Dominasi Petani Miskin Ekstrem Dampak Kebijakan Pemerintah Pusat

Sejumlah petani mulai menanam tanaman padi pada musim hujan Desember 2022. (RATNA / RADAR LOMBOK)

MATARAM – Anggota Komisi II Perekonomian DPRD NTB H Abdul Hadi mengatakan masih banyaknya petani di NTB yang belum sejahtera, meski sektor pertanian merupakan penopang perekonomian daerah.

“Posisi petani ini selalu masih belum berbahagia dengan harga bahan pertanian, hasil jual produksinya, kemudian sulitnya pupuk terutama pupuk subsidi. Ini menjadi tantangan tersendiri di kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah,” kata Abdul Hadi, kemarin.

Pihaknya tidak menampik masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan menjadi salah satu penyumbang angka kemiskinan ekstrem di NTB. Tidak hanya di NTB, tetapi hampir di daerah seluruh Indonesia. Hal ini diduga karena kebijakan impor hasil petani, berdampak pada tidak lakunya produk lokal dan juga menurunnya harga produk para petani.

Sektor pertanian masih menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi. Sayangnya berbanding terbalik dengan kesejahteraan petaninya. Sektor pertanian sumbang kemiskinan ekstrem memang menjadi pekerja rumah buat semua pihak. Di sisi lain Pemerintah Daerah tidak bisa berbuat banyak, meski anggaran yang digelontorkan Pusat pada sektor pertanian ke daerah besar. Namun kebijakan lebih banyak berada di Pemerintah Pusat, sehingga target kebijakan belum bisa difokuskan kepada hal-hal yang memang riil dibutuhkan petani.

Baca Juga :  Pengelolaan RPH Banyumulek Mandek

“Seperti belum fokus mengangkat nilai tukar petani, kebahagiaan petani, sumbangsih petani itu belum nampak. Itu yang kita harapkan pemerintah daerah ataupun pusat. Itu betul betul komitmen memperhatikan petani,” harapnya.

Padahal, kata dia, nilai tukar petani sendiri merupakan cerminan dari nilai tambah hasil produksi pertanian. Oleh karena itu agar hasil panen petani dapat ditingkatkan, maka Pemprov NTB berupaya untuk meningkatkan NTP petani, melalui proses industrialisasi terhadap produk hasil petani lokal.

“Itu yang kita harapkan dari industri, nilai-nilai itu kemudian yang mengangkat petani kita di NTB. Tapi ini butuh proses, tidak bisa dalam waktu cepat,” ujarnya.

Baca Juga :  Daihatsu Resmikan Sarana Pelatihan Manufaktur untuk SMK di Karawang

Menurutnya ketika proses industrialisasi ini dapat dilakukan secara konsisten, kemudian didukung dengan anggaran yang cukup besar, maka setidaknya hal itu memberikan perubahan terhadap kebiasaan para petani, terutama pada proses pengolahan.

“Alhamdulillah (ada anggaran, red) pemerintah cepat untuk menyelesaikan, dan saya rasa dibutuhkan aplikasi ilmu dari para teknisi untuk segera menciptakan, atau memproduksi alat-alat yang bisa mengelola hasil tani kita,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala BPS Provinsi NTB Wahyudin mengatakan secara nasional persentase rumah tangga miskin berdasarkan sumber penghasilan utama Indonesia pada Maret 2021berasal dari sektor pertanian sekitar 51,33 persen.

“Sumber penghasilan utama rumah tangga miskin pertama dari mereka tidak bekerja sekitar 12,90 persen, dari sektor pertanian 51,33 persen, industrialisasi 6,08 persen dan lainnya sekitar 29,69 persen,” sebutnya. (cr-rat)

Komentar Anda