MATARAM–Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FAR) NTB menggelar aksi demonstrasi memperingati hari Hak Azazi Manusia (HAM).
Massa dari FPR menyoal kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB yang dinilai telah gagal melindungi hak hidup warga NTB. Massa aksi menilai bahwa situasi pemerintahan di NTB tidak jauh berbeda dengan situasi nasionl yang karut marut. Pemerintah daerah di NTB secara intensif memberikan ruang bagi investasi namun gagal melindungi warganya yang menjadi korban dampak investasi itu. ” Bahkan selama satu dekade terakhir, ruang terhadap perusahaan- perusahaan asing maupun perusahaan swasta nasional sangat luas,” ungkap Koordinator FPR NTB, Zul Harmawadi ketika berorasi di depan kantor gubernur, Sabtu lalu (10/12).
Orator lainya Wadi menyoroti banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh masyarakat NTB, telah menunjukkan gagalnya pemerintah dalam menjamin hak dasar rakyat yang telah dijamin di dalam konstitusi negara Indonesia, terutama dalam penyelesaian konflik agraria yang dinilai selalu mengedepankan cara- cara kekerasan.
“Penyelesaian kasus konflik agraria selalu mengedepankan kekerasan, tanpa mengedepankan aspek demokrasi yang mau mendengarkan aspirasi dan tuntunan rakyat, sebagaimana beberapa kasus keriminalisasi yang di alami oleh beberapa petani di beberapa tempat di NTB,” ungkapnya.
Dia menunjuk contoh dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh Balai TNGR kepada salah seorang warga Desa Sembalun. Dugaan kriminalisasi oleh PT Sadana Arif Nusa kepada 3 warga di Belanting Sambalia. Dugaan kriminalisasi oleh Balai TNGR terhadap 3 orang petani di Desa Bebidas Wanasaba. Ditangkapnya 1 orang nelayan asal Sekaroh Jerowaru karena penangkapan lobster dan dugaan kriminalisasi oleh PT SMS kepada 4 buruh warga Pekat karena dituduh melakukan engerusakan mesin boiler. “Atas gambaran masalah tersebut, maka masih banyak pelanggaran HAM sehingga sudah selayaknya Pemerintah Provinsi NTB memperbaikinya dan lebih menjunjung hak-hak dasar rakyat sebagai manivestasi atas hak asasi manusia,” tambahnya.
Dalam aksi tersebut, para demonstran menuntut penghentian kriminalisasi dan intimidasi terhadap petani dan nelayan, penggusuran terhadap rakyat, kebijakan penetapan wilayah kawasan hutan, cabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 1 tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster. Selain itu massa aksi juga menuntut untuk pemerintah agar memberikan jaminan pupuk dan bibit bagi petani serta sejumlah tuntutan lainnya. (cr-met)