Divonis 8 Tahun, Mantan Kepala UPT Asrama Haji Ajukan Banding

MOBIL TAHANAN: Terdakwa Abdurrazak Al Fakhir (memakai batik warna biru) yang didampingi penasehat hukumnya, ketika hendak memasuki mobil tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, Abdurrazak Al Fakhir, terdakwa korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi dan pemeliharaan gedung pada UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, tahun anggaran 2019, mengajukan banding.

“Kami mengajukan upaya hukum lanjutan itu ke PN Mataram secara resmi pada Senin (21/11) kemarin,” kata penasihat hukum terdakwa, Denny Nur Indra, Selasa (22/11).

Upaya hukum banding yang ditempuh tersebut, atas putusan majelis hakim PN Tipikor Mataram. Dimana dengan menyatakan upaya banding, maka pihaknya kini tengah mempersiapkan diri untuk menyusun berkas memori banding.

“Kami punya waktu selama 14 hari untuk menyusun berkas memori banding, terhitung sejak Senin kemarin,” sebutnya.

Namun lanjutnya, pihaknya hingga saat ini belum menerima putusan lengkap dari pengadilan terkait hal tersebut, yang menjadi dasarnya untuk menyusun berkas memori banding. “Kalau putusan lengkapnya kami terima, nanti itu kami pelajari dan baru kami bisa menyusun berkas memori banding,” ungkapnya.

Perihal pengajuan banding yang ditempuh terdakwa, Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera mengatakan pihaknya juga akan melakukan banding. Dan penuntut umun tengah mempersiapkan langkah untuk menyusun berkas memori banding.

“Kami sudah mendengar banding yang akan ditempuh oleh terdakwa dari pengadilan, dan kami juga akan menempuh banding,” ujarnya.

Vonis 8 tahun penjara terdakwa Abdurrazak Al Fakhir dibacakan majelis hakim PN Tipikor Mataram yang diketuai Mukhlassuddin dengan anggota Glorious Anggundoro dan Fadhli Hanra. Terdakwa juga dijatuhi denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Mukhlassuddin menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primer jaksa penuntut umum. Yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga :  Penjualan Tiket MXGP Samota Masih Didominasi Warga NTB

Selain pidana, hakim turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti Rp791 juta subsider 5 tahun penjara.

Terkait uang Rp150 juta yang sebelumnya dititipkan di tahap penyidikan, ditetapkan hakim sebagai bagian dari upaya terdakwa membayar uang pengganti. Hakim dalam putusan turut menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Adapun pertimbangan yang memberatkan hakim menjatuhkan vonis demikian, salah satunya perihal status Abdurrazak yang pernah menjalani hukuman pidana dan kembali mengulangi perbuatan.

Vonis yang dijatuhi hakim, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Dimana JPU menuntut terdakwa penjara selama 8,5 tahun. Tetapi, untuk pidana denda, hakim menjatuhi terdakwa lebih berat dari tuntutan jaksa yang sebelumnya dituntut pidana denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurunga.

Begitu juga dengan masa hukuman untuk uang pengganti Rp791 juta. Hakim menetapkan lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa 4,5 tahun penjara.

Dalam uraian putusan, hakim menyatakan bahwa Abdurrazak secara bersama-sama dengan saksi Wishnu Selamat Basuki yang juga menjadi tersangka dan kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan melakukan pencairan uang muka proyek Rp30 persen dari total anggaran.

Uang muka tersebut ditransfer secara langsung ke rekening pribadi Wishnu tanpa melalui rekening perusahaan pelaksana proyek CV Kerta Agung milik Dyah Estu Kurniawati yang juga menjadi terdakwa dalam perkara tersebut. Nominal pencairan 30 persen uang muka anggaran proyek ini sesuai dengan pidana tambahan yang telah dijatuhkan hakim untuk terdakwa Abdurrazak senilai Rp791 juta.

Baca Juga :  Jelang MotoGP, Pemprov Terbitkan Pergub Atur Tarif Kamar Hotel

Untuk Dyah Estu Kurniawati, kasusnya di meja hijau sudah sampai pada tahap pembacaan tuntutan oleh jaksa penunut beberapa hari lalu. Jaksa menuntutnya penjara selama 7,5 tahun penjara dan denda  sebesar Rp. 300 juta subsidair 4 bulan kurungan.

Tidak hanya itu, terdakwa juga dibebankan uang pengganti Rp 1,3 miliar dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 9  bulan.

Dalam perkara ini jaksa penuntut umum menggunakan hasil audit BPKP sebagai angka kerugian negara. Nilainya Rp2,65 miliar. Kerugian muncul karena kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan.

Kerugian tersebut, terdiri atas biaya rehabilitasi gedung di UPT Asrama Haji sebesar Rp1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi Gedung PIH Rp28,6 juta.

Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019 mendapatkan dana untuk rehabilitasi gedung. Proyek fisik itu sebelumnya menjadi temuan inspektorat berdasarkan hasil tindak lanjut Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan nilai kerugian Rp1,2 miliar. (cr-sid)

Komentar Anda