Masyarakat Diminta Ikut Mengawasi Tenaga Kerja Asing

I Gede Putu Aryadi (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke berbagai daerah di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi konsekuensi yang tidak bisa dihindari, atas meningkatnya investasi asing yang masuk ke Indonesia.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan berbagai proyek investasi pembangunan strategis nasional terus digesa di NTB. Sehingga dengan berbagai potensi alam yang dimiliki NTB, mampu menjadi daya tarik bagi investor nasional hingga investor asing.
Namun disisi lain, maraknya investasi yang ada di NTB.

Tidak menutup kemungkinan akan diikuti dengan rekrutmen tenaga kerja, termasuk masuknya TKA dari luar.
“Dengan perkembangan kemajuan teknologi dan pembangunan, banyak skill yang dibutuhkan perusahaan belum dikuasai dengan baik oleh tenaga kerja lokal kita.

Sehingga terpaksa mendatangkan TKA sebagai tenaga ahli. Memang ada kewajiban perusahaan untuk menyiapkan tenaga kerja lokal. Tetapi butuh waktu dan proses untuk menyiapkannya,” kata Aryadi, pada kegiatan FGD dengan Stakeholders yang Membidangi Pengawasan Orang Asing Terkait Pengendalian TKA di Hotel Montana Premier Senggigi.

Aryadi menegaskan pemerintah NTB tidak alergi dengan TKA. Hanya saja pemerintah ingin agar sumber daya dan potensi alam yang dimiliki NTB bisa mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi warga NTB sendiri.

Diketahui bahwa ada beberapa jabatan yang belum bisa terpenuhi oleh WNI. Alasan masih kurangnya tenaga ahli didalam negeri, menjadi dasar perusahaan atau investor menggunakan TKA. “Kita tidak alergi kepada TKA, tapi masuknya TKA harus sesuai prosedur. Apabila memang skill yang dibutuhkan tidak tersedia pada tenaga kerja lokal, maka boleh menggunakan TKA,” tekan mantan Irbansus pada Inspektorat NTB tersebut.

Karena itu, harus ada program yang konkrit dalam menyiapkan tenaga kerja lokal agar sesuai dengan skill yang dibutuhkan perusahaan atau investor. Disnakertrans tentu tidak bisa bekerja sendiri, dibutuhkan kolaborasi dengan stakeholders terkait.

Pada tahun 2021, Disnakertrans NTB meluncurkan program PePADU Plus. Dimana pemerintah bersama seluruh stakeholders terkait berkolaborasi melakukan job future analysis. Hasilnya, ada beberapa pelatihan yang ditutup karena tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan di masa depan, dan banyak pelatihan dengan skill baru yang dibuka.

Baca Juga :  Jumlah ODP dan PDP Covid-19 di NTB Terus Bertambah 

Contohnya di sektor tambang. Komitmen Gubernur NTB untuk mengurangi penggunaan TKA dan memberdayakan tenaga kerja lokal dimulai dengan memberikan beasiswa pendidikan di bidang pertambangan. Sehingga kesempatan kerja di bidang pertambangan bisa diisi oleh tenaga kerja lokal.

Disampaikan Aryadi, dalam memperkerjakan TKA harus melalui pengawasan dan pengendalian yang ketat. Pengawas harus paham prosedur rekrutmen TKA dan harus memiliki data serta peta tentang kondisi ketenagakerjaan di daerah.

Saat ini jumlah pengawas ketenagakerjaan di NTB sangat terbatas. Keterbatasan jumlah itu tentu tidak sebanding dengan banyaknya tenaga kerja dan perusahaan yang harus diawasi. Solusinya adalah libatkan masyarakat untuk ikut memantau dan mengawasi.

“Edukasi dan berdayakan masyarakat sekitar, pekerja, serta serikat pekerja agar turut mengawasi dan memantau masuknya TKA di NTB. Perusahaan juga harus diedukasi untuk terus mengupdate informasi di WLKP online, jika memang ada perubahan dalam struktur organisasi, seperti jumlahnya pegawai, jabatan, termasuk juga perlindungan sosialnya,” jelasnya.

Kalau sudah melakukan pembinaan secara masif. Maka langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah penegakan hukum jika terjadi pelanggaran. “Perlu juga dilakukan pembenahan pada regulasi, jika masih ditemukan celah hukum kita lengkapi,” tutupnya.

Sementara itu, Direktur Pengendalian Penggunaan TKA yang diwakili oleh Koordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Kemnaker, Devi Angraeni menyebutkan bahwa penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan menjadi penting dilakukan untuk menjamin proses penyelenggaraan ketenagakerjaan berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Ia mengungkapkan masih banyak perusahaan yang menggunakan TKA dengan alasan investasi. Karena itu, perlu ada batasan tegas siapa-siapa yang menjadi TKA. “Sebuah aturan harus clear sehingga tidak menimbulkan bias tafsir,” ucap Devi.

Selain itu, diperlukan juga pengaturan tentang penegakan hukum pengendalian TKA dalam bidang perizinan yang lebih ketat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan terkait izin yang di dapat. Sehingga mudah untuk dilakukan pengawasan.

Baca Juga :  Harsiarnas Ke-88, Momentum Transformasi Kesiaran Digital

“Selain harus mentaati ketentuan tentang jabatan, juga harus memperhatikan standar kompetensi yang berlaku sehingga pengendalian TKA juga diperlukan untuk mempermudah adanya pengawasan terhadap TKA yang datang untuk bekerja di Indonesia agar tidak terjadi penyalahgunaan izin yang sudah diberikan,” jelasnya.

Terakhir, Devi menyebutkan Bidang Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan urusan Administrasi TKA yang, maka Disnakertrans perlu melalukan sinkronisasi dengan Imigrasi untuk memudahkan pengawasan. Lalu, jika ingin mengecek perihal TKA bisa di cek melalui situs https://tka-online.kemnaker.go.id/.

Pada saat sesi diskusi, Sulendra dari Pengawas mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya ketika menyelesaikan kasus TKA non prosedural. Ia mengatakan seringkali ketika ada kasus TKA non prosedural, prosesnya TKA ditangkap, belum selesai BAP, tetapi TKA tersebut sudah dideportasi oleh imigrasi.

Senada dengan Indra, salah satu PPNS juga mengungkapkan bahwa ada beberapa yang belum in line antara Kemnaker dan Kemenkumham. “Di Imigrasi, orang asing bisa masuk ke Indonesia dengan indeks b211a / b211b menggunakan visa perjalanan bisnis, sehingga tidak perlu menyiapkan dokumen seperti pada penggunaan visa bekerja.

Padahal sesampainya di Indonesia mereka bekerja. Dari regulasi imigrasi itu sah. Namun di regulasi ketenagakerjaan, bekerja tanpa RPTKA dan IMTA tidak boleh,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Aryadi menjawab adanya permasalahan tersebut karena masih lemahnya koordinasi antar stakeholder terkait. Ada regulasi yang harus di tinjau ulang jika ada pertentangan norma dan harus diselaraskan. Inilah yang disebut Reformasi hukum yang merupakan salah satu dari 9 lompatan Kemnaker.

“Ini masalah komunikasi. Karena itu, kita harus membangun komunikasi yang baik. Kaitan dengan regulasi perlu dikaji lebih jauh dengan biro hukum. Jika sudah mandek, maka lapor ke pimpinan agar masalah dapat diselesaikan. Lagi-lagi ini masalah dengan komunikasi,” tutupnya. (rat)

Komentar Anda