Kegiatan Nyongkolan Segera Diatur

NYONGKOLAN
NYONGKOLAN: Nyongkolan adalah tradisi dalam pernikahan masyarakat suku Sasak-Lombok, yang biasanya mengerahkan banyak orang. Sehingga diperlukan regulasi di massa pandemi, agar tidak menyebarkan Covid-19. (IST/RADAR LOMBOK )

MATARAM — Pemerintah Provinsi NTB melalui tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, telah mengeluarkan berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP) kegiatan masyarakat. Namun kegiatan Nyongkolan dan tradisi-budaya lainnya terlupakan untuk diatur.

Bulan Oktober ini, semakin banyak masyarakat yang ingin mengadakan kegiatan Nyongkolan, yang merupakan adat dan tradisi masyarakat suku Sasak dalam prosesi pernikahan.

Masyarakat kemudian banyak bertanya tentang tata cara nyongkolan di masa pandemi. Namun ternyata, Gugus Tugas belum bisa memberikan penjelasan secara konperehensif. “SOP Nyongkolan belum ada untuk menjadi pegangan masyarakat,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr Nurhandini Eka Dewi kepada Radar Lombok, Selasa (6/10).

Selama ini, kata Eka, pemerintah telah mengeluarkan berbagai SOP protokol kesehatan bagi masyarakat. Mulai dari sektor pendidikan, saat berada di hotel, kolam renang, perkantoran dan lain sebagainya.

Semua SOP tersebut juga telah disosialisasikan dengan baik. Sementara kegiatan budaya seperti nyongkolan, luput dari perhatian. “Saya sudah bicara dengan teman-teman Gugus Tugas, kita ada yang terlewatkan. Nyongkolan dan peristiwa budaya lainnya, SOP belum ada,” ucap Eka.

Oleh karena itu, dalam waktu dekat Pemerintah Provinsi NTB akan segera mengeluarkan SOP nyongkolan dan kegiatan budaya lainnya. Mengingat, SOP tersebut sangat penting untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.

Menurut Eka, nantinya kegiatan nyongkolan akan diatur seperti kerumunan pada masa kampanye. “Nyongkolan sama dengan kampanye kalau kita analogikan. Diatur, jumlah yang ikut dibatasi sampai sekian orang, jarak orang sekian, harus ada izin juga. Nanti lah segera kita buat SOP peristiwa budaya,” terangnya.

Untuk saat ini, masyarakat diimbau tidak melaksanakan kegiatan nyongkolan. Mengingat, nyongkolan identik dengan kerumunan yang melanggar protokol kesehatan. “Jangan Nyongkolan. Kita akan atur dulu agar indah dan rapi, sehingga nyongkolan tetap menjaga jarak dan pakai masker. Saya sudah ingatkan teman-teman Gugus Tugas untuk percepat keluarkan SOP,” ucap Eka.

Sementara itu, Kasat Pol PP Provinsi NTB Tri Budi Prayitno menegaskan, setiap kegiatan yang tidak menerapkan protokol kesehatan adalah pelanggaran. Termasuk kegiatan nyongkolan, bisa dikenakan sanksi apabila melanggar aturan.

Kegiatan nyongkolan, lanjutnya, akan dibubarkan paksa apabila tetap melanggar protokol kesehatan. “Kita peringati dulu untuk terapkan protokol kesehatan, tapi jika tetap melanggar, kepolisian bisa membubarkan,” tegasnya.

Bagi pria yang akrab disapa Yiyit ini, kegiatan nyongkolan tidak jauh berbeda dengan kegiatan lainnya yang bisa mendatangkan kerumunan. “Sama dengan kegiatan di eks bandara belum lama ini, sudah dapat izin tapi tetap dibubarkan paksa karena tidak terapkan Prokes,” ungkapnya.

Untuk mengawal masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan, Yiyit menyadari tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan juga keterlibatan dari Satpol-PP kabupaten/kota. Pol-PP provinsi tentu tidak bisa kawal semua, Satpol-PP kab/kota juga akan bertindak,” ujarnya.

Terkait dengan sanksi untuk kegiatan nyongkolan, mengacu pada Peraturan daerah (Perda) nomor 7 tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. “Sanksi bisa dikenakan, karena nyongkolan itu kegiatan di luar rumah. Panitia penyelenggara atau yang bertanggungjawab bisa kena denda Rp 250 ribu, masyarakat biasa yang ikut nyongkolan tapi tidak gunakan masker denda Rp 100 ribu, dan ASN Rp 200 ribu,” jelas Tri Budi Prayitno. (zwr)

Komentar Anda