Anggota Dewan Somasi Ketua Komisi II

Dana Pokir Rp 3 M Komisi II Bermasalah

Anggota Dewan Somasi Ketua Komisi II
BERMASALAH : Dana Pokir Komisi II DPRD NTB diduga bermasalah karena tidak melibatkan anggota dalam pembahasannya. (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Dana pokok-pokok pikiran (Pokir) di Komisi II DPRD Provinsi NTB menjadi masalah. 

Beberapa anggota komisi mempertanyakan dana tersebut karena tidak pernah dibahas di internal. Anggota Komisi II DPRD NTB, Made Slamet mengungkapkan, semua komisi mendapatkan dana sebesar Rp 3 miliar melalui Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2017. “Tapi kami di komisi II tidak pernah diajak bahas oleh pimpinan komisi. Jadi dikemanakan dana itu ? Kalau begini caranya, itu selundupan saja,” kesalnya kepada Radar Lombok, Senin kemarin (28/8).

Dana tersebut, kata Made, dianggarkan untuk rasionalisasi program. Misalnya saja di Dinas Koperasi dan UMKM, memiliki program percepatan pembentukan 500 koperasi syariah. Untuk merealisasikan program tersebut, perlu dilakukan penyamaan persepsi.  Upaya menyamaan persepsi antara notaris dengan pihak koperasi yang ingin mengubah badan hukum dari konvensional ke syariah, tentunya membutuhkan biaya. “Kita undang notaris, kan butuh biaya transportasi atau biaya makannya. Tidak ada anggaran untuk itu, ya melalui dana Rp 3 milair itulah diambil,” katanya.

Made juga mencontohkan apabila ada program dinas pertanian untuk alat teknologi pertanian. Apabila SKPD menganggarkan hanya 1 unit di pulau Sumbawa dan Lombok, program tersebut bisa dirasionalisasikan dengan 2 unit di Sumbawa dan 2 unit di Lombok sesuai dengan aspirasi yang berkembang.

Atas ketidakjelasan dana tersebut, anggota Komisi II telah melayangkan surat somasi. Ia menduga dana tersebut hanya diolah oleh ketua komisi saja. “Sudah kita somasi, kita tunggu makanya ini peyelesaian dari pimpinan,” katanya.

Ketua Fraksi PDI-P DPRD NTB, Ruslan Turmuzi juga mempertanyakan dana pokir anggota fraksinya yang ada di Komisi II. Anggaran itu diduga tidak dibahas secara transparan oleh pimpinan komisi. “Saya bukannya mau urus masalah Komisi II, tapi ada anggota saya disana. Haknya harus dipenuhi, jangan begini caranya,” tegas Ruslan.

Anggota Komisi II DPRD NTB lainnya, Raihan Anwar mengatakan, dana pokir merupakan amanah undang-undang. Alokasinya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2010, khususnya pada pasal 55 huruf a  tentang Pedoman Penyusunan DPRD tentang Tata Tertib.

Dalam UU 23 tahun 2014, juga diatur terkait kewajiban anggota legislatif menjaring aspirasi dari masyarakat. Selanjutnya, aspirasi tersebut ditindaklajuti para wakil rakyat ke eksekutif saat perancangan APBD.   “Kalau pimpinan komisi tidak bahas dengan anggotanya, ini jelas melanggar aturan. Pimpinan DPRD harus tegas, jangan biarkan masalah ini,” pintanya.

Lebih lanjut disampaikan Raihan, sesuai yang tercantum pada Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan DPRD tentang Tata Tertib, disebutkan bahwa banggar mempunyai tugas memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 bulan sebelum ditetapkannya APBD. “Dana itu untuk mengakomodir aspirasi masyarakat. Jadi harus jelas dong dikemanakan dan di dinas mana ditaruh, tidak bisa semaunya pimpinan,” kata Raihan.

Sementara itu, ketua Komisi II DPRD Provinsi NTB, H Sakduddin yang dihubungi Radar Lombok tidak memberikan respon. Sakduddin tidak mengangkat saat ditelpon, begitu juga ketika dimintai tanggapannya via WhatsApp tidak memberikan jawaban.

Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB, Mori Hanafi mengaku masalah tersebut saat ini sedang dilakukan upaya penyelesaian. Pimpinan tidak ingin, persoalan di internal Komisi II mengganggu kerja-kerja lembaga. “Sedang diselesaikan kok,” ucapnya. (zwr)

Komentar Anda