Fraksi PKS Tolak Pembahasan RAPBD Dilanjutkan

Johan Rosihan (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2017, telah sampai pada pandangan fraksi-fraksi dan jawaban gubernur. Namun Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi PDI-P menolak pembahasan RAPBD dilanjutkan dengan banyak alasan.

Ketua Fraksi PKS, Johan Rosihan yang ditemui Radar Lombok di ruangannya mengakui jika fraksinya menolak dilanjutkannya pembahasan RAPBD. “Bagaimana kita mau lanjutkan, banyak sekali aturan yang dilanggar,” kata Johan, Kamis kemarin (24/11).

Beberapa hal yang menjadi perhatian Fraksi PKS, mulai dari kelengkapan dokumen dan tahapan pembahasan APBD yang tidak sesuai Undang-Undang (UU). “Misalnya soal dokumen dana dari APBN yang masuk ke daerah kita, seharusnya disampaikan bersamaan dengan dokumen RAPBD secara terpisah,” terang Johan.

 Selanjutnya sampai dengan pemandangan umum fraksi, belum juga diputuskan Program Prioritas Legislasi Daerah (Prolegda). Padahal, dalam UU No 23 Tahun 2014 dinyatakan bahwa penyusunan dan penetapan program pembentukan perda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan rancangan Perda tentang APBD.

Di samping itu, dalam Tatib DPRD Provinsi NTB juga dinyatakan program pembentukan perda dan RKT ditetapkan sebelum penetapan APBD. Namun, sampai saat ini, program pembentukan Perda dan RKT sama sekali belum dibahas, belum ditetapkan menjadi keputusan DPRD sebagaimana amanah UU Pemda.

Baca Juga :  Terima Kunjungan PKS, Golkar Siap Sambut Regenerasi Kepemimpinan Nasional

Hal yang lebih substansial juga terkait dengan penjualan saham dan keberadaan PT Daerah Maju Bersaing (DMB) paska tidak lagi memiliki saham. “PT DMB itu kan BUMD, jadi harus taat dan patuh pada perda. Jangan perda dilanggar,” ujar politisi yang juga sebagai ketua komisi III ini.

Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2010 tentang PT DMB, pada pasal 5 ayat 2 disebutkan, perseroan dibentuk dengan maksud untuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam hal pembelian saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. Selanjutnya dalam pasal 6 ayat 1 disebutkan bidang usaha PT DMB yaitu kerja sama dengan PT Multi Capital dalam hal pembelian saham divestasi PTNNT.

Dengan memperhatikan kerja sama PT DMB dengan Multi Capital telah berakhir paska penjualan saham, maka maksud pendirian PT DMB sesuai pasal 5 juga ikut berakhir. “Jadi keberadaan PT DMB perlu ditinjau kembali dan peran atau fungsinya lebih dioptimalkan untuk memback-up sektor-sektor strategis daerah lainnya. Jika hal ini disepakati, maka perda tentang PT DMB harus dirubah dulu,” tegasnya.

Baca Juga :  Zulkiflimansyah Lebih Untungkan PKS

Tidak hanya itu, tidak masuknya hasil penjualan saham dalam RAPBD juga menjadi perhatian PKS. Terkait dengan hasil penjualan saham di PTNNT dan juga hasil usaha lainnya yang dimiliki PT DMB, Fraksi PKS meminta agar hasil-hasil tersebut dikembalikan sebagai pendapatan daerah. “Kalau tidak dimasukkan sebagai pendapatan daerah, apa uangnya akan ditaruh di bank atas nama PT DMB ? Tidak bisa begitu dong,” kata Johan.

Fraksi PKS juga meminta agar pembahasan RAPBD tidak dilanjutkan. Pasalnya banyak kejanggalan-kejanggalan yang harus dijelaskan terlebih dahulu ke publik. Misalnya terkait dengan tidak masuknya hasil penjualan saham PT DMB dalam RAPBD dan tidak dianggarkannya gaji untuk guru SMA/SMK non PNS.

Wakil Ketua DPRD NTB, Mori Hanafi yang juga salah satu pimpinan Badan Anggaran (Banggar) menjelaskan, PT DMB merupakan sebuah perusahaan. Ketika saham dijual, maka haruslah masuk terlebih dahulu ke perusahaan. Kemudian setelah itu barulah pemegang saham membahas hasil penjualan saham. “Jadi nanti pemegang saham yang tentukan akan digunakan untuk apa uang itu,” terangnya. (zwr)

Komentar Anda