Pelaku Wisata Protes Pajak Hiburan Naik 40 Persen

Dewi Cahyaning Candra (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

TANJUNG – Pajak hiburan kini naik menjadi 40 persen sampai 75 persen. Itu diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dalam hal ini, Pemda KLU sudah menindaklanjuti dengan membuat  Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2023 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi  Daerah (PDRD). Di mana untuk di KLU pajak hiburan ditetapkan sebesar 40 persen. Jadi ada kenaikan dari sebelumnya yang hanya 15 persen.

Kasubbid Perencanaan Pengembangan dan Kebijakan Bapenda KLU  Dewi Cahyaning Candra mengatakan bahwa aturan ini mulai berlaku sejak  Januari 2024 ini. “Ini sudah jauh-jauh hari kita sosialisasikan sehingga kini mulai diberlakukan,” ujarnya, Rabu (17/1).

Usaha yang dikenakan pajak hiburan 40 persen ini jelasnya adalah  diskotek, karaoke, kelab malam, bar, mandi uap/spa hingga gym. UU HKPD memberi ruang kepada pemda untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif PDRD sesuai kondisi perekonomian di wilayah masing-masing. “Di KLU sendiri memilik angka 40 persen karena menyesuaikan dengan kondisi perekonomian masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga :  Desa Aktif Kembalikan Temuan Inspektorat

Berbicara terkait potensi dari pajak hiburan ini, Dewi mengaku bahwa tidak begitu besar. Sebab objek pajaknya belum terlalu banyak. “Di KLU baru ada SPA, salon, dan gym. Kalau karaoke belum ada di KLU,” ungkapnya.

Mengingat potensinya tidak terlalu besar maka pihaknya pun hanya menargetkan Rp 700 juta dalam setahun untuk pajak hiburan. Nilainya meningkat dibandingkan tahun lalu.

Bendahara Bapenda KLU Putri Bintang mengatakan bahwa target pajak hiburan tahun 2023 sebesar Rp 311.215.400. Kemudian realisasinya Rp 633.175.759. “Sejauh ini kita hanya dapat dari mandi uap, spa, dan panti pijat karena di sini memang tidak ada tempat karaoke,” ucapnya.

Terhadap kenaikan pajak hiburan menjadi 40 persen ini, salah satu pelaku usaha yaitu Lalu Kusnawan protes. Menurutnya jika aturan ini diberlakukan maka akan sangat memberatkan bagi pelaku usaha. “Kondisi sekarang ini kita masih berat karena akumulasi dari gempa kemudian covid-19. Jadi akibat bencana tidak ada pemasukan saat itu sehingga  pengusaha banyak utangnya dan itu yang harus kita selesaikan sekarang,” ujarnya.

Baca Juga :  Gempa, Sejumlah Bangunan Rusak, Satu Korban Luka

Jika dipaksakan untuk diberlakukan, Kusnawan khawatir imbasnya kepada pengurangan karyawan di setiap perusahaan jasa hiburan. “Mau tidak mau perusahaan harus efisiensi. Efeknya ini yang mestinya harus dipikirkan,” ungkapnya.

Selain itu kata pria yang juga Ketua Gili Hotel Association (GHA) ini jika pajak 40 persen tetap diberlakukan maka bisa saja nantinya banyak perusahaan tutup. “Kemudian imbasnya juga bisa saja perusahaan main kucing-kucingan dengan pemerintah daerah,” bebernya.

Atas dasar itu maka Kusnawan meminta agar peraturan ini sebaiknya dibatalkan saja. Lagi pula kata dia imbal balik dari pajak yang tinggi bagi pelaku usaha ini juga belum jelas seperti apa. “Selama ini kita hanya berjuang sendiri untuk memajukan usaha. Pemerintah bisa bantu ndak nanti kalau pajaknya sudah naik 40 persen,” tutupnya. (der)

Komentar Anda