KPK Sorot Kebocoran Uang Daerah di Pelabuhan Bangsal

PELABUHAN BANGSAL: Para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara terlihat memadati Pelabuhan Bangsal, untuk menyeberang ke kawasan destinasi wisata Tiga Gili (Trawangan, Meno dan Air). (DOK/RADAR LOMBOK )

MATARAM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyorot kebocoran pendapatan daerah dari pengelolaan Pelabuhan Bangsal di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU). Pasalnya, KPK menemukan penghasilan dari Pelabuhan Bangsal yang ternyata tidak pernah masuk ke kas daerah sejak dihibahkan Kemenhub pada Agustus 2023 lalu.

Pihak KPK bahkan mendesak Inspektorat NTB untuk segera melakukan audit terhadap pengelolaan Pelabuhan Bangsal yang menjadi penghubung ke Kawasan Tiga Gili (Trawangan, Meno dan Air) tersebut.

“Mestinya pemasukan akan terus ada. Misalnya Pas masuk, untuk parkir, sama jasa tambat kapal, itu tidak ada pungutan. Saya tanya ke staf provinsi, mereka tidak bisa jawab. Jadi kita minta untuk diaudit,” tegas Korsum KPK Wilayah 5, Dian Patria, Senin kemarin (18/3).

Menurut Dian, Pelabuhan Bangsal ini lokasinya cukup strategis, karena menjadi pintu masuk untuk kawasan destinasi wisata Tiga Gili. Namun dia melihat Pemprov NTB belum melakukan evaluasi yang cukup baik dalam pengelolaan Pelabuhan Bangsal tersebut. Terbukti dari pungutan-pungutan yang tidak ada masuk ke kas daerah.

Sebaliknya dia menemukan bahwa Pemerintah KLU melalui Perda-nya melakukan pungutan sebesar Rp 20 ribu per kepala, yang dititipkan melalui operator kapal. Belum lagi laporan diterima mengenai pungutan lain yang ditarik kepada penumpang sebesar Rp 10 ribu per kepala.

“Ini saya ira perlu didalami, jangan sampai ada pungutan-pungutan yang oleh pihak tidak berhak memungut. Artinya, uangnya dari masyarakat tidak kembali ke infrastruktur. Saya perlu bicara juga dengan Akacindo. Kita mau ngobrol, kira-kira kapal dari Bali ke Gili siapa saja dan titip apa saja di tiketnya. Saya pingin tahu itu, jangan sampai ada pungutan-pungutan liar yang nanti menjadi korban masyarakat,” tegas Dian.

“Itu kemarin diakui mereka baru mulai. Tapi bisa dibayangkan hampir 700 ribu pengunjung ke Tiga Gili, kalau dikalikan Rp 20 ribu, berarti ada Rp 14 milliar per tahun minim,” sambungnya.

Pihaknya juga meminta Pemerintah Provinsi NTB untuk mempercepat pembentukan Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Bangsal. Tujuannya untuk menghindari terjadinya semerawut di Pelabuhan Bangsal, Pemenang, KLU.

Dian juga memberikan peringatan kepada Pemerintah Daerah agar bekerja secara profesional dan transparan, serta jangan main-main terkait penarikan pajak. Dia juga menyoroti postur APBD NTB yang defisit hingga Rp 202 Milliar.

Belum lagi angka kemiskinan NTB yang terbilang tinggi yakni sebesar 13,58 persen. Jumlah orang miskin di Bumi Gora ini masih jauh diatas rata-rata nasional sebesar 9,53 persen. Padahal NTB dikenal sebagai daerah kaya yang bersumber dari pariwisatanya.

“Saya cek data, NTB ternyata masuk lima besar kemiskinan ekstrem. Saya pikir NTT (Nusa Tenggara Timur), ternyata NTB masuk juga. Artinya ada yang perlu diperhatikan ini. Jangan sampai kita usaha, masyarakatnya tidak berubah kemiskinan masih tinggi. Jangan sampai kita punya uang dikorupsi lagi, dan masyarakat yang jadi korban,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi NTB, Lalu Muhammad Faozal mengaku pihaknya sudah melakukan klarifikasi kepada KPK terkait pengelolaam Pelabuhan Bangsal. Adapun terkait sumber-sumber pendapatan daerah di Pelabuhan Bangsal belum bisa dilakukan pemungutan, karena masih menunggu Peraturan Daerah (Perda) tentang besaran retribusi yang baru terbit per Januari 2024 kemarin.

Diketahui, saat ini Pelabuhan Bangsal tengah dalam proses pengurusan P3D (personal, pembiayaan sarana dan prasarana, dokumen). “Soal pungutan itu KLU. Kita (provinsi) tidak ada, karena Perda kita belum selesai, dan baru hari ini kita sosialisasi Perda tentang besaran retribusi,” jelas Faozal.

Sebenarnya, Pemprov menargetkan sebesar Rp 1,2 milliar untuk retribusi di Pelabuhan Bangsal. Terdiri dari jasa tambat kapal dan parkir. Demikian persoalan mengenai pengelolaan Pelabuhan Bangsal sudah disampaikan kepada KPK, bahwa begitu Pemprov mendapatkan P3D dari Pemerintah Pusat, maka secara otomatis kewenangan di pelabuhan sudah beralih ke Dishub.

Tidak hanya itu, KPK juga mempertanyakan perihal one gate payment, yang disampaikan Faozal, bahwa one gate payment dikelola oleh Pemda KLU. Sedangkan Pemprov NTB sendiri tidak ada kaitannya dengan one gate payment KLU.

“Pemkab KLU sekarang menerapkan one gate payment menjadi satu tiket dari semua pungutan yang masuk Gili. Nilainya memang kelihatan membesar menjadi Rp 2o ribu, karena Dinas Pariwisata tidak lagi pungut sendiri, dan Dinas Perhubungan Lombok Utara tidak pungut sendiri,” jelas Faozal.

Sementara itu, Plt Inspektur pada Inspektorat NTB, Ari Muhariadi yang diminta keterangan mengenai desakan KPK agar segera melakukan audit terhadap pengelolan Pelabuhan Bangsal, lebih memilih menghindar. Upaya lain dilakukan Radar Lombok dengan menghubungi Ari, melalui sambungan WhatsApp, dan mendatangi Kantor Gubernur sesuai agenda Inspektorat NTB, lagi-lagi Ari memilih tak berkomentar.

Sedangkan Pj Sekda NTB Ibnu Salim menimpali bahwa Inspektorat belum bisa melakukan audit, mengingat sampai saat ini belum ada pungutan di Pelabuhan Bangsal. Dia pun tidak mempermasalahkan jika pengelolaan Pelabuhan Bangsal jadi temuan KPK.

Dikatakan Ibnu, Pemprov akan melakukan pungutan setelah Peraturan Daerah tentang retribusi tersebut terbit. “Bagaimana mau diaudit, orang belum ada dipungut. Tidak apa (jadi temuan, red), dan KPK harus dijelasin. Dia kan tidak tau kalau ini sudah berjalan atau tidak, nanti kita jelaskan. Kan kami tetap ada koordinasi dengan KPK,” pungkasnya. (rat)

Komentar Anda