Menikmati Serunya Malean Sampi di Desa Batu Kuta

Dari Urusan Nazar hingga Ketertarikan Wisatawan

Menikmati Serunya Malean Sampi di Desa Batu Kuta
LESTARI : Tradisi malean sampi di Desa Batu Kuta Kecamatan Narmada masih tetap lestari dan dipadati penonton, Minggu (29/10). (ZUL/RADARLOMBOK)

Sebagai daerah agraris (pertanian), tradisi malean sampi di Lombok Barat masih lestari. Seperti yang berlangsung di Desa Batu Kuta Kecamatan Narmada kemarin.


ZULKIFLI – GIRI MENANG


Di Desa Batu Kuta ada warga bernama Amaq Ehsan. Petani ini menggelar kegiatan malean sampi untuk menebus nazar (janji). Belum lama ini dia mendapatkan kabar bahwa salah seorang anaknya di Malaysia ditangkap polisi setempat karena diduga terlibat pencurian sepeda motor. Tetapi faktanya sang anak tidak terlibat. Selama anaknya dalam masalah, ia bernazar akan menggelar kegiatan malean sampi jika anaknya selamat.” Ini nazar. Alhamdulillah bisa terselenggara,” ungkapnya.

Baca Juga :  Gaet Wisatawan Jerman, Dispar Promosi ke Berlin

Desa Batu Kuta sendiri memang identik dengan tradisi malean sampi. Di sini ada kelompok ternak “Pade Girang” yang kerap menyelenggarakan malean sampi.

Ketua kelompok, Parman, menjelaskan biaya penyelenggaraan malean sampi tidak besar. Kelompoknya juga selalu bersedia bila diundang ikut malean sampi, dengan biaya sendiri.

Aksesoris malean sampi cukup mahal harganya. Misalnya harga kerotoq berkisar Rp 3 juta-Rp 7 juta. Beda dengan ayuge yang harganya berkisar Rp 300 ribu dan gau yang hanya berkisar Rp 500 ribu. “Kerotoq itu harus dari kayu, dan tidak dilem, karena itu menyangkut suaranya saat lari. Kalau fiber glass juga ndak bagus,” jelasnya.

Apabila diundang lanjutnya, anggota kelompok hadir kendati pengundang hanya melayani mereka dengan sekedar nasi bungkus. Yang penting adalah nilai silaturahminya.

Di Narmada saja ada 200 pasang sapi yang memang spesialis malean sampi. Sapi yang dipergunakan tidak sembarangan. Kalau asal sapi, biasanya ada yang tidak kuat bahkan tidak bisa berlari. Sapi yang dipergunakan untuk malean sampi itu harganya berkisar di atas Rp 17 juta. Biasanya kalau sapi itu saat malean sampi dianggap bagus, akan naik harganya. “Ada yang sampai Rp 38 juta,” bebernya.

Dalam malean sampi ini lanjutnya, ada yang sekadar malean sampi artinya sekadar memacu sapi secara bergiliran pada satu lintasan di tengah sawah, ada juga yang dilombakan. Tetapi yang dilombakan ini biasanya jarang, karena sering kali terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ada saja yang menggunakan ilmu untuk menjatuhkan sapi kawan, sehingga membuat rugi kawan lainnya. “Jadi sekarang jarang, ya begini saja, kalau misalnya dari kecamatan yang buat, biasanya diberikan pengganti transportasi sekadar Rp 200 ribu, kalau yang ini tidak ada, yang penting silaturahmi,” jelasnya.

Baca Juga :  Dua Desa Wisata Tunggu Pengumuman ADWI 2022

Malean sampi yang digelar di Desa Batu Kuta kemarin, memang tidak terekspose maksimal, dukung hanya dari pemerintah desa setempat. Namun malean sampi di lahan salah seorang warga seluas kurang lebih puluhan are itu mampu mengundang wisatawan. Bahkan wisatawan mancanegara.(*)

Komentar Anda