Warga Kepung Lokasi Pleno KPU

Caleg Akui Ini Pemilu Keji dan Brutal

Pleno KPU
PANAS: Ratusan warga Praya Timur saat mendatangi lokasi pleno KPU Lombok Tengah, Selasa (8/5). Salah satu tudingan mereka adalah keterlibatan Camat Pujut memenangkan calon tertentu. (Ist/RADAR LOMBOK)

PRAYA – Pleno rekapitulasi suara Pemilu tingkat Kabupaten Lombok Tengah belum juga tuntas. Bahkan pleno diwarnai aksi demo ratusan warga Kecamatan Praya Timur. Mereka adalah pendukung salah satu caleg Golkar dapil Praya Timur- Pujut. Lokasi pleno adalah eks kantor DPRD Lombok Tengah.

Mereka datang pada Selasa malam (7/5) sekitar pukul 11.30 Wita. Aksi memanas setelah mereka memaksa masuk ke halaman kantor namun dihalangi aparat kepolisian yang berjaga. Kedatangan mereka meminta kotak suara di Kecamatan Pujut karena ada indikasi permainan oleh oknum PPK. Mereka juga mendesak Bawaslu maupun pemerintah memperoses Camat Pujut, Lalu Sungkul karena dianggap melakukan intervensi terhadap PPK Pujut untuk menggeser suara caleg tertentu ke caleg yang didukungnya.” Kami melihat bahwa apa yang terjadi di Kecamatan Pujut ini sudah keterlaluan makanya kami meminta agar penghitungan suara ulang di Kecamatan Pujut dan meminta Pemda memecat camat ini karena melakukan intervensi yang menguntungkan salah satu caleg,” ungkap Muhamad Najib, coordinator warga, saat ditemui,  Rabu (8/5).

Ia mengaku, adapun suara yang dimainkan di Kecamatan Pujut, bukan hanya pada satu desa saja. Kuat dugaan permasalahan tersebut terjadi di desa lain juga.  Selain itu, pihak KPU juga mengetahui sebelumnya dengan persoalan tersebut sempat juga menjadi polemik di tengah masyarakat. “Padahal Bawaslu memberikan rekomendasi agar pleno di Pujut untuk dipertimbangkan untuk di bawa ke kabupaten,” tambahnya.

Pemilihan umum 2019 berlangsung aman dan lancar. Meski begitu sebagian calon legislatif mengakui ini Pemilu paling keji dan brutal.” Memang pileg kali ini luar biasa. Mau bilang kotor, iya. Dibilang brutal juga iya,” ungkap seorang caleg incumbent Gerindra, H. Lalu Jazuli Azhar, kepada Radar Lombok, Rabu (8/5).

Menurut Jazuli yang maju di daerah pemilihan (Dapil) VIII Lombok Tengah bagian selatan, dirinya mengalami langsung begitu kotor, keji dan brutalnya Pileg 2019. “Pokoknya dalam pesta demokrasi kali ini, semua orang bisa main,” ucapnya.

Sebelum hari pencoblosan, banyak caleg yang disebut main transaksi uang. Uang bukan hanya untuk beli suara, namun juga demi mempertahankan suara yang sudah ada. Setelah pencoblosan, “peperangan” belum usai. Jual-beli suara dengan melibatkan oknum petugas terjadi di banyak tempat. Tidak sedikit, caleg yang suaranya juga secara brutal dicuri.

Menurut Jazuli, banyak pihak yang terlibat dan menjadi penentu kemenangan pada pileg kali ini.”Semua orang bisa jadi penentu dan senang jadi pemain. Hatta dia wasitnya. Itu yang membuat pesta ini menjadi sangat ore (kacau, red). Permainan terlalu brutal sekarang ini,” ungkap Jazuli.

Hal serupa juga terjadi di pulau Sumbawa. Misalnya di Dapil VI (Kabupaten Bima, Kota Bima dan Dompu). “Pengawas seakan tidak kuasa menahanya. Masalahnya masyarakat juga mengharapkan hal demikian (politik transaksional),” kata caleg PDI-P Ahmad Yadiansyah.

Lebih parahnya lagi, kata Yadi, penyelengara tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan transparan. Contohnya saja C1 yang banyak tidak diumumkan sehingga memudahkan permainan menggeser perolehan suara. Sistem hitung (Situng) yang bisa dipantau secara online diharapkan bisa menjadi opsi terwujudnya pemilu transparan dan jujur. Namun faktanya tidak. “Penginputan data dari KPU, kalah cepat dari para relawan pemilu. Padahal KPU punya struktur lengkap dan ditopang dengan anggaran yang cukup. Situs KPU yang kita harapkan bisa berjalan dengan baik dalam merekap perhitungan, ternyata tidak berjalan dengan maksimal,” bebernya.

Yang mengungkapkan hal yang sama adalah caleg incumbent Golkar Dapil Lombok Barat- KLU, Sahar Muniri. Ia membeberkan kasus pencurian suaranya di wilayah Sekotong. “Saya sudah lapor ke Bawaslu dengan membawa bukti dan saksi, tapi belum tahu hasilnya. Saya minta jawaban dari Bawaslu, tapi katanya masih pemanggilan saksi-saksi lain PPK, PPS soal pencurian suara,” terang Sahar.

Ketua Bawaslu Provinsi NTB M Khuwailid yang dikonfirmasi Radar Lombok, justru tidak tahu apa-apa. Padahal, berbagai kasus pencurian suara antar caleg dalam satu partai maupun antar partai banyak terjadi.

Menurut Khuwailid, hingga saat ini pihaknya sama sekali belum menerima laporan apapun.”Sampai hari ini belum ada suara caleg diambil caleg lain. Mungkin dilaporkan ke Bawaslu kabupaten/kota,” jawabnya santai.(met/zwr)

Komentar Anda