Gelombang Pasang Ancam Rumah Warga

BAN BEKAS : Kecamatan Ampenan sudah mulai memasang ban bekas untuk menahan abrasi di pesisir pantai. (ISTIMEWA/Radar Lombok)

MATARAM – Sepajang 9 km  garis pantai sepajang Ampenan sampai Tanjung Karang, semakin menyusut setiap tahun. Sehingga ancaman warga terkena gelombang pasang dan abrasi terus menghantui warga setiap tahunya. Setiap tahun, seperti beberapa rumah yang terdampak pada gelombang pasang tahun lalu.

Kepala BPBD Kota Mataram Mahfudin Noor mengatakan, seperti abrasi dan gelombang pasang yang selalu jadi ancaman setiap tahun sepajang bibir pantai. ‘’Setiap tahun selalu terjadi, sementara penanganan jangka pajang membutuhkan biaya besar. Seperti pembangunan jetty maupun tanggul permanen di sepajang 9 km pesisir pantai Ampenan,’’ katanya kepada Radar lombok, Senin (6/11).

Berbeda dengan kondisi tahun 1990, bibir pantai dengan rumah warga sangat jauh. Sekarang ini, rata-rata dari Bintaro sampai Jempong sudah semakin dekat. Bahkan, sudah banyak korban setiap tahunya karena gelombang pasang rumah warga roboh. ‘’Setiap warga yang membangun rumah di sepajang bibir pantai ampenan, rata-rata memenang sertifikat hak milik (SHM) karena dulunya jarak bibir pantai dengan rumah warga sangat jauh. Sekarang semakin dekat karena pengaruh dari gelombang pasang maupun abrasi setiap tahun. Sekarang rata-rata sudah semakin dekat dan jarak dengan laut dengan rumah warga tidak jauh,’’ ujarnya.

Saat ini, kata Mahfudin, dari wilayah Bintaro sampai Jempong Baru, ada delapan kelurahan yang sangat dekat dengan bibir pantai Ampenan. Semuanya berisiko terhadap gelombang pasang, seperti tahun lalu ada puluhan rumah Mapak Indah yang terkena dampak gelombang pasang. ‘’Kita hanya lakukan kesiapsiagan bencana, karena untuk membangun jetty maupun tanggul membutuhan biaya besar dan sudah beberapa kali di usulkan ke pemerintah pusat, namun belum ada realisasi,’’ ujarnya.

Dari beberapa korban bencana alam seperti gelombang pasang, rata-rata jarak rumah mereka semakin dekat dengan garis pantai. Sehingga setiap tahun saat gelombang pasangd an abrasi air laut mereka selalu terdampak.

Terpisah Kepala Badan Riset Inovasi Daerah (Brida) Kota Mataram Mansur mengatakan, kebanyak tanah yang disekitar bibir pantai ampenan dari hasil kajian selama ini setelah ditinjau memiliki sertifikat pribadi. Saat ini, sudah melakukan kajian terkait dengan penanagan untuk  9 KM pesisir pantai ampenan. ‘’Kami sudah melakukan kajian, dan kami sudah bersurat ke Kemendagri juga. Untuk dibantu penanganan masa pajang, karena selama ini bencana alam datang setiap tahun. Kami belum dapat respon dari pusat dan membutuhkan biaya besar,’’ katanya.

Baca Juga :  Politisi Muda Target Tambahan Kursi di DPRD

Saat ini, teknologi yang tepat harus dipikirkan untuk kawasan 9 km pesisir pantai Ampenan. Apakah dengan penanganan magrove atau jetty, bagaimana solusi kedepan. ‘’Kita butuh riset dan hasilnya bisa maksimal kedepan. Kita harus mempelajari lokasi, dari kecepatan gelombang, sehingga apa yang tepat untuk penanganan di kawasan tersebut. Dari kecepatan angin, gelombang juga harus dikaji kembali,’’ katanya.

Di sisi lain, Pemerintah Kecamatan Ampenan sudah memulai inovasi penanganan abrasi di kawasan pesisir pantai dengan cara membuat tanggul menggunakan ban bekas. Metode atau cara ini disebut pemasangan ban insang untuk bisa mengurangi abrasi di di posisi pantai di wilayah Ampenan. Meski demikian, upaya ini disebut masih butuh penyempurnaan. “Pemasangan ban bekas ini sudah kita mulai pekan lalu. Cuma memang masih butuh penyempurnaan. Karena saya minta dipasang dan dikuatkan dengan tiang penahannya. Sekarang kan cuma diikat dan dipasang ditumpuk, kalau bisa diikat ada penahannya biar tidak hanyut,” ujar Camat Ampenan, Muzakkir Walad, Senin (6/11).

Pemasangan ban bekas sebagai tanggul ini dipercepat. Pertimbangannya sebentar lagi sudah memasuki musim angin barat, dimana gelombang pasang rentan terjadi dan bisa menggerus pesisir pantai. “Kita siapkan memang untuk itu. Teman-teman juga kemarin belum ada arahan penuh dan berinisiatif pasang sendiri. Tapi nanti saya akan perbaiki lagi,” katanya.

Ban insang sudah coba dipasang di beberapa tempat. Antara lain di pesisir pantai Penghulu Agung. Lokasi ini kerap dihantam oleh gelombang pasang sampai ke pesisir dan sampai ke rumah warga. Di lokasi ini terpasang ban insang sepanjang 75 meter. Kemudian dipasang juga di Karang Buyuk dekat pemecah ombak atau Jeti. Di lokasi ini baru terpasang sekitar 20 meter karena kekurangan ban. “Di dua lokasi ini menghabiskan sekitar 150 ban. Lebih banyak di Penghulu Agung. Nanti kita ambil ban bekas lagi di Lombok Tengah dan ada di Sweta yang diinformasikan oleh Bu Camat (Sandubaya),” ungkapnya.

Baca Juga :  Masalah SDN Model Dipastikan Segera Tuntas

Sementara untuk lebar kawasan yang dipasang ban insang 7 meter lebih menjorok ke pantai. Pemasangan akan disempurnakan dengan ikatan yang tidak dibongkar. Tetapi posisinya lebih menjorok ke pantai. Karena di lokasi yang dipasang juga akan ditanam mangrove. “Kebetulan ada mangrove yang kami belum tahu jenisnya. Dia bentuknya seperti yang muncul akar-akarnya kuat sekali menahan gelombang,” terangnya.

Dia menjelaskan, pemasangan ban insang lebih mengedepankan kearifan lokal untuk menahan abrasi. Dia berharap, metode ban insang bisa menahan gelombang dengan kekuatan yang kecil. “Paling ndak tidak terlalu merusak rumah warga lah. Karena kalau kita pakai karung rentan hanyut. Sebanyak-banyak karung akan hanyut juga. Tapi kalau ini kan dia kita ikat dan air yang melewati ban kebawa meninggalkan pasir, nah pasirnya yang menahan sama lumpurnya,” jelasnya.

Tujuan pemasangan ban bekas ditegaskannya untuk menahan gelombang. Bentuk ban yang tidak statis menurutnya cukup berguna untuk mencegah abrasi. Ban bekas ini diikat dan dibuatkan pancang di bagian pinggir. Pemasangan ban bekas dilakukan secara gotong royong bersama warga sekitar. Kecamatan juga berkoordinasi dengan pemilik ban bekas untuk turut serta. ‘’Dari pada bannya tidak dipakai, kita pakai buat tanggul untuk menahan abrasi,” pungkasnya.

Lurah Ampenan Selatan, Erma Suryani mengatakan, pemasangan ban insang untuk mencegah abrasi difasilitasi kelurahan dengan melibatkan unsur masyarakat, nelayan, dan nelayan dengan mengumpulkan ban bekas. “Sementara kondisi pemasangan kemarin memang belum sempat kami pasang pancang besi untuk pengikat tanggul ban. Insyaallah dalam pengembangan selanjutnya untuk antisipasi air pasang,” katanya. (dir/gal)

Komentar Anda