Nyamuk DBD Makan Korban

Wardihan Supriadi (MUHAMMAD HAERUDDIN/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Ganasnya gigitan nyamuk Aedes aegypti memakan korban di Lombok Tenga.

Seorang warga Dusun/Desa Ranggagata Kecamatan Praya Barat Daya, bernama Hj Muliati dikabarkan meninggal akibat dengue demam berdarah (DBD), kemarin (20/10). Muliati dikabarkan meninggal setelah sempat dirawat di RSUD Tripat Lombok Barat, selama beberapa hari. ‘’Dia diduga meninggal akibat DBD,’’ ungkap Nandi, salah seorang keluarga almarhumah.

Sementara Plt Kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah, Wardihan Supriadi yang dikonfirmasi mengaku, belum mendeteksi penyebab kematian Hj Muliati. Pihaknya memang sempat mendapatkan laporan, tapi belum dicek secara seksama. Apakah korban betul-betul meninggal dunia akibat DBD atau lainnya berhubung laporan resmi medisnya belum diterima.

Informasi sementara yang diterimanya, korban sakit selama tiga hari dan dirawat di sebuah klinik di Kota Praya, hingga akhirnya dirujuk ke RSUD Tripat Gerung Lombok Barat. ‘’Kalau untuk laporan sementara yang kami terima trombositnya 14 ribu dan ada konflikasi lever hepatisis,” ungkapnya seraya meyakini bahwa korban meninggal bukan disebabkan oleh DBD.

Baca Juga :  Kasus Demam Berdarah Masih Tinggi

Atas laporan ini, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan mengecek laporan dan lapangan. Masalahnya, DBD tak hanya disebabkan oleh lingkungannya. Artinya, bisa saja penyakit itu menular di tempat lain di mana sebelumnya kemungkinan yang bersangkutan pernah berkunjung. “Bisa jadi penyakit bawaan, misalnya anak yang keluar daerah pulang membawa penyakit. Makanya kita akan koordinasi dengan rumah sakit Lombok Barat,” ujarnya.

Diungkapkanya juga bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk meminimalisir peredaran nyamuk mematikan tersebut. ‘’Karena itu kita juga menggalakkan program baktisasi dan diharapkan masyarakat juga memiliki kesadaran setidaknya dengan menjaga kesehatan lingkunganya sendiri,’’ pungkasnya.

Baca Juga :  Cegah DBD, Puskesmas Sakra Gelar Aksi Bersih

Ditambahkan Superveilen Dikes Lombok Tengah, Edi Suparlan, pihaknya tidak bisa mendeteksi pasien tersebut karena langsung dibawa ke RSUD Tripat. Kalau saja dilakukan secara surveilor, maka akan bisa terdeteksi sehingga mampu diklarifikasi bahkan sebelum pasien dikatakan positif DBD.

Pihaknya sendiri kalau mendapat informasi, maka kurang dari 24 jam akan langsung turun ke lapangan untuk mengecek kondisi lingkungan korban beserta riwayat hidupnya. Seperti apa sehingga setelah turun ke lapangan maka akan didapatkan rekomendasi epomologi. “Siapa tau karena faktor pekerjaanya yang sebagai petani. Sehingga kita tidak bisa memastikan bahwa dia meninggal karna DBD. Untuk saat ini korban DBD hanya satu orang di Lombok Tengah,” ungkapnya. (cr-met)

Komentar Anda