Ibu Hamil Tenang, Janin Senang : Kelola Stres Pada Ibu Hamil

Oleh : Aulia Untari Intan Wulandari.S.Psi.M.Psi.,Psikolog Psikolog di UPT Puskesmas Pakem,Kab. Sleman. DI.Yogyakarta

Kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin yang dimulai saat konsepsi hingga awal persalinan. Selama masa kehamilan banyak terjadi perubahan fisiologis pada tubuh ibu hamil sebagai bentuk adapatasi maternal yaitu perubahan fisik, fungsi organ, perubahan sistem hormonal, metabolisme dan kondisi psikologis terkait stres prenatal (Manuaba et al, 2010).

Stres masa kehamilan bisa disebabkan stres fisik maupun stres psikososial. Stres merupakan kondisi yang tidak nyaman yang didefinisikan sebagai ketidakseimbangan ibu hamil untuk merasa mampu atau menolak terhadap berbagai perubahan dalam proses adaptasi kehamilannya (Woods et al, 2010; Nurdin, 2014). Stres masa kehamilan secara signifikan disebabkan oleh faktor kesulitan ekonomi, masalah rumah tangga, kekerasan fisik, masalah medis, aktifitas yang padat, pekerjaan dan riwayat kehamilan dengan komplikasi (Woods et al, 2010). Stres menurut Hans Selye (1976) merupakan respons tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.

Stres yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau gangguan emosi saat lahir nanti jika stres pada ibu tidak tertangani dengan baik. Stres ini di bagi menjadi stres internal dan eksternal.

• Stres Internal : Faktor psikologis yang memengaruhi dalam kehamilandapat berasal dari dalam diri ibu hamil (internal). Faktor psikologis yang memengaruhi ibu hamil sendiri ialah latarbelakang kepribadian ibu dan pengaruh perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan.

Ibu hamil memiliki kepribadian immature atau kurang matang biasanya dijumpai pada calon ibu dengan usia ibu yang masih sangat muda, introvet atau tidak mau berbagi dengan orang lain.

• Stres Eksternal : berasal dari orang lain, sikap penerimaan atau penolakan orang lain terhadap individu. Penyebab lain dari stres dapat berasal dari eksternal seperti terjadinya keretakan dalam rumah tangga, pengangguran atau adanya kematian anggota keluarga .Stres yang terjadi pada ibu hamil juga berasal dari dukungan keluarga, ada tidaknya memiliki partner abuse, ataupun ada tidaknya mengalami kekerasan psikologis seperti tidak di perhatikan, suami selingkuh, dimarahi tanpa sebab yang pasti, istri menanggung beban keluarga, tingkahlaku suami yang burukseperti mabuk,judi dan pemarah. Kekerasan terhadap wanita dapat terjadi pada semua kebudayaan, pendidikan, ras, agama dan latar belakang sosialekonomi.

Baca Juga :  Efek Layar Gadget Pada Anak Selama Pandemi Covid-19 : Fenomena MyopiaBoom Melonjak

Kekerasan terhadap wanita merupakan suatu bentuk kejantananlaki-laki terhadap wanita. Seseorang wanita bagaikan sebuah benda, harta yang harus tunduk pada peraturan rumah tangga dan patut mendapat kekerasan. Bagi pasangan baru, kehamilan merupakan kondisi dari masa anak menjadi orang tua sehingga kehamilan dianggap suatu krisis bagi kehidupan

berkeluarga yang dapat diikuti oleh stres dan kecemasan. Dukungan keluarga memegang peranan yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu,karena selama hamil ibu mengalami perubahan fisik atau psikologis sehingga membuat emosi ibu hamil labil.

Stres prenatal sering terjadi hanya jarang dikenali dan dianggap tidak terlalu penting dalam masa kehamilan. Sebuah penelitian di Kanada menunjukan wanita hamil merasakan stres psikososial tingkat

rendah dan 6 % stres tingkat tinggi. Ibu hamil di Spanyol 30 % memiliki peluang lebih rendah untuk mengalami stres, sedangkan di Indonesia terdapat 64,4 % dari ibu hamil yang mengalami stres berat dan berpeluang menimbulkan persalinan kurang bulan (Woods et al, 2010; Silviera et al, 2012).

Berikut ini adalah beberapa resiko stres yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan anak dalam kandungan, antara lain :
• Meningkatkan Resiko Alergi Pada Janin. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa stres yang dialami ibu ketika hamil akan mampu meningkatkan resiko alergi pada bayi kelak. Hal ini terjadi, disebabkan saat stres, janin akan menyerap hormonkortisol yang diproduksi oleh ibu sewaktu
mengalami stres.

Baca Juga :  Pentingnya Pemerataan Tenaga Kesehatan Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Daerah 3T (Terpencil, Terluar dan Tertinggal)

Bayi dengan tingkat kadar hormon kortisol yang tinggi akan memiliki resiko lebih besar mengidap alergi dibandingkan bayi dengan kadar hormon kortisol yang rendah.
• Meningkatkan resiko abortus (keguguran). Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan ibu dengan tingkat stresor yang lebih rendah dan memiliki sistem pengendalian stres yang lebih baik ketika menghadapi sumber stres pada ibu hamil.

Kemudian membuat sistem kekebalan bayi berkurang. Sebagaimana diungkapkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jurnal Brain, Behavior anda Immunity, bahwa ibu hamil yang sering mengalami tegang, panik, dan cemas yang
berlebihan akan dapat melemahkan sistem kekebalan bayi ketika bayi berusia 6 bulan.
• Jika seorang ibu mengalami stres baik itu ringan ataupun berat,seorang ibu akan kehilangan nafsu makan, hal ini dapat menyebabkan seorang ibu kekurangan nutrisi dan timbulah berbagai macam gangguanyang mempengaruhi kesehatan seorang ibu, seperti diare, pusing, lemas,lesu dan berbagai gangguan metabolisme lainnya.

Dampak tersebut membuktikan bahwa keadaan mental ibu dapat mempengaruhi kesehatan ibu selama kehamilan dan tumbuh kembang bayi pada periode kehidupan selanjutnya (King et al, 2010; Woods et al, 2010; Silviera et al, 2012).

Cara mengurangi tingkat stres pada ibu hamil antara lain memadainya dukungan suami, menghindari pekerjaan yang beresiko, melakukan yoga, mengikuti senam hamil dan melakukan manajemen stres dengan beberapa pendekatan yaitu fisik, emosi, pikiran, spiritual, dan lingkungan. Jika memerlukan bantuan ahli di bidangnya maka dapat melakukan pertemuan secara intensif.

Komentar Anda