Baiq Siti Suryani, Olah Rumput Laut jadi Oleh-oleh Khas Lombok

KREATIF: Baiq Siti Suryani di toko oleh-oleh miliknya. Suryani memproduksi berbagai makanan ringan berbahan baku rumput laut. Makanan produksinya jadi salah satu oleh-oleh khas Lombok. (Lukmanul Hakim/Radar Lombok)

Berawal dari usaha kecil-kecilan dengan omzet perhari tak lebih dari Rp 100 ribu, kini sudah mampu menghasilkan omzet penjualan paling sedikit Rp 75 juta/bulan.  Keberhasilan Baiq Siti Suryani  warga Desa Senteluk Kecamatan Batulayar Lombok Barat  ini atas inovasinya mengolah rumput laut jadi makanan ringan.

 


LUKMANUL HAKIM – LOMBOK BARAT


 

Berawal dari mendapatkan kesempatan untuk ikut pelatihan pengolahan berbahan baku dari PIJAR (sapi, jagung, rumput laut) yang dilaksanakan Dinas Koperasi UMKM Provinsi NTB pada tahun 2012 silam,Baiq Siti Suryani mendapatkan bekal yang belakangan hari menjadi modal awalnya meraih kesuksesan menyulap rumput laut menjadi berbagai makanan yang menarik minat wisatawan.

Berbekal pengetahuan dari pelatihan ini, Suryani memulai usaha membuat makanan berbahan baku rumput laut Desember 2012. Modalnya uang bantuan sosial dari Dinas Koperasi UMKM Provinsi NTB sebesar Rp 12 juta.  Uang bantuan  itu kemudian digunakan untuk membeli peralatan, berupa mesin dan alat produksi lainya seharga Rp 10 juta dan sisanya sebesar Rp 2 juta digunakan untuk membeli bahan baku rumput laut dari pedagang.

[postingan number=3 tag=”boks”]

Usahanya mulai aktif  pada awal tahun 2013. Saat itu, Suryani hanya memproduksi tortilla dan kerupuk stik. Dengan produksi yang terbatas, Suryani mengaku menjualnya ke masyarakat cukup berat.  Harga yang dipatok cukup mahal dan masyarakat umum selaku konsumen yang masih disekitaran Desa Senteluk Kecamatan Batulayar dan di sekolah-sekolah masih belum mengetahui dengan makanan berbahan baku rumput laut.

Baca Juga :  Hasilkan Sambal, Ingin Angkat Nama Lombok

“Pertamakali kami menjualnya cukup sulit, karena harga lebih mahal dari harga produk yang sama di luar. Ketika itu pangsa pasar masih di warung dan anak sekolah dan tetangga,” tuturnya.

Meski mengalami berbagai kendala dan tantangan dalam pemasaran termasuk permodalan yang terbatas, tak lantas membuat Suryani pasrah begitu saja. Ia bersama beberapa anggota kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sebagian besarnya  perempuan istri nelayan setempat, dilibatkan untuk memproduksi berbagai camilan berbahan baku rumput laut tersebut.

“Penjualan saat pertama produksi itu omzet  perbulannya Rp 1,5 juta untuk beberapa jenis camilan,” ujar Suryani. Dia tidak putus asa. Dia terus mengembangkan usahanya dengan  berjuang memasarkan produk makanan berbahan baku rumput laut tersebut. Lambat laun produksinya mulai dikenal.

Tak hanya nikmat dan tampil lebih menarik, melainkan juga makanan berbahan baku rumput laut ini mendapatkan perhatian dari konsumen, karena bebas dari bahan berbahaya, baik itu zat pewarna maupun pengawet berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya.

Suryani tetap aktif mengikuti pelatihan sejumlah SKPD dalam hal ini Dinas KOperasi UMKM Provinsi NTB, Dinas Perdagangan NTB, Dinas Perindustrian NTB, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB serta Kabupaten Lombok Barat. Usaha yang dijalankan Baiq Suryani dengan branding UKM ‘Sasak Maiq’ yang beranggotakan 12 orang tersebut kini produksinya sudah menyebar dimana-mana. Hampir di seluruh outlet penjualan oleh-oleh khas NTB, camilan ‘Sasak Maiq’ terpampang dan laris manis dibeli oleh para wisatawan yang berkunjung ke Lombok. Begitu juga di ritel modern seperti Indomaret dan ritel modern lainnya, penjualannya lancar.

Baca Juga :  Christin Eka Widyanti, Perempuan Pertama di NTB jadi Konselor Pecandu

“Alhamdulillah omzet penjualan kami sekarang minimal Rp 75 juta per bulan ,” sebut Suryani. Saat ini, jumlah produk olahan pangan camilan berbahan baku rumput laut juga semakin banyak. Seperti tortilla rumput laut, stik rumput laut, kopi rumput laut, rengginang rumput laut, dodol rumput laut, kerupuk rumput laut, satu rumput laut dan es rumput laut.

Bahkan untuk produk sate berbahan baku rumput laut atau lebih dikenal dengan sebutan ‘pencok’ Sasak dengan bumbu, dijual oleh ibu-ibu rumah tangga dan kaum perempuan yang sebagian besar putus sekolah. Omzet rata-rata perhari untuk penjualan ‘pencok’ rumput laut ini cukup laris manis yang diual di pasar tradisional di sekolah dan masyarakat umum yang penjualannya minimal Rp 750 ribu per hari. “Alhamdulillah usaha pengolahan rumput laut ini menjadi pilihan yang menggerakan ekonomi masyarakat yang sebagian besar sebagai nelayan dan buruh bangunan,” katanya.(*)

Komentar Anda