Dua TSK Pengelolaan SDA Gili Trawangan Masih di Bali dan Umrah

DITRESKRIMSUS: Tampak bangunan gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB, dilihat dari depan. (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB telah menetapkan dua tersangka (TSK) dugaan pengelolaan sumber daya air (SDA) di kawasan Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU), yaitu Direktur PT Gerbang NTB Emas (GNE), SH, dan seorang warga negara asing (WNA) asal Swiss, berinisial WJM, selaku Direktur PT Berkat Air Laut (BAL).

Kedua tersangka belum ditahan, dimana keberadaan tersangka SH saat ini masih di Arab Saudi, sedang menunaikan umroh. Sedangkan untuk tersangka bule Swiss tersebut, dikabarkan tengah berada di pulau dewata, Bali.

“Lagi umroh (tersangka SH), dan kalau satunya (tersangka WJM) lagi di Bali dia. Dia (tersangka WJM) bolak-bolak ke sini (Lombok). PT (perusahaan)-nya di Gili Trawangan,” ucap Kasubdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda NTB, AKBP I Gede Harimbawa, Kamis kemarin (2/5).

Ditambahkan, kedua tersangka dan barang bukti kasus ini rencananya akan dilimpahkan penyidik ke kejaksaan pertengahan bulan Mei 2024 ini, mengingat berkas perkara kedua tersangka sudah dinyatakan lengkap (P21) jaksa peneliti.

“Tinggal pelimpahan (penyerahan tersangka dan barang bukti), harus barengan (penyerahan kedua tersangka ke kejaksaan). Tidak boleh berbeda-beda,” sebutnya.

Berdasarkan penelusuran Radar Lombok, tersangka WJM merupakan mantan narapidana (Napi), yang pernah terjerat kasus serupa tahun 2018 silam, dan perkaranya sudah diputus di Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Di laman resmi sistem informasi dan penelusuran perkara (SIPP) PN Mataram, Hakim PN Mataram waktu itu menyatakan WJM terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan pengusahaan air tanpa ijin dari pemerintah yang dilakukan secara berlanjut, sebagaimana  diatur dan diancam pidana dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf b Jo Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Baca Juga :  Sejumlah Ormas Kembali Demo Ustad Mizan

Atas perbuatannya itu, WJM dijatuhi pidana penjara selama 5 bulan, dan pidana denda Rp 5 juta subsider 3 bulan. Kendati demikian, WJM tidak menjalani masa hukuman tersebut, sesuai penetapan hakim.

“Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali di kemudian hari atas putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap diberikan perintah lain dengan alasan terdakwa sebelum waktu percobaan selama 10 bulan berakhir, telah melakukan suatu perbuatan pidana,” bunyi amar putusan hakim dikutip dari laman resmi SIPP PN Mataram, dengan perkara nomor : 230/Pid.Sus/2018/PN Mtr, tanggal 16 Oktober 2018.

Tersangka WJM yang pernah terjerat kasus serupa ini juga turut dibenarkan Harimbawa. “Dulu pernah kena tahun 2018. Cuma kena (hukuman) percobaan. Nah sekarang kena lagi, dua kali jadinya.  Nanti di persidangan bisa lebih besar lagi ancamannya, bisa saja begitu,” ujarnya.

Dalam kasus terbaru ini, Kepolisian melakukan penyidikan aktivitas pengeboran air yang dilakukan PT BAL yang bekerjasama dengan PT GNE di kawasan Gili Trawangan pada tahun 2022, yang tanpa mengantongi izin dari pemerintah.

“Dia (PT BAL) melakukan lagi (pengeboran air) 2022. Dia melakukan pengeboran, padahal izinnya belum ada,” ungkap Harimbawa.

PT GNE bekerja sama dengan PT BAL dalam penyediaan air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno. Namun kerja sama tesebut dihentikan Pemprov NTB pada Desember 2022, lantaran penyediaan air bersih  tersebut berasal dari air tanah.

Baca Juga :  Sekolah Tak Libur Jelang Nataru

Harimbawa menegaskan bahwa adanya perbuatan melawan hukum dalam aktivitas tersebut, juga telah dikuatkan dari keterangan ahli pidana dan geologi.

“Waktu dulu (kasus tahun 2028) itu, belum ada kerja sama dengan PT GNE. Dia (PT BAL) masih sendiri. Kalau ini kan (kasus 2022) lagi dia melakukan (perbuatan melawan hukum), karena ada kerja sama dengan PT GNE. PT BAL yang melakukan eksplorasi, kalau PT GNE turut serta, hanya diajak-ajak,” katanya.

Aktivitas pengeboran air tanpa ada izin dari pemerintah itu dilakukan berbulan-bulan, mengakibatkan adanya kerugian dalam segi lingkungan. Bukan dalam bentuk nominal uang yang bisa mengakibatkan adanya kerugian negara.

“Kalau kerugian negara (kerugian uang) yang nangani Tipikor, bukan kita. Kalau di kita tentang pemanfaatan sumber daya air.  Kalau di kita kan tentang pemanfaatan sumber daya air, tentang efek yang ditimbulkan akibat pengeboran air. Itu intinya,” kata Harimbawa.

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 70 huruf D juncto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 68 huruf A dan B serta Pasal 69 huruf A dan B UU No. 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air jo. Pasal 56 ke-2 KUHP. (sid)

Komentar Anda