Gara-Gara Ditilang, Nyawa Zainal Melayang

Nyawa Zainal Melayang
TEWAS: Jenazah Zainal Abidin, korban pengeroyokan oknum polisi saat dimandikan.(ISTIMEWA/RADAR LOMBOK)

Keluarga Korban Minta Oknum Polisi Pengeroyok Dihukum

SELONG – Malang menimpa Zainal Abidin, warga Dusun Tunjang Lauk Desa Paok Motong Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur. Pemuda 29 tahun ini harus meregang nyawa setelah menyerang anggota Satlantas Polres Lombok Timur.

Peristiwa itu terjadi di lapangan Satlantas Polres Lombok Timur, sekitar pukul 20.20 Wita, Kamis (5/9). Waktu itu, Zainal Abidin datang bersama keponakannya, Ihsan Juni Saputra, hendak mengambil motornya yang sudah ditilang sekitar pukul 16.00 Wita, sebelumnya.

Menurut keterangan Kapolres Lombok Timur, AKBP Ida Bagus Made Winarta, Zainal Abidin datang menggunakan sepeda motor Honda Vario warna putih. Ia datang dari arah melawan arus tanpa menggunakan helm. Ia kemudian masuk menerobos pintu gerbang kantor Satlantas Polres Lombok Timur.

Waktu itu, ada dua orang anggota satlantas yang sedang piket. Keduanya adalah AIPDA I Wayan Merta Subagia dan BRIPKA Nuzul Huzaen. Mereka sedang piket menjaga barang bukti hasil razia OPS Patuh di lapangan apel Satlantas. ‘’Kedatangan Zainal Abidin ini tidak bersahabat dan dengan nada keras bertanya, dimana motor saya?,’’ ungkap Winarta dalam pers rilis resminya yang diterima wartawan, Minggu (8/9).

Melihat gelagat Zaenal Abidin yang kurang bersahabat, AIPTU I Wayan Merta Subagia kemudian meminta Zainal Abidin turun dari kendaraannya dulu. Namun masih dengan nada keras Zainal Abidin mengatakan “Maumu apa?.” BRIPKA Nuzul Huzaen kemudian menghampiri Zainal Abidin dengan tujuan menenangkan sambil berkata, “Ada apa pak? Tolong tenang.”

Namun, secara tiba-tiba Zainal Abidin menyerang BRIPKA Nuzul Huzaen dengan cara memukul menggunakan tangan terkepal ke bagian pipi sebelah kiri dan hidung. Serangan itu dilayangkan secara bertubi-tubi sambil merangkul, sehingga keduanya terjatuh. Setelah itu, BRIPKA Nuzul Huzaen berusaha melepaskan diri namun telunjuk tangannya digigit sehingga mengalami robek.

Dengan adanya kejadian itu, AIPDA I Wayan Merta Subagia berusaha melerai keduanya. Namun, Zainal Abidin malah berbalik menyerang keduanya. Sehingga kedua anggota Satlantas ini melakukan pembelaan diri.

Selang beberapa saat datang BRIPTU Bagus Bayu memisahkan perkelahian tersebut disusul AIPTU Hery Suardana. Zainal memukul bertubi-tubi ke arah Bripka Nuzul Huzen dan keduanya bergelut di halaman kantor. Namun Zainal Abidin berontak dan sempat untuk melarikan diri, tetapi coba ditahan anggota piket. Kembali Zainal Abidin melawan dan anggota melakukan pembelaan diri hingga mengakibatkan Zainal terjatuh. Zainal juga   menabrak pot bunga di lapangan apel Satlantas hingga mampu dilumpuhkan. ‘’Selanjutnya diserahkan ke SPKT Polres Lombok Timur,’’ terang Winarta.

Akibat serangan Zainal Abidin, BRIPKA Nuzul Husen juga langsung dilarikan ke rumah sakit karena luka- luka yang cukup serius. Zainal Abidin kemudian diperiksa anggota penyidik Satreskrim Polres Lotim, namun saat pemeriksaan Zainal Abidin tiba-tiba tidak sadarkan diri. “Selanjutnya anggota piket membawa saudara Zainal Abidin ke RSUD Selong untuk dilakukan pertolongan,” ujarnya.

Penuturan perkelahian Zainal Abdidin dengan anggota Satlantas Polres Lombok Timur ini, juga dituturkan saksi mata, Ihsan Juni Saputra. Setelah sampai di kantor Satlantas Polres Lombok Timur, terjadi perdebatan sengit antara pamannya, Zainal Abidin dengan dua anggota polisi di pintu gerbang. Zainal kemudian memukul aparat yang piket waktu itu. “Setelah terjadi pemukulan, kemudian polisi meminta saya memanggil polisi lain yang sedang di kantor juga. Saya panggil, ternyata polisi itu ikut memukul, sehingga yang memukul tangan paman saya ini dua orang,” tutur Juni kepada wartawan.

Pemukulan yang dilakukan polisi ini, katanya, bukan hanya menggunakan tangan saja, tetapi juga pembatas jalan (traffic cone). Alat itu tepat mengenai kepala Zainal Abidin. Bukan hanya itu, semua anggota yang melakukan pemukulan ini rata-rata memukul dan menendang bagian kepala Zainal hingga terjatuh dan sempat minta maaf. “Saat dipukul, beberapa kali paman saya minta maaf tapi tetap saja dipukul. Saat dipindahkan ke dalam kantor polisi, paman saya dikeroyok beberapa anggota yang ada di sana,” akunya.

Setelah beberapa lama terjadi pemukulan, dia kemudian melihat pamannya sudah dalam keaadaan koma dan dibawa ke RSUD oleh anggota. Saat itu, Juni mengaku ingin menghubungi keluarganya tetapi ponselnya ditahan anggota Polri. ‘’Makanya saya kesulitan menghubungi keluarga hingga dan akhirnya paman saya meninggal dunia,’’ katanya.

Inaq Ani, ibu Zainal Abidin menceritakan, Zainal ini merupakan satu-satunya anak lelaki dari lima bersaudara. Sebelum anaknya meninggal, Kamis sore, anaknya minta izin untuk jalan-jalan. Namun, dia tidak pernah menanyakan mau kemana. Setelah itu anaknya berangkat mengunakan sepeda motor Honda Vario. ‘’Setelah beberapa lama tidak pulang, sekitar magrib kemudian anaknya tiba di rumah dan mengaku jalan dari Selong karena sepeda motornya ditilang. Karena saat itu dia jalan-jalan tidak bawa uang dan menunjukkan surat tilang,” tutur Inaq Ani kepada Radar Lombok, Sabtu malam (7/9).

Sesampainya di rumah, lanjut Inaq Ani, Zainal meminta uang sebesar Rp 2 ribu untuk membeli mi instan. Setelah kenyang, Zainal kemudian minum kopi sambil merokok. Setelah beberapa lama termenung, ia langsung mengajak bapaknya ke Polres Lombok Timur untuk mengambil sepeda motornya. Namun, entah apa yang membuat dirinya membawa kembali pulang bapaknya. “Waktu itu mereka baru sampai Dasan Lekong, tapi pulang lagi. Baru kemudian Zainal mengajak keponakannya,’’ kata Inaq Ani.

Melihat anak dan cucunya yang tidak kunjung pulang, salah satu anaknya sempat berencana mencari ke polres. Namun, tiba-tiba datang anggota polisi yang mengatakan, kalau anaknya ditahan di kantor polisi. Anggota polisi itu bukan menyampaikan kabar kalau anaknya sudah berada di dalam Rumah Sakit Soedjono, karena koma. “Kalau saya tahu anak saya seperti ini dalam keadaan sakit parah, saya tidak akan tinggal diam. Yang saya pertanyaan sampai sekarang, kenapa waktu itu polisi tidak meyampaikan kalau anak saya sakit. Dan, pelaku yang memukul itu juga belum ada yang datang minta maaf sampai anak saya dikuburkan,” sesalnya.

Saat kejadian, lanjut Inaq Ani, ibu Ihsan Juni Saputra sempat menghubungi anaknya. Namun, saat  berbicara, ada anggota polisi yang membentak anaknya kemudian HP itu diambil oleh polisi. “Saat itu cucu saya itu hanya mengatakan, kalau kondisinya memprihatinkan dan sedang terjadi keributan. Tapi ibunya tidak mengerti apa yang disampaikan anaknya,’’ ujarnya.

“Yang tidak hilang dari otak saya ini, dari pengakuan cucu saya ini di kantor lantas tiga orang yang memukulnya. Kemudian dibawa ke kantor bawah kemudian dikeroyok oleh banyak anggota,” sesalnya.

Inaq Ani juga tak menafikan, anaknya memang dalam keadaan stres. Tetapi tidak pernah melakukan kekerasan seperti yang akui polisi kalau anaknya yang lebih dahulu memukul. Saat penyakitnya kambuh, Zainal hanya ngamuk di dalam rumah dengan merusak peralatan dapur dan barang-barang dalam rumah. Tidak pernah ngamuk di luar yang sampai merugikan orang banyak. “Awal mula Zainal sering stres, saat di Malaysia. Waktu itu pernah terkena duri sawit tepat di bibirnya. Setelah itu mendapatkan perawatan di Malaysia dan sempat disuntik dibibirnya oleh dokter. Dari itulah dia seperti itu, tapi jarang dia kumat,” jelasnya.

Saat jenazahnya dimandikan, sambungnya, dia sempat melihat wajah anaknya. Hampir di semua tubuh anaknya terdapat luka, apalagi wajahnya jelas sekali kelihatan sakit parah akibat pengeroyokan yang dilakukan oknum polisi. “Banyak yang melihat luka itu dan bahkan banyak yang mengabadikan lukanya,” ujarnya.

Dengan meninggalnya anaknya ini, dia mengaku pernah diberikan uang oleh Polri sebanyak Rp 35 juta. Ada juga uang yang diberikan polisi kepada kakak korban sebagai upah menunggu di rumah sakit umum Selong.

Penuturan Inaq Ani ini juga diamini warga sekitar. Mereka menganggap pergaulan Zainal Abidin bersama masyarakat selalu baik selama ini. Zainal juga dikenal sebagai orang baik di desanya karena tidak pernah menunjukkan sifat yang aneh. “Dia hanya sering ngamuk di dalam rumah. Kalau di masyarakat sifatnya sangat baik,’’ kata sejumlah pemuda yang sedang ikut zikiran di rumahnya.

Salah satu anggota keluarganya, Samiun meminta beberapa permintaan terkait dengan kematian saudaranya. Yaitu meminta agar tindakan hukum diberikan kepada semua pelaku yang melakukan pemukulan yang berujung nyawa adiknya melayang. Yang kedua, tanggung jawab moral dari pihak kepolisian agar tetap diberikan. “Saya minta semua pelaku ini diberikan hukum yang setimpal, karena telah menghilangkan nyawa saudara kami,” ujarnya.

Kapolsek Masbagik, Kompol Lalu Sugiarta yang dikonfirmasi menerangkan, sesuai komunikasi yang dibangun Kapolres dengan pihak keluarga, pihak kepolisian berjanji akan memberikan keadilan kepada keluarga. Pihaknya juga akan mengusut tuntas pengeroyokan terhadap Zainal dan memberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku. “Sesuai dengan apa yang diminta keluarganya itu. Proses hukum tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.

Ditambahkan Kapolres Lombok Timur, AKBP Ida Bagus Made Winarta, menurut keterangan keluarga dan Kepala Puskesmas Masbagik, bahwa Zainal Abidin mengalami gangguan kejiwaan sejak tahun 2013. Penyakit itu dibuktikan dengan rekam medis dari RSJ Mutiara Sukma Selagalas Mataram. ‘’Walaupun demikian, kami dari Polres Lotim sudah melakukan pengobatan dan pembiayaan RS hingga biaya pemakaman. Musyawarah mufakat dengan pihak keluarga dan hal tersebut dibuatkan dalam surat penyataan dan persetujuan keluarga,’’ tambah Winarta. (tim)

Komentar Anda