Masih Ditemukan Kecurangan Apotek Mitra BPJS

Terkait Obat Tertentu untuk Warga Miskin Peserta JKN

Arya Wiguna
Arya Wiguna (Ali/Radar Lombok)

MATARAM – Ombudsman RI Perwakilan NTB kembali mempertegas hasil temuannya terkait kecurangan sejumlah apotek mitra Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS). Temuan tersebut hasil evaluasi Ombudsman di sektor kesehatan.

Temuan ini salah satu dari lima laporan terbanyak yang diterima Ombudsman sepanjang tahun 2018. Kecurangan apotek ini sangat merugikan masyarakat peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dimana obat yang seharusnya ada, namun ditiadakan oleh pihak apotek.

“Di sektor kesehatan, kami menemukan masih ada kecurangan apotek mitra BPJS dalam memberikan pelayanan obat dengan jenis tertentu kepada masyarakat peserta JKN,” ungkap Asisten Bidang Pemeriksaan laporan Ombudmsan RI Perwakilan NTB, Arya Wiguna, di Mataram kemarin (7/1).

Kecurangan itu hasil temuan investigasi Ombudsman. Dimana Ombudsman sudah menyampaikan saran korektif kepada BPJS untuk memperbaiki. Tahun 2019, hasil temuan ini terus dipantau. “Kami akan pantau apakah masih ada atau bertambah,” imbuhnya.

Temuan ada di beberapa apotek mitra BPJS di Mataram. Investigasi ini dilakukan Ombudsman secara tertutup. Bentuk kecurangannya, menyampaikan ke peserta JKN bahwa stok obat kosong. Ada petugas Ombudsman yang menyamar jadi pasien umum. Obat yang sebelumnya dikatakan kosong di peserta JKN, justru ada untuk pasien umum.

Baca Juga :  ORI Bongkar Praktik Kecurangan Apotek di Kota Mataram

“Kalau kepada pasien JKN apotek ngaku obatnya tidak ada. Kalau pasien umum obatnya ada. Tidak boleh itu membedakan pasien BPJS atau pasien umum. Selama dia menjadi peserta JKN wajib diperlakukan sama. Karena mereka menyetor iuran dan membayar juga,” terangnya.

Ombudsman sudah menyampaikan saran agar praktek seperti itu dihentikan. Saran itu disampaikan kepada BPJS maupun kepada apotek mitra BPJS. Arya mengimbau masyarakat yang masih menemukan praktek seperti ini untuk segera melapor kepada Ombudsman untuk ditindaklanjuti.

“Sanksinya itu ada. Kita utamakan dulu pembinaan dan pencegahannya. Kalau memang di tahun ini masih terjadi kita bisa laporkan. Nanti kita lihat melalui peraturan perundangan. Mereka kan punya izin. Yang jelas sanksi itu belum kita sampaikan. Bisa kita sampaikan ke pemerintah pusat. Karena JKN ini program nasional. Kita lebih kepada pembinaan dulu,” tegasnya.  

Baca Juga :  Kerjasama BPJS dan RS Swasta belum Jelas

Selanjutnya Ombudsman banyak menerima pengaduan tentang mekanisme rujukan berjenjang BPJS kesehatan. Khususnya untuk pasien rawat jalan. Dimana pasien harus dirawat di rumah sakit tipe terbawah. Kemudian merangkak naik ke tipe diatasnya. Terlebih lagi, rumah sakit tipe C adalah rumah sakit swasta. “Itu kadang dokternya tidak ada. Masyarakat sudah datang dari jauh. Tapi tidak ada dokternya disana. Jam pelayanan juga hanya konfirmasi ke dokter jam berapa bisa rumah sakit,” katanya.

Meskipun diakui, rujukan berjenjang BPJS kesehatan bertujuan baik yaitu untuk mengurangi penumpukan pasien. tapi harus juga diikuti dengan mekanisme rujukan berjenjang. “Misalnya kalau dokter spesialisnya harus ada tepat waktu sesuai dengan jam layanan,” terangnya.   

Selain itu Ombudsman juga menemukan lumpuhnya beberapa fasilitas kesehatan. Ini diakibatkan bencana gempa bumi beberapa waktu lalu.(gal)

Komentar Anda