Utang Pemprov ke Rekanan Tersisa Rp 104 Miliar

Wirawan Ahmad (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengklaim sisa utang Pemprov kepada pihak ke tiga (rekanan), masih tersisa 16,2 persen, atau sekitar Rp104 miliar. Jumlah itu adalah total kewajiban jangka pendek sebesar Rp 639,40 miliar, sesuai yang tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

“Tinggal Rp 104 miliar (utang Pemprov, red). Berarti 80 persen lebih sudah kita tuntaskan. Tinggal kurang dari 20 persen sisanya,” ungkap Asisten III Setda Provinsi NTB, H Wirawan Ahmad, saat ditemui di Mataram, Selasa (5/9).

Wirawan memastikan proses pembayaran utang kepada rekanan terus dilakukan setiap harinya. Berdasarkan perhitungan Bendahara Umum Daerah, setiap hari Pemprov NTB menghabiskan belanja daerah minimal Rp 1,5 miliar untuk membayar utang.

“Kalau misalnya 25 hari kerja selama satu bulan. Asumsinya bulan November, clear lah (lunas) kalau konsisten dengan angkanya,” ujar Wirawan.

Bahkan pembayaran utang Pemroov itu bisa dipercepat jika ada pendapatan yang masuk dalam jumlah yang besar. Seperti adanya transfer dana bagi hasil dari tahun 2022, dan kemudian transfer dana bagi hasil (DBH) dari AMNT sebesar Rp 104 miliar.

“Selain juga ada belanja wajib seperti gaji, bayar listrik, bensin dan seterusnya, kan tidak bisa ditunda. Diluar itu, utang menjadi belanja prioritas,” ujarnya.

Sementara untuk utang Pemprov tahun 2023, sekarang ini sedang dilaksanakan proses pembahasan KUA PPAS Perubahan APBD 2023. Setelah itu baru dimasukkan dalam APBD Perubahan 2023. Dalam pembahasan APBD perubahan itu, disepakati bahwa akan ada rasionalisasi sebesar Rp 100 miliar. “Dari Rp 280 milliar yang diajukan pemerintah untuk rasionalisasi itu disepakati Rp 100 miliar,” sebutnya.

Baca Juga :  Enam Kapolres di NTB Dimutasi

Rasionalisasi anggaran ini dirasa perlu oleh Pemprov, karena bertujuan untuk menyesuaikan antara realisasi pendapatan dengan rasio belanja daerah. Sehingga dengan dipangkasnya beberapa item pada sumber pendapatan yang dipastikan tidak memenuhi target seperti Gili Trawangan dan lainnya, maka realisasi belanjanya ikut terpangkas.

Harapannya, supaya di akhir tahun 2023 perbedaan antara belanja dan pendapatan daerah tidak terlalu jauh. Dengan begitu tidak ada lagi beban utang yang dibawa Pemprov ditahun 2024. Karena itu Pemprov terus berupaya bagaimana agar target pendapatan daerah dapat semua terealisasi.

Lebih jauh disampaikan, realisasi pendapatan yang sudah ditargetkan akan dapat tercapai dengan memperhatikan dua kerangka, yakni kerangka regulasi dan kerangka anggaran. Pertama dari sisi regulasi, rujukan aturan ada dan jelas. Dari sisi anggaran, jumlah targetnya didasarkan pada perhitungan teknokratik yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Itu akan terjadi jika pendapatan yang kita estimasikan ditahun 2023 ini dan sudah kita susun berdasarkan kerangka anggaran dan regulasi. Itu AMNT kerangka regulasinya jelas kan LHP BPK dan Undang-Undang Minerba. Kalau itu terealisasi, maka kita akan bisa melangkah ke 2024 dalam posisi zero utang atau dalam batas yang sangat minimal,” jelasnya.

Baca Juga :  Lahan Sirkuit MXGP Samota Bersengketa

Karena itu menjadi tanggung jawab bersama Pemprov NTB dan DPRD untuk melakukan koordinasi dengan para pihak seperti PT.AMNT, Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan untuk merealisasikan setoran bagi hasil laba bersih ini.

Namun demikian, TAPD bersama Banggar DPRD juga sudah melakukan simulasi, jika target pendapatan ini tidak sepenuhnya terealisasi. Skenario terburuk, kewajiban kepada pihak ketiga yang diluncurkan ke tahun 2024, nilainya jauh lebih kecil dibandingkan kewajiban yang harus ditanggung APBD 2023. “Dan sumber pembayaran pun nantinya jelas, yakni sumber pendapatan yang tidak tertagih tahun ini akan ditetapkan kembali sebagai target APBD 2024,” ucapnya.

Sebelumnya, BPK mengeluarkan catatan merah terhadap defisit APBD NTB tahun 2022. BPK menyebut defisit melampaui batas maksimal sesuai dengan yang termuat di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebesar 4,4 persen. Saat itu, defisit APBD NTB tembus Rp570,93 miliar atau 10,77 persen dari realisasi pendapatan.

Sehingga untuk menekan defisit, BPK merekomendasikan agar Pemprov NTB menyehatkan postur APBD 2023, dengan memperhatikan batas maksimal defisit anggaran. Selain itu, Pemprov NTB juga diminta menentukan belanja daerah, dengan memperhatikan skala prioritas. Termasuk segera menyelesaikan sisa utang jangka pendek pada APBD 2023. (rat)

Komentar Anda