barangnya lengkap, kami laporkan lengkap. Kami laporkan secara tertulis,” ujarnya.

Baca Juga :  Tiga Kontraktor Diperiksa KPK

Laporan tertulis dengan cara dibuatkan berita acara pemeriksaan barang. Dimana berita acara itu dibuatkan sebanyak dua tahap. Tahap pertama menyangkut belanja hibah dan belanja modal. “(Tahap) kedua itu, kami hanya memastikan barang itu, siapa tau ada yang tercecer. Makanya dibuatkan dua kali berita acara,” katanya.

Jaksa penuntut tidak hanya menghadirkan Sarafudin selaku Ketua PPHP, melainkan juga menghadirkan Dadang Fajar sebagai sekretaris dan Rusman sebagai anggota PPHP. Kedua saksi itu turut membenarkan bahwa barang yang dibeli penyedia sudah sesuai. Hal itu sudah dilaporkan dalam berita acara hasil pemeriksaan, baik pertama dan kedua.

“Beda berita acara hasil pemeriksaan pertama dan kedua hanya berbeda tanggal pelaksanaannya saja. Setelah itu berita acaranya kami serahkan ke PPK,” ungkap saksi secara bersamaan.

Sebelumnya, jaksa dalam dakwaan menyebutkan kedua terdakwa kongkalikong dalam pengadaan alat kesenian tahun 2017 tersebut. Persekongkolan itu terjadi sejak penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).

Tak hanya itu, persekongkolan juga terjadi saat penentuan spesifikasi peralatan marching band yang nantinya diperuntukkan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah menengah atas.

Untuk pengadaan alat Marching Band itu, dianggarkan dalam dua paket pengadaan. Paket pertama, PPK menyusun HPS senilai Rp1,69 miliar untuk 8 unit pengadaan alat Marching Band. Sementara paket kedua, HPS senilai Rp1,06 miliar untuk 5 unit pengadaan alat Marching Band.

Kedua paket itu dimenangkan CV Embun Emas, dengan nilai penawaran berbeda. Paket pertama dengan nilai penawaran Rp 1,57 miliar, sedangkan paket kedua sebesar Rp 982 juta.

Baca Juga :  Polda NTB Dalami Laporan Prof Asikin

Muhammad Irwin, selaku PPK pertama kali menentukan nilai HPS dengan meminta anak buahnya, Sabarudin untuk melakukan survei pasar. Melalui internet, Sabarudin mendapatkan sebanyak 17 rekomendasi alat marching band. Itu didapatkan dari Julang Marching Band yang ada Sleman, Yogyakarta.

Hasil pencarian di internet itu kemudian diserahkan ke terdakwa Muhammad Irwin, dan selanjutnya, Muhammad Irwin menyerahkan ke terdakwa lalu Buntaran dan saksi Sapoan.

Dengan daftar yang diterima dari terdakwa Muhammad Irwin, terdakwa Lalu Buntaran menghubungi Julang Marching Band, dan meminta daftar harga untuk satu unit alat Marching Band tersebut. Usai mendapatkan daftar harga, Lalu Buntaran menyerahkan ke Muhammad Irwin.

Penyerahan daftar harga diserahkan di Kantor Dinas Dikbud NTB. Lalu daftar harga itu dipergunakan untuk menyusun HPS untuk satu unit kelengkapan alat Marching Band. “Nilainya sebesar Rp 212 juta,” jelasnya.

Terungkap di dalam dakwaan, CV Embun Emas yang keluar sebagai pemenang bukan miliknya terdakwa Lalu Buntaran, melainkan milik adiknya.

Dan jaksa dalam dakwaan menyebutkan Lalu Buntaran melakukan monopoli. Hal itu dikarenakan dari belasan perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, hanya CV Embun Emas yang melampirkan harga penawaran. Juga tidak menyalurkan barang sesuai spesifikasi perencanaan.

Atas tindakannya, ke dua terdakwa menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp 702 juta, berdasarkan hasil audit BPKP NTB. (sid)

Komentar Anda