Harus Dipikir Matang

Harus Dipikir Matang
TOLAK: Ribuan massa dari Lombok Tengah menolak perubahan nama bandara dari BIL menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM), kemarin.( AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

Soal Perubahan Nama Bandara

MATARAM – Ribuan warga Lombok Tengah menggelar aksi demonstrasi ke kantor DPRD Provinsi NTB, Senin (18/11).

Aksi ini sebagai bentuk protes mereka atas kebijakan pemerintah pusat terkait pergantian nama Bandara Internasional Lombok (BIL) menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Majid (ZAM). Awalnya, titik konsentrasi massa dilakukan di Alun-Alun Tastura Praya. Kemudian bergeser ke kantor Bupati Lombok Tengah melakukan orasi. Baru kemudian bergerak menuju kantor DPRD Provinsi NTB di Kota Mataram.

Pantauan Radar Lombok, aksi yang dikomandoi Ketua LSM Alarm NTB, Lalu Hizzi ini tak hanya diikuti warga sipil. Namun juga dikuti massa dari aparatur sipil negara (ASN) lengkap dengan seragamnya. Hanya saja, tidak ada satupun dari ASN ini yang berani memberikan keterangan, apakah mereka terlibat dalam aksi tersebut atau tidak. Mereka juga tak berani bersuara, apakah aksi ini dilakukan berdasarkan perintah atasan atau tidak. “ASN juga bisa demo dan ini demi menjaga kondusivitas,” ungkap salah seorang pejabat Pemkab Lombok Tengah yang enggan disebutkan namanya, kemarin.

Informasi yang dihimpun Radar Lombok, massa dari ASN ini seperti sengaja dikerahkan. Parahnya lagi, sejumlah pejabat mengikuti para ASN ini dari belakang menggunakan kendaraan dinas pelat merah. Informasi ini ternyata bukan isapan jempol belaka.

Terbukti, dalam gabungan massa pengunjuk rasa di depan gedung DPRD Provinsi NTB, banyak ASN berseragam dinas ditemukan. Mereka secara terang-terangan ikut berunjuk rasa menolak kebijakan pusat yang telah menetapkan nama Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM). Selain ASN, beberapa pejabat Lombok Tengah juga datang ke kota Mataram untuk memantau aksi tersebut.

Tak sampai di situ, gabungan massa ini juga diikuti sejumlah kepala desa. Kabar yang diterima Koran ini, para kepala desa ini dikerahkan membawa massa. Mereka juga diminta untuk ikut bersama-sama menolak pergantian nama BIL menjadi Bandara Internasional ZAM.

Tak meleset, para kepala desa ini bahkan aktif langsung menyuarakan aspirasi di dalam gedung DPRD maupun di luar. Adanya pengunjuk rasa yang mengenakan seragam ASN menjadi kontroversi. Pasalnya, penolakan atas perubahan nama bandara sama artinya dengan menolak surat keputusan (SK) yang dikeluarkan secara resmi oleh negara. SK merupakan bagian dari produk hukum yang harus ditaati oleh seluruh ASN.

Ribuan pengunjuk rasa benar-benar menumpahkan kemarahannya. “Orang Loteng itu baik, beretika. Tapi kalau disakiti, nyawa kami pertaruhkan. Kami siap gilas semua pihak, presiden pun kita gilas jika menyakiti,” ujar salah seorang orator aksi, Bahaidin.

 Pemuda yang akrab disapa Obok ini juga merupakan perwakilan masyarakat yang ikut bertemu pihak DPRD NTB di dalam gedung. Pemuda yang lekat dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) itu memaksa DPRD NTB untuk menolak perubahan nama bandara. “Tidak perlu pakai pansus, tidak perlu buat pansus. Tolak saja langsung, karena sejak awal pengusulan perubahan nama bandara ini tidak sesuai aturan,” tegas mantan Ketua PMII NTB itu.

Kepala Desa Ketara, Lalu Buntaran saat pertemuan dengan pihak DPRD NTB menantang siapapun dan pihak manapun yang ingin merubah nama bandara. Apabila ingin melihat keributan dan kekacauan, Buntaran mempersilakan untuk memasang plang nama bandara dengan yang baru.

Buntaran yang sudah dua periode menjadi kades ini sangat memahami psikologis masyarakatnya. “Sudah tujuh tahun kami tidak pernah angkat senjata. Sekarang senjata masyarakat kami sudah siap digunakan,” ketusnya.

Di hadapan seluruh orang yang hadir, Buntaran bahkan bersumpah bahwa keributan pasti akan terjadi apabila nama bandara dirubah. “Jangan buat penyakit kami kambuh. Dunia sudah panas, jangan buat makin panas. Saya bersumpah, akan ribut masyarakat kalau nama bandara dirubah. Makanya gak usah dengar gubernur. Saya bersumpah, tolong jangan dirubah. Jika tetap mau dirubah, saya tidak bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi,” katanya.

Sementara itu, kordum aksi, Lalu Hizzi menilai perubahan nama bandara terlalu dipaksakan. Sejak awal rencana perubahan, masarakat Lombok Tengah sudah menyatakan sikap penolakan. Apabila Pemprov NTB menginginkan kondusivitas, maka satu-satunya langkah terbaik adalah mencabut SK Menteri Perhubungan nomor 1421 tahun 2018 lalu. “Dulu, tidak ada satupun anggota DPR RI yang mendukung pembangunan bandara. Termasuk TGB (mantan gubernur, Muhammad Zainul Majdi, red). Pak Serinata justru dianggap gila karena mau bangun bandara. Terus sekarang, kok malah orang-orang yang gak mendukung ini yang mau rubah nama bandara. Ingat, jangan berpikir kami tidak punya tokoh. Kami juga punya,” katanya.

Lalu Hizzi dalam kesempatan tersebut juga menyerahkan surat pernyataan penolakan perubahan nama bandara yang ditandatangani oleh Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah, serta seluruh anggota DPRD Lombok Tengah. “Pemerintah ini tidak beretika, merubah nama seenaknya tanpa komunikasi. Kami orang Lombok Tengah sangat menjunjung tinggi etika. Jika pemerintah atau siapapun tidak beradab di Loteng, kami usir,” tegasnya.

Ketua DPRD Provinsi NTB, Hj Baiq Isvie Ruvaeda mengatakan, pihaknya akan mengambil keputusan yang terbaik bagi masyarakat dan daerah. Oleh karena itu, panitia khusus (pansus) telah dibuat untuk mendalami masalah tersebut. DPRD NTB, pernah juga ke Kementerian Perhubungan. Salah satu kesimpulan saat itu, pemerintah daerah diminta untuk melakukan sosialisasi. “Barangkali di sini yang kurang berjalan sosialisasi. Nanti pansus yang lebih dalami dan bertanggung jawab,” katanya.

Isvie mengingatkan juga kepada gubernur untuk tidak ceroboh dalam masalah tersebut. Mengingat, sektor pariwisata NTB bisa hancur apabila kondusivitas daerah tidak dijaga dengan baik. Perubahan nama bandara akan membuat gejolak di tengah masyarakat. Jangan sampai juga antara massa yang mendukung dan menolak mengalami bentrok. “Sekarang dengan adanya kondisi seperti ini, perubahan nama bandara harus dipikirkan secara matang oleh gubernur. Masyarakat sekitar bandara menolak, masa iya kita mau ribut. MotoGP juga di Loteng, KEK Mandalika di Loteng. Semua bisa terancam kalau begini,” Isvie mengingatkan. (met/zwr)

Komentar Anda