Ketika Warga Karang Genteng Pertahankan Prosesi Adat Merariq

Wajib Sorong Serah, Larang Nyongkolan Pakai Kecimol

Ketika Warga Karang Genteng Pertahankan Prosesi Adat Merariq
NYONGKOLAN : Tradisi nyongkolan di Lingkungan Karang Genteng menggunakan musik hadrah belum lama ini. (Fahmy/Radar Lombok)

Tradisi merariq (kawin adat khas Sasak) di Lingkungan Karang Genteng Kelurahan Pagutan Kecamatan Mataram lestari. Apa saja prosesinya?


ZULFAHMI-MATARAM


Karang Genteng merupakan salah satu kampung di pinggir selatan Kota Mataram yang berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Labuapi Lombok Barat. Kampung ini dikenal sebagai kampung yang masih mempertahankan adat dan tradisi perkawinan adat baik antar warga setempat maupun warga setempat dengan warga luar.

Ada rambu-rambu yang wajib ditaati dalam tradisi merariq di kamping ini. Misalnya, warga Karang Genteng tidak mempekenankan atau membolehkan adanya permainan kecimol jika ada warga luar yang nyongkolan ke kampung ini. Aturan ini sudah berlangsung lama dan ditetapkan oleh para tetua setempat.” Nyongkolan menggunakan kecimol dan alat musik lainnya sudah dilarang sejak zaman dahulu oleh orang tau kami,” kata Ahmad Juaini, Kepala Lingkungan Karang Genteng belum lama ini.

Larangan ini tidak hanya sekedar larangan dalam bentuk lisan, melainkan tertulis yang sudah disepakati bersama. Bahkan ada plang besar yang secara langsung bisa dibaca oleh semua masyarakat.” Ada aturan tertulisnya yang dipasang oleh masyarakat,” ungkapnya.

Baca Juga :  Mengunjungi Pasar Malam dan Hiburan “Rona-Rona”

Alasan larangan ini, bagi mereka tradisi nyongkolan yang digelar adalah syiar agama yang harus dilaksanakan dengan cara yang agamis, bukan justru dengan cara yang tidak-tidak apalagi menggunakan kecimol yang sering menjadi biang masalah dan mengganggu masyarakat, menganggu anak sekolah sampai mengganggu kegiatan ibadah, serta mengganggu pengguna jalan.” Nyongkol itu bagi kami adalah Syiar, sehingga harus dilaksanakan dengan cara yang baik dan benar,” ungkapnya.

Maka setiap ada pengantin yang mau nyongkol atau mau keluar nyongkol dari Karang Genteng mereka dipersilahkan nyongkol  menggunakan pakaian adat asalkan tidak ada iringan kecimol. Kalau mau ada iringan pengantin yang memiliki acara silahkan menggunakan musik yang bernuansa islami seperti rudat, qasidah atau hadrah,” Kalau kesenian yang bernuansa islami silahkan dipakai kami tidak melarang,” ungkapnya.

Ia menambahkan, aturan ini sudah ditetapkan sejak zaman Kerajaan Hindu (Zaman Anak Agung) masih berkuasa di Lombok. Larangan membunyikan alat kesenian nuansa daerah dilarang  di kawasan ini. Karena tradisi pengiring penganten zaman dulu itu bukan kecimol, melainkan yang ada itu rudat, dan rebana qasidah dan sekarang ini ada  muncul hadrah.” Kalau ada yang melanggar akan diberikan sanksi adat oleh tokoh adat dan masyarakat Karang Genteng,” tegasnya.

Baca Juga :  Mengenal Ady Setiawan, Gelandang Persebaya Asal NTB

Tidak hanya nyongkolan, tradisi yang lain seperti sorong serah, besejati dan beselabar masih menjadi hal wajib yang harus dilakukan oleh pihak luar yang menikah dengan warga Karang Genteng. Prosesesi melakukan Besejati dan Beselabar tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang apalagi menggunakan pakaian formal, melainkan para petugas yang diwakilkan untuk melakukan besejati dan beselabar kepada rumah mempelai perempauan yang dari Karang Genteng harus menggunakan pakai adat asli Sasak dengan semua aksesoris pakaian yang harus digunakan seperti membawa keris, membawa penginang kuning, dan bebebarapa syarat yang harus mereka bawa.” Kalau mereka tidak berpakaian resmi sasak, kedatangan mereka bisa ditolak,” ungkapnya.

Prosesi sorong serah wajib dilakukan oleh pihak mempelai yang menikah dengan warga Karang Genteng.” Sorong serah ini juga kami wajibkan dilakukan untuk masyarakat kami yang menikah dengan warga setempat,” ungkapnya.(*)

Komentar Anda