MATARAM—Menyambut bulan Ramadan, sekaligus sebagai ajang silaturahmi untuk keluarga besar mahasiswa dari Kabupaten Bima dan Kota Bima, ratusan mahasiswa/mahasiswi yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Bima (IMBI), Sabtu lalu menggelar Parade Rimpu.
Kegiatan yang diikuti sekitar 120 mahasiswa itu, terdiri dari 90 mahasiswi berbusana Rimpu, dan 30 mahasiswa yang mengenakan pakaian kebesaran (adat) suku Mbojo, dilepas berangkat mulai dari Taman Budaya NTB, hingga Lapangan Gebang, Mataram.
“Kami sangat mengapresiasi kegiatan budaya yang dilaksanakan para mahasiswa asal Bima ini. Karena selain dapat memasyarakatkan penggunaan busana Rimpu dikalangan generasi muda (mahasiswa), agar berbusana syar’i seperti Rimpu. Juga agar peninggalan nenek moyang ini bisa terus lestari,” kata Kepala Taman Budaya NTB, Drs Faesal, dalam sambutannya.
Selain itu sambungnya, misi budaya yang dibawakan generasi muda asal Bima ini, sekaligus ingin merubah image (pandangan) bahwa warga Bima, khususnya mahasiswanya cuma bisa unjuk rasa atau demonstrasi saja. “Misi budaya ini sekaligus untuk menyambut bulan puasa. Selain juga menjadi salah satu jembatan pemersatu diantara mahasiswa asal Bima yang kuliah di Kota Mataram,” tutur Faesal.
Kesempatan itu, Faesal juga menantang para mahasiswa untuk terus melestarikan aneka seni budayanya dengan cara melakukan latihan secara rutin di Taman Budaya NTB. “Insha Allah, kami pemerintah, melalui Taman Budaya NTB akan segera mengadakan berbagai peralatan kesenian, termasuk peralatan kesenian dari Bima. Sehingga Dou Mbojo (orang Bima), yaitu para mahasiswa dan seniman maupun budayawan di Kota Mataram bisa berlatih kesenian secara berkesinambungan,” janji Faesal.
Sementara Ketua Umum IMBI, M Naim, menyampaikan bahwa parade Rimpu yang baru kali pertama digelar di Kota Mataram ini dihajatkan untuk bisa dilaksanakan secara kontinyu. “Mungkin pelaksanaan tahun ini agak kurang pesertanya, hanya sekitar 120 mahasiswa saja. Namun sebagai kegiatan yang pertama, mohon kiranya dimaklumi. Kedepan, kegiatan ini akan dilaksanakan setahun sekali, jelang tibanya bulan Ramadan,” jelasnya.
Sebagai mahasiswa perantauan lanjutnya, ketika lama diluar daerah tentu ada rasa kangen untuk kembali ke daerah asal. “Melalui berkesenian dan menghidupkan tradisi seperti melaksanakan pawai Rimpu inilah harapan kami rasa rindu kampung halaman ini bisa terobati,” harap Naim.
Senada, Ketua Kerukunan Keluarga Bima di Kota Mataram, Sahabudin menyampaikan bahwa pelestarian tradisi seni dan budaya Mbojo di perantauan itu sangat penting, sebagai spirit (semangat) untuk menorehkan keberhasilan.
“Berita-berita media massa akhir-akhir ini seringkali dihiasi oleh tindak kekerasan dan aksi kriminalitas. Karena itu sebagai generasi muda yang akan melanjutkan perjuangan pendahulu, generasi muda harus mengimbangi dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif, seperti pawai Rimpu ini,” ucap Sahabudin. (gt)